Hallo guys, kalau kemarin aku cerita mengenai kunjunganku ke Gereja Khatolik Hati Kudus Yesus Kota Malang. Nah di kesempatan kali ini, aku akan cerita mengenai pengalamanku pergi ke Klenteng Eng An Kiong Kota Malang. Jadi awal aku pergi ke klenteng, aku pergi bersama teman-teman. Kita berempat jalan dari Gereja Khatolik Hati Kudus Yesus sampai ke Klenteng. Diawal perjalanan emang belum kerasa capeknya, tapi lama kelamaan capek juga dan ditambah panas matahari. Tapi meskipun begitu, kita tetap jalan kaki menyusuri trotoar-trotoar lewat pasar besar dan hanya bermodal Google Maps. Dan akhirnya kita sampai ke klenteng.
Oke balik lagi, kalau ngebahas mengenai klenteng. Pasti kalian udah ngga asing lagi kan yaa. Klenteng atau Kelenteng adalah tempat peribadatan untuk umat yang beragama Konghucu. Awal mula agama Konghucu masuk ke wilayah nusantara pada masa kerajaan sriwijaya atau sejak abad ke-7 atau bahkan sebelumnya. Orang tionghoa pada saat itu telah datang ke nusantara dan melakukan kontak sosial dalam perdangan rempah-rempah dengan kerajaan sriwijaya. Tetapi agama konghucu mulai berkembang pada awal abad ke-19 hingga diakui pada masa Gus Dur. Dulu keberadaan konghucu di Indonesia masih belum jelas, karena dianggap hanya sebagai kepercayaan atau kebiasaan tradisional orang-orang Tionghoa. Namun pada masa kepemimpinan Gus Dur, beliau memberikan pengakuan atas agama Konghucu dan membebaskan masyarakat Konghucu yang notabenya keturunan cina untuk menjalankan peribadahan dan hari raya secara terbuka.
Kelenteng Eng An Kiong memiliki sejarah Panjang, dari sejarah awal kisaran pada tahun 1825 hingga 1835 dibangun untuk pertama kalinya tempat peribadahan atau kelenteng bagi para pemeluk agama, seperti Konghucu, Tao dan Buddha. Kelenteng Eng An Kiong memiliki arti dalam Bahasa Indonesia yatitu Istana Keselamatan dalam Keabadian Tuhan. Disana kita disambut hanggat oleh pak rudi. Beliau menjelaskan mengenai kelenteng Eng An Kiong dan di kelenteng kita juga diajak menyusuri sudut demi sudut kelenteng.
Kelenteng sendiri memilkiki 3 utama nilai, yatitu agamis, ibadah dan sosial kemasyarakata. Yang dimaksudkan disini adalah.
- Agamis, yang artinya didalam kelenteng sendiri selalu ada unsur rohani, sukma, dan jiwa bagi setiap insan.
- Ibadah, yang berarti kelenteng adalah sarana dan prasarana persembahayangan, sujud dan doa kepada Tuhan.
- Sosial kemasyarakatan, maksud dari sosial kemasyarakatan sendiri adalah sarana pengalaman nilai nilai agamis atau agama. Seperti bakti sosial, kepedulian sosial terhadap sesame, sebagai balai pengobatan, sebagai tempat pelestarian nilai-nilai seni dan budaya, dan masih banyak lagi hal yang dapat dilakukan di Kelenteng Eng An Kiong Malang.
Tepat dibelakang Kelenteng Eng An Kiong terdapat klinik perobatan yang digunakan sebagai layanan Kesehatan bagi masyarakat sekitar. Selain ada klinik juga terdapat kesenian seperti gamelan, barongsai dan juga kebudayaan tari yang dilakukan pada hari sabtu.
Oiya selain itu, warna pada Kelenteng sendiri memliki makna atau arti yang penting. Seperti warna merah, warna merah memiliki arti yaitu membawa rezeki dan juga keberuntungan, dan warna emas sendiri yang berarti elegant dan anggun. Selain itu, setiap tanggal 17 orang keturunan china atau umat konghucu pergi ke kelenteng dengan membawa buah atau kue. Dengan tujuan tertentu yaitu, semoga ada rezeki dan dilancarkan rezeki. Satu lagi nih temen temen, berdirinya kelenteng Eng An Kiong diperingati pada tanggal 6 bulan 6 khongcu-cik.
Di Kelenteng sendiri juga terdapat tiap tiap bangunan suci yang digunakan ibadah kepada tuhan, dan terdapat juga altar induk. Altar induk yang memiliki makna untuk mensyukuri rahmat dan karunia Tuhan di alam semesta. Di altar induk ini diwjudkan bagi Kongco yang berarti "suci" Hok Ting Cing Sien yang umunya symbol dewa bumi ini didampingi oleh harimau putih (Ho Ya Kong).
Nahh sewaktu disana pak rudi mengajak kita berkeliling, di kelenteng sendiri banya terdapat ruang ruang untuk peribadahan. Jadi ketika kita sampai di kelenteng, setelah masuk dari gerbang belakang terdapat halaman utama. Dan dibagian depan terdapat patung singa atau Im-Yang sebagi lambang penjaga, terdapat pilar yang berjumlah delapan. Dan di pintu masuk sisi kiri (Yang) terdapat pintu naga, atau Liong Bun yang merupakan pintu masuk. Dan pada pintu keluar atau Houw Bun di sisi kiri (Im) terdapat pintu. Terdapat juga Hio Lio, Hio Lio ini berfungsi untuk menancapkan dupa atau Hio. Dan ada juga Kim Lo yang berukuran besar, Kim Lo ini duganakan sebagai penyempurnaan dari upacara ritual.
Selain itu terdapat Altar Utama atau Thiang Kong, Altar Hok Tik Cing Sin, Altar Wie Tho. Dan di sisi sebalah kanan terdapat Altar Tri Ratna Buddha, Altar Tay Siang Lo Kun, Altar Kwan Sing Te Kun, Altar Sing Hong Ya. Dan juga didepan Altar altar tersebut terdapat taman, di taman tersebut terdapat patung dewi dan juga ada kura kura. Menurut kepercayaan mereka kura-kura ini memiliki arti, yaitu sebagai symbol kekuatan, Panjang umur, dan keabadian. Selai itu terdapat juga dapur, ruang makan vegetarian, penjualan dupa dll. Di samping tempat penjualan dupa, terdapat juga Altar Aneka Kim Sien, Altar Kwan Im, Altar Bie Lik Hud, kantor dan rung makan untuk para staff Kelenteng.
Selain itu, disisi sebelah kanan juga terdapat Altar. Ada Altar Khonghucu, Altar Kong Tik Cun Ong, Altar Jai Sin Ya, dan Altar Te Cong Ong. Didepan altar-altar tersebut, terdapat kolam ikan dimana di dalamnya terdapat banyak sekali ikan koi yang besar-besar. Ikan koi disini memiliki arti sebagai keberuntungan. Selain itu, pak rudi juga menjelaskan bahwa ketika adanya pandemi Covid-19. Tetap melakukan peribdahan seperti biasa tetapi jumlah pengunjung yang Kelenteng dibatasi dan tetap melakukan protocol kesehetan sesuai anjuran dari pemerintah.
Pak rudi juga mengajak kita untuk melihat replika-replika dari rumah-rumahan yang akandibakar. Seperti rumah, pesawat, mobil dan benda-benda kesukaan orang yang telah meninggal akan dibakar. Tradisi ini memiliki maksud tersendiri, yaitu sebagai wujud rasa cinta kepada orang yang telah tiada. Atau yang biasa disebut sebagai Kouw Chua, yang digunakan pada hari raya Cheng Beng. Hari penghormatan kepada para leluhur yang jatuh pada minggu pertama setiap bulan April. Nah, pada upacara kematian masyarakat Tionghoa akan memanjadkan doa dan membakar Kouw Chua.
Mungkin sedikit banyak hal yang bisa aku ceritakan ke kalian semua mengenai Klenteng Eng An Kiong. Terima Kasih disampaikan kepada Pak Rudi dan semua pihak yang sudah terlibat dalam penulisan artikel saya. Dengan mengunjungi Kelenteng Eng An Kiong dan bertemu dengan Pak Rudi, membuat saya memahami dan mengerti tentang budaya umat Konghucu. Terima Kasih semua, happy reading and see you guys!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H