Di ambang pintu Indonesia Emas 2045, bayangan gemilang kemajuan bangsa beradu dengan realitas kompleks yang dihadapi generasi muda hari ini pada tahun 2024. Di satu sisi, bonus demografi menghadirkan potensi besar, di sisi lain, terdapat berbagai tantangan yang perlu diurai dengan seksama. Tulisan ini sekedar iseng mencatat kondisi masa hari ini, dari saya seorang pekerja sosial yang melihat-memaknai keresahan.
Gelombang bonus demografi menghadirkan peluang emas bagi Indonesia pada masa yang akan datang, tahun 2045 perkiraannya. Generasi muda yang mencapai 70% dari total populasi ini memiliki potensi besar untuk menjadi lokomotif kemajuan. Namun, hal ini juga menghadirkan tantangan dalam menyediakan pendidikan, lapangan kerja, dan infrastruktur yang memadai. Di sinilah peran penting pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan generasi muda dapat berkembang dan berkontribusi secara optimal.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada 2023 terdapat sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET) di Indonesia. 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) ini setara dengan 22,25% dari total penduduk Indonesia dengan kategori usia yang sama. Tentu pelbagai faktor dan kondisi memengaruhi situasi demografi ini.
Selain penduduk usia muda dengan situasi NEET yang masih besar, kualitas "calon generasi emas" Indonesia 2045 juga masih harus dipersiapkan secara serius. Â Saya akan mengambil hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan 3 tahun sekali. Penelitian ini mengevaluasi prestasi siswa yang berusia 15 tahun dalam disiplin ilmu matematika, membaca, dan sains. Hasil riset PISA memang bertujuan untuk menjadi landasan policy making pendidikan global untuk menyiapkan generasi yang lebih kompeten dan lebih berhasil secara finansial. Hasil riset PISA tahun 2022 yang diumumkan pada 5 Desember 2023, Indonesia berada di peringkat 68 dengan skor; matematika (379), sains (398), dan membaca (371) yang menunjukkan penurunan (learning loss) mencapai 12-13 poin dibandingkan 2018 dan belum terjadi peningkatan kualitas secara signifikan sepanjang 2000-2022.
Hasil tes PISA menunjukkan performa yang mengkhawatirkan dalam hal matematika, sains, dan membaca di kalangan siswa Indonesia. Hanya 18% siswa yang mencapai level 2 matematika, yang berarti mereka hanya mampu memahami dan mengenali representasi matematis sederhana dalam situasi sehari-hari, seperti membandingkan jarak antar rute atau mengkonversi mata uang. Kondisi serupa terjadi di bidang sains dan membaca. Hampir tidak ada siswa berusia 15 tahun yang mencapai level 5 atau 6 dalam matematika, di mana mereka mampu memodelkan situasi kompleks secara matematis dan memilih strategi pemecahan masalah yang tepat.
Skor PISA yang rendah dan stagnan menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia usia 15 tahun masih kurang memiliki kompetensi abad ke-21, seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills/HOTS). Hal ini mencerminkan kualitas pembelajaran yang belum optimal di sekolah-sekolah.Â
Data riset PISA 2022 menunjukkan bahwa skor anak-anak Indonesia masih di bawah ambang batas 400, setara dengan level 2-3, yang tergolong rendah. Hasil riset ini mendeskripsikan tentang masih perlunya  upaya serius untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah-sekolah Indonesia agar generasi muda dapat mencapai kompetensi yang diharapkan dalam matematika, sains, dan membaca, serta keterampilan abad ke-21 yang esensial.
Dari perspektif budaya, nilai-nilai luhur Pancasila dan budaya bangsa menjadi fondasi kokoh bagi generasi muda untuk menapaki masa depan Indonesia Emas 2045. Globalisasi dan arus informasi yang deras membawa pengaruh signifikan terhadap budaya lokal. Generasi muda perlu memfilter pengaruh luar dengan bijak, serta menjaga dan melestarikan budaya bangsa sebagai identitas dan sumber kekuatan. BPS pada Maret 2023 merilis bahwa hanya sekitar 12,77% anak muda Indonesia berusia 16-30 tahun yang mengakses internet untuk pembelajaran daring (online). Sebagian besar internet digunakan anak muda usia 16-30 tahun untuk media sosial, berita, hiburan, dan jual beli daring (online).Â
Ditambah lagi Data.AI dalam laporan State of Mobile 2024 mengungkap bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu 6,05 jam per hari di depan perangkat mobile seperti smartphone dan tablet pada tahun 2023. Angka 6,05 jam per hari ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penggunaan ponsel terlama di dunia sejak tahun 2020. Tren ini menunjukkan peningkatan penggunaan ponsel yang konsisten sejak tahun 2020.
Data riset PISA 2022, BPS 2023, dan Data.AI dapat dielaborasi untuk memroyeksikan anak muda Indonesia ke depan melalui variabel kompetensi dan akses teknologi informasi. Kemajuan teknologi dan disrupsi industri menghadirkan peluang dan tantangan bagi generasi muda di bidang ekonomi.Â