Nama: Maulana Ikhsan Triswanto
NIM: 222111050
Kelas: HES 5B
Analisis Kasus Nikita Mirzani, Lolly, dan Vadel Badjideh dengan Pendekatan Hukum Positivisme
Dalam kasus ini, beberapa poin penting yang dapat dianalisis dengan pendekatan hukum positivisme adalah:
1. Undang-Undang yang Berlaku:
 a. Undang-Undang Perlindungan Anak: Kasus ini melibatkan seorang anak di bawah umur, sehingga Undang-Undang Perlindungan Anak menjadi acuan utama. Undang-undang ini mengatur tentang hak-hak anak, perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, dan juga mengatur tentang pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana terhadap anak.
 b.  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Tindakan yang dilakukan oleh Vadel Badjideh, jika terbukti, dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur tentang persetubuhan dengan anak di bawah umur dan atau tindak pidana aborsi.
 c. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE): Jika dalam kasus ini terdapat unsur penyebaran informasi yang tidak benar atau fitnah, maka UU ITE juga dapat diterapkan.
2. Proses Hukum:
 a. Laporan Polisi: Kasus ini bermula dari laporan polisi yang diajukan oleh Nikita Mirzani. Laporan polisi ini merupakan langkah awal dalam proses penegakan hukum.
 b. Pemeriksaan Saksi: Polisi akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, termasuk korban, pelaku, dan saksi lainnya untuk mengumpulkan bukti-bukti.
 c. Penyelidikan dan Penyidikan: Polisi akan melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk mengungkap kebenaran dari peristiwa yang terjadi.
 d. Penuntutan: Jika ditemukan cukup bukti, maka perkara akan diajukan ke pengadilan untuk diadili.
3. Putusan Pengadilan:
  a. Hakim akan memutus perkara berdasarkan bukti-bukti yang ada dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Putusan hakim bersifat final dan mengikat bagi semua pihak.
Dalam kasus ini, pandangan hukum positivisme terlihat jelas dalam:
1. Fokus pada Hukum Tertulis: Proses hukum yang berjalan mengacu pada undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang Perlindungan Anak, KUHP, dan UU ITE.
2. Pemisahan Hukum dan Moralitas: Hukum positivisme tidak mempermasalahkan aspek moral dari suatu tindakan, melainkan hanya melihat apakah tindakan tersebut melanggar hukum yang berlaku atau tidak.
3. Peran Negara: Negara melalui aparat penegak hukum memiliki peran penting dalam menegakkan hukum dan memberikan sanksi kepada pelaku tindak pidana.
Kasus Lolly, Nikita Mirzani, dan Vadel Badjideh merupakan contoh nyata dari penerapan hukum positivisme dalam sistem hukum Indonesia. Proses hukum yang berjalan akan mengacu pada undang-undang yang berlaku dan tidak mempertimbangkan aspek moral dari tindakan yang dilakukan oleh pelaku.
Hukum Positivisme Secara Singkat
Hukum positivisme adalah suatu aliran dalam filsafat hukum yang memisahkan hukum dari moralitas. Hukum positivisme berpendapat bahwa hukum yang berlaku adalah hukum yang dibuat oleh manusia dan diakui oleh negara, terlepas dari apakah hukum tersebut dianggap adil atau tidak. Dengan kata lain, hukum yang sah adalah hukum yang tertulis dan ditegakkan oleh lembaga negara yang berwenang.
Mazhab hukum positivisme memiliki pengaruh yang signifikan dalam sistem hukum Indonesia. Positivisme hukum menekankan bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang sah dan harus dipatuhi, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral atau etika di luar teks hukum itu sendiri. Secara keseluruhan, meskipun positivisme hukum memberikan kerangka kerja yang jelas dan terstruktur untuk hukum di Indonesia, penting untuk tetap mempertimbangkan keseimbangan antara hukum positif dan nilai-nilai moral dalam praktik hukum agar dapat mencapai keadilan yang lebih holistik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H