Mohon tunggu...
Isma MaulanaIhsan
Isma MaulanaIhsan Mohon Tunggu... Politisi - Ketua Forum Rebahan Nasional

Mahasiswa gabut.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenang-Kenangan dari Serdadu, Lesat Maju Tak Gentar Tak Ragu

1 Agustus 2024   18:00 Diperbarui: 1 Agustus 2024   18:03 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tentara yang sedang melakukan latihan.dokpri diolah dengan AI

Malam hari yang beruntung. Di masa-masa KKN yang setiap malamnya amat menggabut dengan kegiatan yang sama seperti biasanya. Saya diajak oleh salah satu kawan tentara untuk berkunjung ke pos latihan mereka, kebetulan mereka tengah melakukan kegiatan latihan dekat dengan pos KKN.

Awalnya ragu-ragu, antara ikut ke sana atau tidak, tetapi mengingat saya ingin mencicipi makanan khas tentara saya pun ke sana. Tentunya, niat awalnya Cuma kepengin buat minta makanan mereka saja, karena jika boleh jujur saya agak segan dengan aparat, kerap bertingkah sok hebat, sok keren terlebih saat kokang senjata, merasa dunia bisa ditaklukan dengan senjata saja.

Tetapi, syak-wasangka saya salah, ternyata tampang sangar dan seram serdadu malam itu telah dikantonginya, dan wajah sebagai manusialah yang saya saksikan. Kawan saya tadi, yang sebenarnya baru saya kenal sore harinya menyambut kami dengan ramah Tamah yang tak dibuat-buat, kami dianggap sebagai keluarga, kehangatan datang mengalir begitu saja.

Hanya saja, sayangnya saya tidak makan makanan tentara sebagaimana saya inginkan, karena telah terlebih dulu disajikan ikan bakar segar dengan saus kecap pedas yang dibuat mereka, agak sungkan saya terima hidangan itu, nasi yang diberikan kebanyakan, saya gak akan muat kalau makan semua, dikasihkanlah ke kawan saya.

Maklum, kami rakyat kecil ini tidak pernah makan banyak-banyak, suka ngantuk kalau kekenyangan, jika suka kenyang kami susah buat baca buku, kalau tidak baca buku kami tidak akan tahu, jika tidak tahu kami mudah dikibuli, jika kami dikibuli artinya kami bodoh, jika kami bodoh itu kan disebabkan karena tidak baca, jika tidak baca artinya kami bukan hamba. Kira-kira begitu, kenapa saya makannya sedikit malam itu.

Selesai makan, kami melanjutkan dengan acara ngobrol bareng-bareng, hangat, suasana guyub di antara kami saling berbagi pengalaman. Teman-teman tentara berbagi pengalaman mereka latihan, menjelaskan maksud latihan di tempat itu, desa Kepek yang kebetulan berbarengan dengan kami melaksanakan KKN.

Beberapa tentara lain menyajikan kopi, tak selang berapa lama, seorang pelatih, Komandan Dwi datang, menyapa kami, berbincang sebagai seorang tua yang bijak, bukan sebagai seorang serdadu tua yang menyebalkan, ia tampil sebagai sosok manusia kharismatik dan memberikan sedikit dua dikit wejangan.

Tentara-tentara lain sudah terlebih dahulu tidur, kebetulan waktu di jam tangan kami menunjukan pukul dua belas malam, tentara-tentara yang tidur ini sepertinya cukup kelelahan hal itu sekurangnya nampak dari tidur mendengkurnya yang terdengar sampai ke tempat kami berbincang.

Di tengah keserusan obrolan membahas bola hingga Perempuan, tiba-tiba sesuatu yang luar biasa menurutku terjadi. DUAR! Suara letusan itu membuyarkan tongkrongan sipil dan militer itu, para tentara yang dari tadi mengobrol dengan kami berlarian mengambil senjata, mengenakan seragam dan Bersiap, tentara-tentara yang tertidur seketika langsung berjaga, sedang kami sendiri bertiarap dan komandan pelatih, malah tersungkur jatuh dari kursinya.

Tapi, siapa yang memerhatikan? Apakah beliau jatuh karena kesigapan atau karena kontur tanah yang tak siap menerima keterkejutan kami? Ah, siapa yang peduli memikirkan hal itu dari situasi genting yang masih belum kami pahami.

Awalnya, saya menganggap ini adalah arena pertempuran, sebelum seorang tentara berujar, "tenang ini latihan" akhirnya saya bisa kembali duduk tenang. Jujur, kami kaget dengan serangan tiba-tiba, senjata-senjata kembali dikokang, siap menembak siapapun yang tadi menyerang kami.

Di tengah latihan tentara yang sibuk menembak dan mengokang, saya menyaksikan para serdadu itu satu-satu, sungguh: para serdadu tidaklah jauh berbeda, tak peduli perwira, bintara atau tamtama semua tetaplah tentara yang peduli pada masyarakatnya, yang cinta pada tanah air dan negaranya. Seperti kata Iwan Fals, luntur dan tegaknya keadilan negeri pertiwi, para serdadu harus tahu pasti.

Saya yakin apa yang mereka lakukan semata-mata merupakan suatau upaya dalam membantu, mengayomi dan mempertahankan tanah air kita. Meski kerap para serdadu ini dihadapkan dalam persoalan HAM, bagi saya yang baru saja menyaksikan bagaimana getirnya suasana yang penuh ledakan dan suara tembakan penempatan persoalan HAM ialah sesuatu yang lain.

HAM itu perlu, karena ia menyangkut tentang harkat martabat dan hak dasar kita sebagai manusia, tetapi dalam keadaan mendesak ada sesuatu yang lebih penting yakni menyelamatkan dari keburukan. Jika mengutip pada dalil yurispuridensi Islam, barangkali asas yang muncul adalah dar'ul mafashid muqaddam ala jalabil masholih.

Dalam suasana peperangan sebagaimana di Papua misalnya, kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Memang saya yakin, beberapanya momen tak diceritakan secara jujur oleh tentara dengan alasan satu dan lain hal, tetapi banyak hal yang pula diceritakan secara jujur oleh mereka.

Urusan HAM yang kerap dipermasalahkan memang suatu keniscayaan sebagai bentuk keseriusan kita dalam menerapkan kehidupan demokratis, tetapi ada sesuatu yang lebih urgen dari itu yakni mempertahankan keselamatan diri terlebih dahulu. Namun, para serdadu ini memiliki tanggung jawab lebih yakni turut serta mempertahankan warga dan negaranya.

Terakhir, saya berdoa semoga para tentara kita yang gagah perkasa, yang seperti peluru, semoga jatah prajuritnya tidak dikentit, semoga mereka bisa tetap melaju dan melesat tak ragu, tak takut kepada apapun selain takut kepada ketidakjujuran, ketidakadilan dan ketidakbenaran. Semoga serdadu kita kuat dalam menahan syahwat agar ibu pertiwi tetap sudi melihat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun