Memanfaatkan Teknologi untuk Keberlanjutan Pertanian di Era Perubahan IklimÂ
Penelitian yang dilakukan oleh Sulfiana dan Abri (2024) dalam jurnal International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology menawarkan perspektif baru yang menarik tentang bagaimana teknologi modern, khususnya Geographic Information System (GIS), dapat diintegrasikan ke dalam praktik pertanian untuk mencapai tujuan keberlanjutan. Dalam artikel ini, Sulfiana dan Abri mengeksplorasi bagaimana pendekatan berbasis data dapat meningkatkan produktivitas pertanian bawang merah di Enrekang, Sulawesi Selatan, Indonesia, sambil tetap mempertahankan kelestarian lingkungan. Mereka menemukan bahwa penggunaan dataset multispektral-spasial-temporal dari Sentinel-2 MSI dengan analisis skala bola pada Google Earth Engine (GEE) mampu mengidentifikasi dan mengelola area pertanian dengan lebih efektif.
Pentingnya penelitian ini tidak dapat diabaikan, mengingat tantangan global saat ini terkait dengan perubahan iklim dan meningkatnya permintaan akan pangan. Di tahun 2023 saja, sektor pertanian menyumbang IDR 1,134,5 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sementara jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian diproyeksikan meningkat menjadi 28.419.398 pada tahun 2024. Di tengah dinamika ini, pendekatan yang menggabungkan teknologi dengan praktik pertanian menjadi semakin relevan. Dalam konteks ini, bawang merah sebagai komoditas unggulan di Enrekang menunjukkan potensi besar, dengan proyeksi bisnis mencapai IDR 3 triliun pada tahun 2023 dan panen tahunan sebesar 145 ribu ton.
Namun, meskipun ada potensi yang besar, tantangan tetap ada. Pada tahun 2024, area vegetasi bawang merah di wilayah Anggeraja, misalnya, mengalami penurunan sebesar 13,5% dari 117,56 km menjadi 101,717 km. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa intervensi yang tepat, keberlanjutan pertanian bawang merah dapat terancam oleh berbagai faktor lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini memberikan relevansi yang kuat, terutama dalam mengatasi degradasi lahan dan memastikan kelangsungan produktivitas pertanian. Penerapan teknologi canggih, seperti yang diusulkan oleh Sulfiana dan Abri, dapat menjadi salah satu solusi utama dalam mengatasi tantangan ini, sekaligus memastikan bahwa pertanian berkelanjutan bukan hanya sekadar wacana, tetapi juga kenyataan yang dapat diimplementasikan.
###
Dalam penelitian mereka, Sulfiana dan Abri (2024) menawarkan solusi berbasis teknologi untuk tantangan keberlanjutan pertanian melalui penggunaan Geographic Information System (GIS). Mereka memanfaatkan dataset multispektral-spasial-temporal dari Sentinel-2 MSI yang dipadukan dengan analisis skala bola dari Google Earth Engine (GEE). Pendekatan ini memungkinkan para peneliti untuk memetakan perubahan penggunaan lahan dan mengidentifikasi area yang rentan terhadap penurunan produktivitas. Misalnya, data menunjukkan bahwa area vegetasi bawang merah di Anggeraja berkurang 13,5% dari 117,56 km menjadi 101,717 km antara tahun 2019 hingga 2024. Penurunan ini menyoroti urgensi untuk mengadopsi metode pengelolaan yang lebih efektif guna melindungi hasil panen dan memperpanjang umur produktif lahan pertanian.
Selain itu, penelitian ini menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor fisik dan kimia tanah dalam meningkatkan produktivitas. Mereka menemukan bahwa parameter fisik seperti permeabilitas tanah memiliki dampak langsung pada kesuburan lahan dan produksi bawang merah. Permeabilitas tanah di daerah penelitian bervariasi dari kategori cepat hingga sangat cepat, dengan beberapa lokasi mencapai hingga 74,54 cm/jam. Hal ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan untuk strategi konservasi tanah yang lebih baik, seperti terasering di daerah dengan kemiringan tinggi, untuk mengurangi erosi dan mempertahankan kelembaban tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bawang merah. Data ini relevan karena memperlihatkan bahwa teknologi GIS tidak hanya dapat digunakan untuk memantau kondisi tanaman, tetapi juga untuk merancang intervensi yang spesifik dan kontekstual.
Penelitian ini juga menyajikan analisis data dari indeks NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang digunakan untuk mengukur kesehatan dan kepadatan vegetasi. Dengan menggunakan data dari Sentinel-2 MSI, peneliti mampu mengidentifikasi pola penurunan vegetasi dan merekomendasikan langkah-langkah mitigasi seperti penanaman ulang dan diversifikasi tanaman untuk meningkatkan kesehatan tanah dan produktivitas secara keseluruhan. Selain itu, penelitian ini menekankan bahwa suhu optimal untuk produktivitas bawang merah berkisar antara 20 hingga 30C dengan intensitas cahaya matahari yang cukup selama 12 jam di musim panas (Juni-Agustus). Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa GIS dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dinamis yang dapat membantu petani dalam membuat keputusan berbasis data yang lebih baik.
Lebih jauh, kontribusi utama dari penelitian ini adalah pendekatan integratif yang menggabungkan berbagai parameter fisik dan kimia tanah dengan teknologi satelit untuk meningkatkan produktivitas pertanian secara keseluruhan. Dalam konteks di mana pertanian tradisional seringkali bergantung pada praktik yang kurang efisien dan seringkali merusak lingkungan, adopsi teknologi modern seperti yang disarankan oleh Sulfiana dan Abri, memberikan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Mereka menunjukkan bagaimana data satelit dan GIS dapat digunakan untuk merencanakan penggunaan lahan yang lebih efisien, mengurangi risiko degradasi tanah, dan pada akhirnya meningkatkan hasil pertanian. Penelitian ini menawarkan perspektif baru tentang bagaimana inovasi teknologi dapat diintegrasikan ke dalam sektor pertanian untuk mencapai ketahanan pangan dan keberlanjutan jangka panjang.
###
Penelitian yang dilakukan oleh Sulfiana dan Abri (2024) memberikan kontribusi signifikan terhadap wacana pertanian berkelanjutan dengan memperkenalkan penggunaan teknologi GIS untuk mengelola produktivitas pertanian secara lebih efektif dan ramah lingkungan. Mereka berhasil menunjukkan bagaimana data spasial-temporal dapat digunakan untuk memantau perubahan penggunaan lahan, menganalisis kondisi tanah, dan menentukan strategi konservasi yang tepat, seperti terasering di daerah dengan kemiringan tinggi. Hasil penelitian ini tidak hanya menunjukkan potensi peningkatan hasil pertanian bawang merah, tetapi juga memberikan solusi konkret untuk mengatasi tantangan lingkungan yang dihadapi para petani di Enrekang.
Implikasi dari penelitian ini sangat luas. Dengan mengadopsi teknologi GIS dan analisis berbasis data, petani dapat meningkatkan produktivitas sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi landasan bagi kebijakan pertanian yang lebih canggih dan berbasis bukti, yang akan mendukung upaya mencapai ketahanan pangan nasional dan mengurangi ketergantungan pada metode pertanian tradisional yang kurang efisien. Di era perubahan iklim yang semakin cepat ini, pendekatan seperti yang ditawarkan oleh Sulfiana dan Abri menjadi semakin relevan dan penting untuk diterapkan.
Secara keseluruhan, penelitian ini membuka jalan bagi integrasi teknologi modern dalam praktik pertanian dan menawarkan peta jalan menuju pertanian yang lebih produktif dan berkelanjutan. Dengan terus mengembangkan dan menerapkan teknologi seperti GIS, kita tidak hanya dapat meningkatkan hasil pertanian, tetapi juga memastikan bahwa praktik pertanian kita tetap sesuai dengan prinsip keberlanjutan untuk generasi mendatang.
Referensi
Sulfiana, & Abri. (2024). Comprehensive Productivity Performance and Environment-Friendly Cultivation of Shallot (Allium ascalonicum L. var. Enrekang) through Integrated Spatial-Temporal Geographic Information System. International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology, 14(4). https://doi.org/10.18517/ijaseit.14.4.16808
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H