Pada tanggal 17 Februari 2024, mahasiswa inbound Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Angkatan 4 Universitas Negeri Makassar mengadakan kunjungan kebinekaan ke Benteng Rotterdam. Kunjungan kebinekaan ini merupakan bagian dari kerangka Modul Nusantara, salah satu kegiatan terstruktur dalam program PMM 4, yang bertujuan untuk memperdalam pemahaman mahasiswa tentang sejarah dan kebudayaan Makassar, serta mempererat persahabatan di antara mahasiswa dari berbagai daerah.Â
Ketika tiba di lokasi, kami disambut oleh seorang pemandu wisata bernama pak Taufik yang sangat ramah dan berpengetahuan luas. Beliau memulai tur dengan mengajak kami berkeliling benteng, menjelaskan struktur arsitektur yang masih kokoh berdiri meskipun telah berusia ratusan tahun, menceritakan sejarah di balik berdirinya benteng tersebut, dan membawa kami berkeliling Museum La Galigo. Berikut wawasan yang dapat kami bagikan setelah melakukan kunjungan kebinekaan dan belajar dengan pemandu wisata yang ada di lokasi:Â
Sejarah Singkat Benteng Rotterdam
Benteng Rotterdam, atau dikenal juga sebagai Fort Rotterdam, adalah salah satu situs bersejarah paling ikonik di Makassar. Benteng ini dulunya bernama Benteng Ujung Pandang, didirikan pada tahun 1545 oleh Raja Gowa X, I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung. Awalnya, benteng ini terbuat dari tanah liat dan berbentuk segi empat, mengikuti gaya Portugis. Benteng ini menjadi simbol kekuatan maritim Kerajaan Gowa-Tallo. Pada tahun 1634, Sultan Alauddin mengganti konstruksi benteng menjadi batu padas. Benteng ini kemudian menjadi saksi bisu berbagai pertempuran sengit, termasuk Perang Makassar melawan VOC (1660-1669).Â
Pada puncak peperangan yang terjadi pada 18 November 1667, sebagian bangunan benteng mengalami kerusakan parah, dan Kesultanan Gowa mengalami kekalahan. Pada tahun 1667, setelah kekalahan di mana Benteng Ujung Pandang direbut oleh VOC, akhirnya Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani Perjanjian Bongaya. Setelah Kerajaan Gowa berhasil ditaklukkan, Gubernur Jenderal Speelman membangun kembali benteng yang sebagian besar telah hancur dengan mengadopsi gaya arsitektur Belanda. Benteng ini kemudian diperluas dan diperkuat, dan namanya diubah menjadi Fort Rotterdam yang terinspirasi dari nama kota kelahiran Speelman di Belanda.Â
Bentuk Bangunan Benteng Rotterdam
Benteng Rotterdam memiliki bentuk menyerupai seekor penyu yang sedang merangkak menuju laut. Menurut kepercayaan lokal, penyu adalah simbol dari Kerajaan Gowa yang kuat di darat maupun di laut. Terdapat lima bastion pertahanan yang bisa dijumpai di setiap sudut benteng ini, masing-masing adalah:
1. Bastion Bone terletak di sebelah barat yang merupakan kepala penyu.
2. Bastion Bacan terletak di sudut barat daya yang merupakan kaki depan kiri penyu.
3. Bastion Butung terletak di sudut barat laut atau kaki depan kanan penyu.
4. Bastion Mandarsyah terletak di sudut timur laut atau kaki belakang kanan penyu.
5. Bastion Amboina terletak di sudut tenggara atau kaki belakang kiri penyu.Â
Nama-nama bastion ini diambil dari nama kerajaan yang ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa-Tallo. Menurut Jumardi dan Suswandari (2019) dalam jurnal ilmiah yang berjudul "Situs Benteng Fort Rotterdam sebagai Sumber Belajar dan Destinasi Pariwitasa Kota Makassar: Tinjauan Fisik Arsitektur dan Kesejarahan" menyatakan bahwa kolonial Belanda memberikan nama-nama bastion tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada kerajaan-kerajaan yang sudah ditaklukan. Contohnya Bastion Bone yang diberi nama atas kemenangan Kerajaan Gowa-Tallo melawan Kerajaan Bone pada tanggal 23 November 1611.Â
Museum La Galigo
Salah satu bagian paling menarik dari kunjungan ini adalah Museum La Galigo yang terletak di dalam kompleks benteng. Museum ini menyimpan berbagai artefak bersejarah yang menggambarkan kekayaan budaya Bugis-Makassar dan sejarah Sulawesi Selatan. Ketika memasuki museum, kami disuguhi berbagai koleksi, dimulai dari senjata tradisional, pakaian adat, alat-alat pertanian, dan berbagai benda peninggalan lainnya yang digunakan oleh masyarakat Sulawesi pada zaman dulu.
Salah satu koleksi yang paling memukau adalah alat-alat pertanian tradisional yang menggambarkan kehidupan agraris masyarakat Sulawesi pada masa lalu. Pemandu wisata menjelaskan bahwa alat-alat ini tidak hanya berfungsi sebagai peralatan kerja, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal dan inovasi masyarakat setempat dalam mengelola lahan pertanian mereka. Melalui alat-alat ini, kami belajar bagaimana teknologi sederhana namun efektif telah digunakan selama berabad-abad.
Tokoh Bersejarah
Di benteng ini, kami juga belajar tentang kehidupan tokoh penting dalam sejarah Makassar. Salah satu contohnya adalah Sultan Hasanuddin, yang dikenal sebagai "Ayam Jantan dari Timur" karena keberaniannya melawan VOC. Pemandu wisata menceritakan bagaimana Sultan Hasanuddin dengan gagah berani memimpin perlawanan melawan penjajah, meskipun akhirnya harus menyerah. Kisah heroiknya menginspirasi untuk selalu berjuang dan menjaga semangat patriotisme.
Kunjungan ke Benteng Rotterdam bukan hanya tentang belajar sejarah, tetapi juga memahami makna kebinekaan. Melalui artefak dan wawasan yang dipelajari, kami menyadari betapa beragamnya budaya dan sejarah Indonesia. Setiap daerah memiliki kekayaan budaya dan sejarah yang unik, dan semuanya berkontribusi dalam membentuk identitas bangsa kita yang berintegritas. Sebagai mahasiswa perukaran yang notabenenya berasal dari berbagai daerah, kunjungan ini memperkuat rasa persatuan dan meningkatkan kesadaran akan sejarah.Â
Mengakhiri kunjungan di Benteng Rotterdam, kami duduk bersama di halaman depan benteng untuk istirahat dan makan bersama. Kami berbagi kesan dan refleksi tentang apa yang telah kami pelajari. Kami berdiskusi tentang sejarah daerah asal masing-masing dan menemukan banyak kesamaan yang menghubungkan kami sebagai bangsa Indonesia. Kebinekaan bukanlah sesuatu yang memisahkan, tetapi justru memperkaya kita sebagai satu kesatuan.
Kunjungan ini merupakan pengalaman yang edukatif. Sebagai generasi muda, kami merasa terpanggil untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya ini, serta terus mempererat persatuan di tengah keberagaman. Dengan penuh rasa syukur, kami telah mempelajari pengetahuan baru dan semangat untuk terus belajar serta berbagi tentang keindahan dan kekayaan budaya Indonesia. Kunjungan ini bukan hanya sebuah perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan hati dan pikiran yang membawa kami lebih mengenal identitas sejati sebagai anak bangsa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H