Ketika uang ketika uang ditanya, “Wahai uang, mengapa kau suka mengejar-ngejar ahli ibadah?
Uang pun menjawab, “Aku tergila-gila pada ibadah, aku jatuh cinta berat padanya, karena dia cuek padaku, sehingga membuat aku sangat penasaran padanya. Kalau aku datang, dia tersenyum. Hanya tersenyum, sekedar tersenyum, tersenyum sinis, senyum yang tidak dari hati yang dalam.
Kalau aku pergi, dia tidak merasa kehilangan. Dia tidak bersedih, tidak meneteskan air mata, apalagi menangis.
Aku penasaran di buatnya.
Dalam pandangan ahli ibadah, aku nampak tidak berharga.
Di tangannya ada segepok aku, atau ada segenggam tanah, nampaknya sama saja. Sungguh sanyat menyakitkan.
Dia butuh aku, dia mencari aku, tapi setengah hati. Kalau dia sudah mendapatkan aku,dia lemparkan aku ke tasnya yang kumal, dia sisipkan aku di dompetya yang lusuh, tanpa di hitung-hitung, solah-olah dia tak bangga mendapatkan aku. Sakit sekali rasanya aku.
Kalau aku berada ditangannya, aku di biarkan begitu saja, bagai daun yang berserakan di tanah. Aku tidak dibangga-banggakan, tidak di puji-puji, tidak di belai-belai.
Aku tidak mendapatkan tempat sedikutpun di dalam hatinya, pedih rasanya.
Bila ada yang mengambilku dari tanggannya, dia bilang, ambil saja.
Ahli ibadah tersebut mengatakan, “Uang itu biarkan pergi biarkan datang. Jangan sampai melukai hati. Besok juga uang datang lagi, mungkin lebih banyak. Sungguh sakit sekali, itukan pelecehan buat aku, penasaran aku di buatnya.