Mohon tunggu...
matthew newman
matthew newman Mohon Tunggu... Arsitek - Arsitek

Saya seorang arsitek yang memiliki hobi menulis, fotografi, travelling dan juga dunia psikologi. Untuk kesehatan saya dulu berolahraga martial art tetapi sekarang lebih banyak menekuni yoga. Sebuah kehormatan sekaligus kesenangan bisa berbagi cerita, imajinasi, pemikiran dan pendapat di sini bersama rekan-rekan yang lain. Terima kasih, mari saling berbagi kasih serta cerita yang membangun dan membawa kedewasaan berpikir dan berjiwa besar.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Renungan di Senjanya Usia

10 Agustus 2021   10:24 Diperbarui: 10 Agustus 2021   10:43 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sadarkah bahwa tanah di kuburan itu subur, seperti pupuk itulah tubuh manusia bagi bumi.
Ribuan tahun yang lalu masih banyak terjadi peperangan yang menimbulkan korban jiwa secara langsung. Bahkan di jaman Nabi Musa dan kemudian dilanjutkan oleh penerusnya Yusak. 

Perebutan wilayah sudah menjadi sesuatu yang dipercaya sebagai sebuah nubuat bahkan dengan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Kadang bahkan seluruh penduduk sebuah kerajaan dibantai hingga ke wanita dan anak-anak tanpa menyisakan satu jiwapun.

Satu abad terakhir ini masih terhitung ada peperangan besar yang terjadi yang menimbulkan korban jiwa. Tapi sepuluh tahun terakhir makin jarang terjadi peperangan dalam skala besar. Jadi bukan sesuatu yang mengejutkan jika jumlah penduduk dunia sekarang ini 7 kali lipat dari tahun 1904 yang menembus angka 1 miliar. 

Dari 7 miliar manusia itu anehnya mayoritas adalah penduduk Tiongkok, India, Amerika Serikat, INDONESIA, Pakistan dan Nigeria.... Sangat menarik bukan. Negara kita tercinta ini menjadi yang ke4 dari jumlah populasi penyumbang terbesar penduduk dunia.

Umur manusia secara rata-rata tentunya tidak lebih panjang dari manusia jaman dahulu kala yang bisa berumur lebih dari 500 tahun seperti Nabi Nuh atau bahkan kakeknya Methuselah yang hampir 1000 tahun usianya hingga disebut sebagai the First Highlander (sebuah serial movie yang sempat populer di tahun 90-an). 

Berarti memang jumlah pertumbuhan penduduknya yang luar biasa cepat dan tidak didukung oleh tingkat mortalitas (kematian) yang bisa tepat komposisi ya. Alhasil jumlah kematian jauh lebih rendah daripada jumlah kelahiran. Faktor pendukung mortalitas dibabat habis dengan teknologi dan ilmu kedokteran. 

Meskipun secara usia tidak memperpanjang rentang waktunya, tapi dari sisi ancaman bisa disebut bahwa Predator pemangsa manusia seperti hewan buas, penyakit, perang, bencana alam, dan sakit penyakit bisa dibilang tak lagi seganas dulu karena sudah lebih terkendali.

Baru sekarang ini mulai muncul sebuah Predator baru yang disebut Corona Virus. Sampai hari ini angka mortalitas yang tercatat dikarenakan corona virus 'baru' menyentuh angka 4,3juta jiwa. Dibanding jumlah populasi penduduk dunia yang 7,9miliar sangatlah kecil angkanya. Perang dunia 2 memakan korban jiwa sekitar 55juta jiwa yang tercatat.

Jika kita menganggap bahwa jiwa-jiwa ini adalah sebuah energi berarti banyak sekali energi yang beredar di bumi ini. Mungkin lebih banyak dibandingkan dengan di semesta yang lain, jika pembaca mempercayai kemungkinan tersebut. Pada akhirnya semua tergantung apa yang kita percayai. 

Kalaupun jiwa-jiwa ini akan kembali ke Yang Maha Esa ya berarti ini hanyalah salah satu jalan untuk kembali pulang. Tapi kalau kita menganggapnya sebagai sebuah ancaman maka bisa jadi kita hidup dalam ketakutan dan paranoid yang sebenarnya tidak diperlukan. 

Bagaimanapun juga corona virus ini sudah beredar  dan tidak kasat mata hingga kita tidak secara sadar bisa mengenalinya dengan mudah. Seperti virus influenza, kita tidak pernah tahu wujud fisiknya hanya tahu ketika hidung mulai mampet atau tenggorokan mulai gatal.

Jadi daripada ketakutan dengan virus ini, sangat ada baiknya kita lebih menjalani hidup dengan kembali mensyukuri apa yang sudah kita terima tiap hari. Setiap tarikan dan hembusan nafas yang masih dititipkan ke kita tiap kita membuka mata di pagi hari. Karena kita tidak pernah tahu kapan titipan itu jatuh tempo dan kita tidak lagi membuka mata di suatu pagi di bumi ini. Kembali ke Yang Esa, setelah misi kita selesai di bumi ini. Dan siap ditugaskan untuk misi kita berikutnya dimanapun kita diutus oleh Sang Maha Esa.

Usia hanya masalah waktu saja, kesehatan bisa dijaga, penampilan bisa dirawat, tapi kesadaran akan keberadaan kita sebagai makhluk utusan perlu dikenali dan disadari. Dengan begitu siapapun kita, apapun yang kita kerjakan, dan bagaimanapun kondisi kehidupan di luar kita akan kita lihat hanay sebagai atribut tempelah yang hanya sementara sifatnya. Hingga kita kembali ke sumber kita yang sejati. Sang Maha Esa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun