Tak kusangka duduk didepanku, sesosok dara dengan putihnya gaun
Menatapku tajam, menyongsong sorot mataku dengan anggun
Hitamnya kutek kontras dengan gaunnya yang membelah bahu
Dengan jutek kutatap kembali dirinya tanpa ragu
Perlahan senyum tersirat di bibirnya
Sepenggal kulum kuteguk rona
Seperti saudara kehangatan terasa
Sesuatu membara di dalam sana
Gila rasanya merasuk ke dalam
Membelah raga menyeruak kelam
Kutemukan jiwa kupertajam rasa
Bagaikan gendewa siap membelah angkasa
Kutatap lagi dan kupertajam mata
Bagaikan elegi di tengah malam buta
Siapakah engkau duduk didepanku
Wahai dikau yang seolah membeku
Berbalik diri aku meragu
Apakah iri dan ingin tahu
Benarkah kamu lubuk hatiku
Yang tidak ragu menatap waktu
Akhirnya kusadar juga
Kamu hanya lamunan raga
Di siang bolong
Dalam jiwa yang kosong
Inilah aku dalam dua rona
Berupa kelabu diantara warna
Yang muncul dan mengejawantah
Bagi cangkul membajak sawah
Hitam putih bernuansa
Memadu kasih melenggang romansa
Dua sisi dari satu
Wujud diri yang bersatu
Gelap terang tak lagi dua
Telah hilang rindu tak bersua
Kembali padu dalam harmoni
Satu kalbu dalam wujud pelangi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H