- Surat keberatan harus ditandatangani oleh Wajib Pajak sendiri. Jika ditandatangani oleh pihak lain, maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
- Wajib Pajak tidak boleh mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP.
Undang-undang KUP telah mengatur mengenai langkah-langkah yang harus diambil setelah keberatan pajak dari Wajib Pajak ditolak atau hanya sebagian dikabulkan. Pasal 25 ayat (9) menjelaskan bahwa jika Wajib Pajak tidak mengajukan banding setelah keberatan tersebut diputuskan, jumlah pajak yang harus dibayarnya berdasarkan keputusan keberatan akan dikurangi dengan jumlah pajak yang telah dibayarkan sebelumnya, dengan batas waktu pembayaran selambat-lambatnya satu bulan setelah tanggal keputusan tersebut diterbitkan. Jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan penagihan secara paksa.
Selain itu, jika keberatan diajukan tanpa permohonan banding, Wajib Pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 30% dari jumlah pajak yang seharusnya dibayar berdasarkan keputusan keberatan yang dikabulkan sebagian oleh DJP. Namun, jika Wajib Pajak mengajukan banding terhadap keputusan tersebut, sanksi administrasi berupa denda sebesar 30% tidak akan diberlakukan.
Banding Pajak
Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan pajak, pada pasal 1 ayat 6 menjelaskan adanya peraturan mengenai Banding Pajak sebagai sebuah mekanisme hukum yang memungkinkan Wajib Pajak atau penanggung pajak untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul dari keputusan administrasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Saat Wajib Pajak atau penanggung pajak merasa tidak puas dengan keputusan keberatan yang telah diterima dari DJP, mereka memiliki hak untuk mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak yang berwenang.
Proses banding ini dimulai setelah terjadi ketidaksetujuan terhadap hasil keputusan keberatan, yang dapat berupa penolakan atau pengabulan sebagian dari keberatan yang diajukan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau terkait keputusan atas pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Dalam konteks ini, banding memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak untuk mencari keadilan atau klarifikasi lebih lanjut mengenai interpretasi atau penerapan ketentuan perpajakan dalam kasus mereka.
Dalam proses banding, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak agar permohonan banding dapat diterima dan diproses oleh badan peradilan pajak yang berwenang:
1. Wajib Pajak hanya dapat mengajukan satu surat banding untuk setiap keputusan administratif yang mereka ajukan banding.
2. Permohonan banding harus diajukan secara tertulis menggunakan bahasa Indonesia dalam waktu tiga bulan sejak Wajib Pajak menerima keputusan keberatan. Namun, jangka waktu ini dapat dikecualikan jika terdapat ketentuan lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.