Mohon tunggu...
MATTHEW ELIANSYAH
MATTHEW ELIANSYAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Dian Nusantara

Mahasiswa S1 Prodi Akuntansi - Universitas Dian Nusantara - NIM 121221126 - Mata kuliah Akuntansi Perpajakan - dosen pengampu Prof. Apollo Daito, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembetulan e-SPT, dan Kompensasi Kerugian Pajak

30 Juni 2024   17:16 Diperbarui: 30 Juni 2024   17:29 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SPT Pembetulan/konsultan pajak

Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) adalah instrumen penting dalam sistem perpajakan yang harus dilaporkan oleh semua wajib pajak, baik individu maupun badan usaha. SPT berfungsi sebagai sarana bagi wajib pajak untuk melaporkan seluruh informasi terkait keuangan mereka kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Informasi yang disajikan dalam SPT mencakup penghasilan, aset, kewajiban, serta transaksi keuangan lainnya yang relevan dalam satu tahun pajak.

Pelaporan SPT bertujuan untuk memastikan bahwa semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh wajib pajak telah memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melalui SPT, DJP dapat melakukan pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah dan menindak pelanggaran perpajakan, seperti penghindaran pajak dan penyembunyian penghasilan.

Proses pelaporan SPT dilakukan setiap tahun dan memiliki tenggat waktu yang harus dipatuhi oleh wajib pajak. Untuk wajib pajak orang pribadi, batas waktu pelaporan SPT adalah akhir Maret, sementara untuk wajib pajak badan adalah akhir April. Keterlambatan atau kelalaian dalam pelaporan SPT dapat mengakibatkan sanksi administratif berupa denda atau bahkan sanksi pidana jika ditemukan adanya unsur kesengajaan dalam pelanggaran tersebut.

Seiring dengan perkembangan teknologi, pelaporan SPT kini dapat dilakukan secara elektronik melalui sistem e-Filing yang disediakan oleh DJP. Sistem ini memudahkan wajib pajak dalam mengisi dan mengirimkan laporan SPT secara online, sehingga menghemat waktu dan mengurangi risiko kesalahan dalam pengisian formulir.

Pembetulan e-SPT

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, wajib pajak memiliki kesempatan untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang telah dilaporkan sebelumnya. Namun, pembetulan ini hanya dapat dilakukan selama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum memulai proses pemeriksaan. Pemeriksaan pajak adalah tindakan yang dilakukan oleh DJP untuk memastikan kebenaran pelaporan pajak dan bertujuan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.

Jika DJP telah menerbitkan Surat Pemeriksaan, maka wajib pajak kehilangan hak untuk membetulkan SPT yang telah dilaporkan. Proses pemeriksaan dimulai ketika Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (SP3) disampaikan kepada wajib pajak, atau kepada wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga wajib pajak yang sudah dewasa.

Dalam hal pembetulan SPT Tahunan, jika DJP telah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi, meskipun pemeriksaan bukti permulaan belum dilakukan, wajib pajak tidak lagi dapat membetulkan SPT. Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi menandakan bahwa DJP telah memulai langkah-langkah verifikasi terhadap laporan pajak yang disampaikan.

Dalam Pasal 1 ayat 7 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-02/PJ/2019 tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan, disebutkan bahwa:

SPT Pembetulan adalah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang disampaikan oleh wajib pajak dengan tujuan memperbaiki SPT yang telah dilaporkan sebelumnya.

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dilakukan atas beberapa alasan yang meliputi:

1. Kesalahan dalam penulisan informasi yang tercantum dalam SPT.

2. Kesalahan dalam melakukan perhitungan jumlah pajak yang seharusnya dibayar.

3. Kekeliruan dalam menerapkan ketentuan-ketentuan khusus yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

Ketentuan pembetulan SPT Tahunan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2018 tepatnya pada pasal 20, terdapat ketentuan mengenai pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang menyatakan adanya kerugian atau lebih bayar. Pembetulan SPT tersebut harus disampaikan paling lambat dua tahun sebelum masa daluwarsa penetapan, yang ditetapkan lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1).

Artinya, wajib pajak yang ingin membetulkan SPT yang menyatakan kerugian atau lebih bayar harus melakukannya dalam jangka waktu yang ditentukan, yaitu sebelum dua tahun menjelang masa daluwarsa penetapan. Daluwarsa penetapan ini adalah periode lima tahun yang dihitung sejak saat pajak terutang atau sejak berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), terdapat ketentuan mengenai batas waktu atau kedaluwarsa penetapan pajak yang ditetapkan selama 5 tahun setelah terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan. Artinya, jika suatu badan atau perusahaan ingin melakukan pembetulan SPT tahunan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) dari tahun 2015 hingga 2019 dengan melaporkan kerugian yang lebih besar daripada yang tercatat dalam SPT awal, perlu memperhatikan batasan waktu yang telah ditetapkan.

Badan atau perusahaan tersebut tidak bisa lagi membetulkan SPT Tahunan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2015 dan Tahun Pajak 2016 karena SPT tahunan untuk tahun-tahun tersebut sudah kedaluwarsa pada tahun 2020 dan 2021. Oleh karena itu, batas waktu terakhir untuk melakukan pembetulan adalah untuk Tahun Pajak 2018 dan 2019, yaitu dua tahun sebelum kedaluwarsa penetapan.

Jika setelah dilakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) terdapat kekurangan dalam pembayaran utang pajak yang seharusnya, maka ada ketentuan mengenai sanksi bunga atas kekurangan tersebut yang diatur dalam Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Apabila wajib pajak melakukan pembetulan SPT Tahunan yang mengakibatkan jumlah utang pajak menjadi lebih besar, wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga. Besaran bunga ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan dihitung per bulan berdasarkan jumlah pajak yang kurang dibayar. Perhitungan bunga dimulai sejak berakhirnya batas waktu penyampaian SPT hingga tanggal pembayaran. Sanksi bunga ini dikenakan selama maksimal 24 bulan, dengan bagian bulan yang kurang dari satu bulan tetap dihitung sebagai satu bulan penuh.

Tarif bunga per bulan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mengacu pada suku bunga acuan yang berlaku, ditambah 5%, kemudian dibagi 12 untuk mendapatkan tarif per bulannya. Tarif ini mulai berlaku sejak tanggal dimulainya perhitungan sanksi.

Langkah-langkah melakukan pembetulan SPT

Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) melalui DJP Online:

  • Login ke DJP Online

Kunjungi situs DJP Online di djponline.pajak.go.id dan login menggunakan akun yang terdiri dari NPWP dan password.

  • Akses Menu "e-Filing"

Setelah berhasil login, klik menu "Lapor" di dashboard utama. Kemudian, pilih "e-Filling", lalu pilih opsi "Buat SPT" untuk memulai proses pembetulan SPT.

  • Isi Status Pembetulan

Pada menu "Status SPT", isi tahun SPT yang ingin dilakukan pembetulan dan tentukan pembetulan keberapa yang Anda lakukan. Misalnya, jika ini adalah pembetulan pertama, isi dengan angka 1.

  • Perbaiki Data yang Keliru

Lakukan perbaikan atau ubah data yang diketahui keliru dalam SPT sebelumnya. Pastikan semua informasi yang Anda masukkan sudah benar dan sesuai dengan kondisi keuangan Anda.

  • Submit Pembetulan

Setelah semua data diperbaiki, klik tombol 'Submit' untuk mengirimkan SPT pembetulan Anda. Pastikan Anda telah memeriksa kembali semua informasi sebelum mengirimkan.

Kompensasi kerugian

Ketentuan mengenai kompensasi kerugian dalam peraturan perpajakan Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Pasal 6 ayat 2 UU tersebut memberikan landasan bagi wajib pajak untuk menggunakan kerugian fiskal yang terjadi dalam satu tahun pajak sebagai pengurang penghasilan pada tahun pajak berikutnya, hingga maksimal 5 tahun ke depan. Hal ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas kepada wajib pajak dalam mengelola beban pajak yang harus mereka bayar, dengan cara memperhitungkan kerugian yang dialami sebagai bagian dari pengurang pajak yang diperbolehkan.

Namun, penggunaan kerugian fiskal memiliki batasan tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2018, kerugian fiskal yang berasal dari kegiatan bisnis di luar negeri tidak dapat digunakan untuk mengurangi penghasilan yang diperoleh di dalam negeri dalam perhitungan pajak. Ketentuan ini berlaku untuk segala bentuk kegiatan bisnis di luar negeri, baik yang dilakukan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) maupun yang tidak.

Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memberikan wajib pajak hak untuk mengajukan permohonan pembetulan Surat Ketetapan Pajak (SKP) jika terdapat kesalahan dalam pelaporan perpajakan mereka, termasuk untuk memperbaiki penggunaan kerugian fiskal yang mungkin tidak optimal atau tidak diperhitungkan dengan benar. Hal ini penting karena DJP memiliki kewenangan untuk membetulkan SKP dan produk hukum perpajakan lainnya jika ditemukan kesalahan administratif seperti kesalahan penulisan atau perhitungan dalam laporan perpajakan.

Pembetulan SKP merupakan mekanisme yang diberikan untuk memastikan bahwa wajib pajak dapat memanfaatkan secara maksimal keringanan pajak yang seharusnya mereka dapatkan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ini juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam mendorong kepatuhan dan keadilan dalam sistem perpajakan, di mana wajib pajak diharapkan untuk tetap patuh terhadap aturan sambil memanfaatkan hak-hak yang dijamin oleh undang-undang perpajakan.


Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan terkait dengan kompensasi kerugian fiskal. Kerugian fiskal yang diakui harus didasarkan pada ketetapan pajak yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Selain itu, wajib pajak juga dapat mengakui kerugian fiskal berdasarkan laporan mereka sendiri dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh), yang merupakan bagian dari penilaian sendiri (self-assessment), jika belum ada ketetapan pajak dari DJP. Dengan kata lain, pengakuan kerugian fiskal dapat dilakukan baik melalui pemeriksaan yang dilakukan DJP maupun melalui pelaporan langsung oleh wajib pajak.

Jika nantinya hasil pemeriksaan pajak menunjukkan bahwa jumlah kerugian fiskal berbeda dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, atau jika pemeriksaan tidak menemukan adanya kerugian, maka pengakuan kompensasi kerugian fiskal harus segera diperbaiki. Revisi ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur pembetulan SPT yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pelaporan pajak tetap akurat dan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang sebenarnya.

Referensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun