Di tengah hutan, di bawah guyuran hujan deras, Tjoet Nya' Dhien duduk bersimpuh di atas tanah. Kerudung dan pakaiannya basah kuyup. Mulutnya terus bergumam, menyebut asma Allah, menangis, menyesali nasib Pang Laot yang mati ditembak marsose.
Pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Veltman menatap Tjoet Nya' Dhien dari jarak sekitar 5 meter. Mereka ingin menangkap Tjoet Nya' Dhien. Tetapi tidak segera dilakukan. Mereka seperti terkesima, mungkin juga kasihan melihat sosok Tjoet Nya' Dhien. Ada rasa hormat terhadap pejuang wanita yang sudah mulai tua itu. Kapten Veltman membuka topinya sebagai tanda hormat.
Tjoet Nya' Dhien yang terus bergumam menyebut nama Pang Laot. Tubuhnya menggigil menahan dingin.
Kapten Veltman mendekatinya lalu jongkok di samping Tjoet Nya' Dhien. Dengan nada tertahan dia berkata, "Maafkan saya datang sebagai prajurit...saya Kapiten Veltman.....saya diperintahkan dan berkewajiban menjalankan ini.....maafkan saya...maafkan....saya ditugaskan membawa Anda...."
Tjoet Nya' Dhien bergeming, ia tak sudi mendengarkan suara musuh yang paling dibencinya, kaphe-kaphe (kafir). Veltman menyadari hal itu. Dia lalu meminta Teuku Leubeh untuk membujuk Tjoet Nya' Dhien.
Teuku Leubeh menjalankan tugasnya. Ia membujuk Tjoet Nya' Dhien, meminta Tjoet Nya' Dhien mengikuti permintaan kaphe-kaphe untuk menyerah. Tjoet Nya' Dhien dijanjikan akan dirawat dengan baik.
Tjoet Nyak Dhien tidak menjawab. Tiba-tiba ia meraung, menerjang Teuku Leubeh, menikam lelaki itu dengan rencong sambil berteriak, "Bikin malu kaum!"
Teuku Leubeh roboh meregang nyawa, para serdadu anak buah Kapten Vieltman siap menembaknya, tapi dilarang oleh sang komandan.
"Jangan ditembak, bawa dia! Perlakukan dengan baik!" kata Velman kepada anak buahnya. Tjoet Nya Dhien lalu ditandu, di bawah ke luar hutan.
Itulah hari terakhir Tjoet Nya Dhien dalam perlawanannya melawan Belanda yang digambarkan dalam film Tjoet Nya' Dhien karya Eros Djarot (1988). Sebuah adegan paling mengesankan dari film terbaik yang pernah dibuat di Indonesia.
Film ini drama epos biografi itu memenangkan Piala Citra sebagai film terbaik dalam Festival Film Indonesia 1988. Film ini dibintangi Christine Hakim sebagai Tjoet Nja' Dhien, Piet Burnama sebagai Panglima Laot, Slamet Rahardjo (kakak Eros Djarot) sebagai Teuku Umar, dan Rudy Wowor.
Tjoet Nja' Dhien (Cut Nyak Dhien - ejaan baru) adalah pahlawan wanita kelahiran Lampadang, Kerajaan Aceh, tahun 1848. Ia bertempur melawan Belanda setelah suaminya, Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni1878, ketika melawan Belanda.
Sejak itu Tjoet Nya' Dhien bersumpah akan menghancurkan Belanda.
Namun sejarah berkata lain. Dia ditawan Belanda, lalu dibuang ke Sumedang, Jawa Barat hingga akhir hayatnya. Ia lalu dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Atas jasa-jasanya dalam perjuangan, dia diangkat sebagai pahlawan nasional.
Ratna Sarumpaet.
Seperti adagium, sejarah selalu berulang, nama Cut Nya' Dhien (sengaja pakai baru) muncul lagi di era modern ini. Adalah seorang perempuan tua bernama Ratna Sarumpaet (RS), yang sering mengaum-aum menunjukkan kemarahannya kepada siapa pun, yang menurutnya telah menyimpang dari adab, dari ketentuan, undang-undang, atau cita-cita bangsa.
RS, mantan pemain dan sutradara teater, di usianya yang merangkak senja ini telah menjelma menjadi aktivis yang garang. Dia lawan ormas, dia lawat aparat, bahkan kepala negara.
Energi RS seperti tak pernah habis dalam perlawanan. Dia ada di mana-mana, di Jakarta maupun daerah. Ketika KM Sinar Bangun tenggelam di Danau Toba, dia ada di sana. Ikut marah-marah melihat kinerja petugas yang dinilainya lamban menangani korban. Dia sempat beradu mulut dengan keluarga korban dan Menko Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan.
Belakangan, dia tidak sekedar menempatkan diri sebagai aktivis, melainkan bertransformasi menjadi oposan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Apa saja kebijakan pemerintah dikritisi.
Karena sikap dan keberaniannya itu RS lalu diajak masuk ke barisan oposisi pemerintah, dan dalam Pilpres 2019 masuk ke dalam Tim Pemenangan Calon nomor 2 Prabowo Subianto. Tugasnya antara lain menjadi Juru Kampanye.
Sebuah "malapetaka" terjadi. RS dikabarkan babak belur dihajar oleh orang-orang tak dikenal ketika mengantar temanya yang orang asing, ke Bandara Husein Sasranegara Bandung, 21 September 2018 lalu.
Menurut cerita, taksi yang ditumpangi RS distop tiga orang tak dikenal, RS lalu dipukuli hingga babak belur. Kabar tersebut mencuat seminggu kemudian. Foto-foto wanita dengan wajah babak belur dengan cepat beredar di media online, televisi hingga media sosial.
Adalah Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon yang menyampaikamnya ke publik, sambil mengunggah foto dirinya bersama RS dengan muka masih lebam.
Ibu kandung artis cantik Atiqah Hasiholan itu tidak melapor ke polisi. Menurut pengacara Habiburohman, RS tidak mau melapor karena trauma dan merasa apatis dengan kinerja kepolisian.
Seperti paduan suara yang sambung menyambung, ucapan keprihatinan, kemarahan, bahkan kecaman, bermunculan dari kubu oposisi. Kasus RS merupakan amunisi dahsyat untuk menghantam pemerintah.
Segala media digunakan untuk menyuarakan sikap mereka. Bahkan di tengah acara Indonesia Lawyer Club yang tengah membahas peristiwa gempa di Sulawesi Tengah, sempat muncul breaking news jumpa pers Capres No.2 Prabowo Subianto ditemani Amien Rais dan timnya, untuk menyampaikan sikap tentang kasus yang dialami RS.
Putri Amien Rais, Hanum Salsabiela Rais, dalam akun Instagramnya, @hanumrais, pada Selasa (3/10/2018), ia mengunggah sebuah video yang menunjukkan dirinya sedang berjalan bersama Ratna Sarumpaet.
Dia menangis tersedu-sedu menjunjukkan kesedihannya atas kemalangan yang dialami RS. Di situlah ia menyebut RS sebagai Cut Nyak Dien dan Kartini masa kini.
Di media sosial -- seperti biasa -- silang pendapat terjadi antara pendukung Capres No. 1 dan No.2 dalam menanggapi kasus ini. Kehebohan kasus yang dialami RS nyaris mengalahkan berita penanganan korban gempa di Palu dan Donggala. Bahkan dolar yang diam-diam merangkak naik, nyaris luput dari perhatian.
Pihak kepolisian yang telah didiskreditkan, mencoba tetap tenang seraya menganjurkan agar RS melapor. Polisi diam-diam melakukan penyidikan, mengumpulkan bukti-bukti berdasarkan berita media.
Soal TKP, yang menurut RS di area Bandara Husein Sasranegara Bandung, ditelusuri. Pihak bandara menyatakan tidak pernah ada peristiwa pengeroyokan pada tanggal yang disebutkan.
Hasil penelusuran polisi di 23 rumah sakit di Bandung tidak satu pun yang pernah menerima RS.
Polisi tidak berhenti. Penelusuran lainnya membuktikan RS pada tanggal 21 - 24 September berada di Jakarta. Pada tanggal itu ternyata RS sedang menjalani perawatan kecantikan, sedot lemak, di RS Bina Estetika Menteng, Jakarta.
Soal perawatan kecantikan itu sebelumnya dr. Tompi, dokter kecantikan yang dikenal sebagai penyanyi, dalam akun instagramnya mengatakan pembengkakan dan luka di wajah RS memiliki ciri-ciri seperti habis melalukan perawatan kecantikan, bukan penganiayaan.
Sebaliknya Hanum Rais, yang juga mengaku sebagai dokter, dalam akun instagramnya menegaskan bahwa, berdasarkan pengamatannya sebagai dokter, luka dan lebam di wajah RS adalah akibat penganiayaan.
Silang pendapat masih terus terjadi. Bahkan Tompi sempat dibully oleh dua pengurus Partai Demokrat, Andi Arief dan Ferdinan Hutahaean.
Kamis (3/9/2018) kepolisian menggelar jumpa pers. Dalam keterangannya polisi mengatakan RS bukan korban penganiayaan, melainkan habis melakukan operasi sedot lemak di wajahnya. Polisi menunjukkan bukti-bukti transfer uang dari RS
Hanum Rais kemudian meminta maaf kepada warganet setelah Ratna mengakui kebohongannya.
"Memohon maaf adalah ajaran besar dalam Islam ketika kita berbuat keliru. Saya secara pribadi mohon maaf atas kecerobohan dalam mengunggah berita meski telah bertabayyun pada ibu Ratna langsung," demikian cuit Hanum Rais, Rabu (3/10).
Hanum mengakui, hubungan baiknya dengan Ratna membuat ia merasa iba ketika mendengar cerita dari Ratna. Namun, menurut Ratna, cerita bohong tersebut telah merusak kepercayaan pihaknya terhadap Ratna.
"Naas, beliau mencederai kepercayaan kami semua, seluruh masyarakat indonesia. #kebohonganRatna," ujar Hanum.
Polisi menemukan bukti transfer uang dari RS ke rumah sakit untuk biaya perawatan kecantikan. Selain itu ditampilkan juga gambar-gambar hasil rekaman cctv yang memperlihatkan aktivitas RS di rumah sakit, antara tanggal 21 - 24 September 2018.
Merasa sandiwaranya terbuka, pada hari itu juga, pukul 15.00 RS mengundang media ke rumahnya di kawasan Kampung Melayu Kecil, Bukit Duri untuk menggelar jumpa pers atas peristiwa yang dialaminya.
Dalam jumpa pers sang "Cut Nya Dhien" duduk ditemani oleh tiga orang muda -- 2 perempuan dan lelaki -- menghadapi sebuah meja yang di atasnya terdapat sepiring kue basah.
Dengan terbata-bata, dia menceritakan duduk persoalan sebenarnya dari kisah yang dialami. "Cut Nya Dhien" modern yang tampak lebih kencang wajahnya dari hari-hari sebelumnya, akhirnya mengakui, bahwa cerita penganiayaan yang dialaminya adalah karangan dirinya semata untuk memberi alasan kepada anaknya ketika ia pulang dengan wajah babak belur.
Kebohongan yang satu ditambah dengan kebohongan lain. Setelah kepada anaknya, ia berbohong kepada Capres Prabowo Subianto, kepada Fadli Zon, kepada Hanum Rais, dan elit di jajaran Capres Nomor 2.
Kemudian para elit di kubu Capres nomor 2 menjadi corong kebohongan RS. Gemanya terus membesar karena dibumbui dengan emosi ditambah drama-drama yang nyaris sempurna.
Antiklimaks
Pengakuan RS seperti palu godam yang menghantam para pendukungnya. Segala teori-teori yang dibangun, rancangan yang telah dibuat, runtuh seketika. Gatotkaca berubah menjadi cepot, selebritas menjadi puteri malu. Mulut-mulut lantang, mendadak bungkam, wajah-wajah garang menjadi kuyu.
RS yang disamakan dengan Cut Nya' Dhien tidak lagi garang seperti Tjoet Nya Dhien, dia sadar telah melakukan perbuatan hina, membuat kebohongan besar.
"Saya adalah adalah pencipta hoaks terbaik," katanya dalam jumpa pers pengakuan dosa.
Drama tidak berhenti sampai di situ. Capres nomor 2 dan pendukunganya langsung mengambil kobokan, untuk mencuci tangan, merasa dibohongi. Prabowo Subianto, Fadli Zon, Rachel Maryam dan Hanum Rais hampir kompak menyatakan hal yang sama: dibohongi. Sandiaga Uno bahkan berniat melaporlan RS ke polisi, walau kemudian tak dilakukan.
Kini dibangun narasi baru bahwa kebaikan mereka, adalah kelemahan. Menyampaikan permohoman maaf adalah sikap mulia dan ksatria. Mereka bandingkan dengan sikap Presiden Jokowi yang tidak pernah minta maaf atas kegagalan mewujudkan janji-janjinya.
Sementara mereka menghembuskan narasi-narasi baru dengan tujuan membela diri dan tetap fokus menyudutkan pemerintah, RS mulai mendapatkan imbalan setimpal atas dosa-dosanya. Kamis malam dia ditangkap di Bandara Soekarno - Hatta menjelang keberangkatannya ke Cile, melalui Turki.
Seperti Tjoet Nya ' Dhien, dia juga ditangkap, dibawa ke kantor polisi dan dinterogasi. Namun dalam penangkapan itu tidak ada Teuku Leubeh menyaksikan. "Teuku-Teuku Leubeh" yang dulu dekat dengannya, kini mengawasi dari jauh.
RS mungkin marah kepada mereka, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan mencabut rencong untuk menikam "Teuku Leubeh", membela diripun rasanya dia tak sanggup lagi. Jika Tjoet Nya' Dhien ditangkap dengan penuh hormat, RS menjadi pesakitan sambil menghadapi cacian, hinaan, dan pengkhianatan.
Satu hari setelah penangkapan RS, aktor kawakan Rudy Wowor yang berperan sebagai Kapten Veltman dalam film Tjoet Nya Dhien, meninggal dunia.Â
Paradoks antara film dan kehidupan nyata. Paradoks antara Tjoet Nya' Dhien dan Ratna Sarumpaet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H