Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Demokrat Bergabung Prabowo Bingung; PKS Digantung, PAN "Mutung"

8 Agustus 2018   12:41 Diperbarui: 8 Agustus 2018   16:27 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Besarnya dukungan yang dimiliki Prabowo tidak serta merta membuat langkahnya semakin pasti dan pikirannya tenang. Justru ia semakin gamang.  Masalahnya semua pendukung punya pamrih. Mau mendukung asal kadernya jadi pendamping.

PKS sudah sejak awal menyiapkan kader untuk menjadi Cawapres, PAN juga demikian, dan Demokrat tentu saja datang dengan membawa impian. Walau SBY mengatakan AHY tidak harus menjadi Cawapres, tetapi dari statemen-statemen pengurus maupun "Tim Hore"nya dapat dibaca bahwa keinginan untuk mendudukan putra mahkota Demokrat di kursi Cawapres, tak bisa ditawar.  Belum lagi bila melihat sosialisasi yang masif melalui baliho dan orasi di televisi, yang menampilkan AHY.

Perlu waktu bagi Prabowo untuk memutuskan siapa pendampingya. Dia terus melintir kiri-kanan untuk memohon pengertian kepada para pendukungnya, jika suatu saat harus memutuskan sebuah nama. Yah, seperti lirik lahu Pance Pondaag, "untuk sebuah nama...mata tak pernah pejam..."

Seperti itulah, mungkin, kondisi Prabowo saat ini.

Keputusan Ijtima Ulama tak bisa dianggap main-main, terutama untuk opsi kedua. Nama UAS yang melejit dalam setahun terakhir di panggung nasional, memiliki dukungan yang terus menguat untuk menjadi Cawapres. UAS dinilai menjadi solusi dari permasalahan bangsa saat ini.

Bagi Prabowo, ini jelas buah simalakama baru. Diterima, partai pendukung bakal "kuciwa"; tidak diterima umat yang konon jumlahnya sampai 100 juta lebih pendukung UAS, akan kecewa.

Faktor UAS ini jauh lebih memusingkan bagi Prabowo, karena ketiga partai pendukung tentu tidak legowo kalau hanya ngasih dukungan tapi tidak dapat kursi Cawapres.

PKS melalui elitnya menegaskan harus dapat kursi Wapres. Kalau tidak mengancam mundur dari koalisi. PAN sudah jauh-jauh hari mencalonkan Ketumnya jadi Presiden atau setidaknya Wapres.

Demokrat tentu tidak mau menyerah begitu saja. Meski pun AHY dinilai masih hijau, kemudian Persaudaraan Alumni (PA) 212 meminta Demokrat bergabung ke Koalisi Keumatan asal tidak mencalonkan AHY sebagai pendamping Prabowo, tetapi AHY memiliki elektabilitas tertinggi dibandingkan  calon lain. Demokrat juga memiliki kursi lebih banyak di DPR dibandingkan PAN dan PKS.

Persoalan yang dihadapi saat ini sangat pelik. Dia bingung untuk memutuskan siapa pendampingnya. Cara terbaik yang diambil untuk sementara adalah menggantung persoalan. Meski pun Ijtima Ulama dan tokoh sudah memiliki rekomendasi jelas, dia belum juga memutuskan. Sebab memutuskan salah satu antara UAS atau Salim Segaf Al Jufri (PKS) saja, tidak mudah,  apalagi ditambah  Zulkifli Hasan dan AHY.

Juga tidak boleh dilupakan, Yusril Ihza Mahendra sudah sejak lama disebut-sebut sebagai sosok yang pantas menimpin Indonesia. Selain itu Amin Rais juga pernah digadang-gadang untuk mencalonkan diri, setelah bangsa peniru ini terinspirasi dengan kemenangan Mahathir Mohammad di Malaysia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun