Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

DR. Anna Mariana, Menebar Energi Baik Melalui Tenun dan Songket

6 Agustus 2018   12:40 Diperbarui: 6 Agustus 2018   13:11 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anna Mariana ketika tampil di Kompas TV. (Foto: Dudut Suhendra Putra)

"Kain-kain yang memiliki motif unik dan memiliki nilai tinggi itu perlu dilindungi hak ciptanya. Saya membantu para perajin untuk mau mematenkan karya mereka, karena saya juga menciptakan beberapa motif dan sudah saya patenkan. Tetapi untuk perajin tradisional yang memang membutuhkan karya saya untuk kehidupan mereka, saya mengijinkan membuat kain dengan motif yang saya ciptakan," papar Anna.

Tenunan merupakan kekayaan budaya Indonesia yang sudah ada di Nusantara sejak dulu. Namun seiring kemajuan jaman, banyak anak-anak muda yang tidak tertarik lagi jadi penenun, karena menenun membutuhkan proses yang lama. Banyak anak-anak muda di Bali, menurutnya, memilih jadi pelaut karena lebih mendapat kepastian untuk mendapatkan penghasilan.  Anna lalu menggugah mereka, dan mengingatkan bahwa kalau mau serius menangani kain tenun tradisional, mereka juga bisa mendapat uang yang banyak. Tapi prosesnya tidak seperti membuat mi instan. Akhirnya banyak yang mau, dan sekarang mulai ada regenerasi.

"Memang tidak mudah membuat kain tenun tradisional kita. Mulai dari bahan bakunya yang menggunakan serat kayu dari pohon yang khusus, bahan pewarna alaminya yang juga diambil dari pohon-pohoh tertentu. Alat produksinya pun masih sangat tradisional, tidak bisa digantikan dengan alat yang lebih canggih. Pernah ada teman dari luar negeri yang mencoba membuat alat tenun dari besi agar lebih kuat dan tahan lama. Ternyata itu tidak bisa dipakai oleh para penenun," katanya.

Diakui, bahan-bahan kain juga tidak bisa digantikan dengan benang-benang yang dibuat oleh industri. Begitu juga dengan bahan pewarnanya, tidak bisa dibuat dengan pewarna sintetis. Dan tentu saja pembuatannya yang lama, membuat tenunan itu tidak mudah diproduksi. Itulah yang membuat pengembangannya terasa lambat, sehingga ada kendala untuk memenuhi permintaan pasar.

Batik Betawi.

Bicara tentang Batik, masyarakat umum pasti akan berpikir asal daerah-daerah di mana kain yang memiliki kaya corak itu dihasilkan. Batik identik dengan budaya Jawa. Seolah pemakai batik hanyalah orang-orang di Jawa, terutama Jawa Tengah.  

Sejak Batik ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 dan ditetapkannya Hari Batik Nasional melalui Keputusan Presiden No. 33/2009, popularitas Batik terus meningkat sehingga hampir setiap daerah ingin memiliki batik khas sendiri.

Jauh sebelumnya batik sudah menjadi pakaian formal dalam acara-acara penting dan produksi batik telah ada di seluruh Indonesia mulai dari Aceh hingga Papua, dengan ciri khas masing-masing. Akan tetapi tetap saja Batik identik dengan etnis Jawa karena pemakai terbesar dan produksi batik terbanyak ada di Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah, khususnya di Solo, Yogyakarta dan Pekalongan, walau di Cirebon, Jawa Barat juga ada sentra Batik terkenal yakni di Trusmi.

Banyak yang tidak tahu bahwa etnik Betawi (Jakarta) juga sudah lama membuat Batik. Sayang Batik Betawi tidak sepopuler batik asal Jawa Tengah atau Cirebon. Masyarakat Betawi sendiri belum terbiasa memakai Batik Betawi dalam keseharian maupun dalam acara-acara khusus. Batik Betawi belum masuk hitungan sebagai corak batik yang populer di tingkat nasional.

Melihat hal itu Anna Mariana yang sudah puluhan tahun tinggal di Jakarta merasa tergerak untuk membangkitkan Batik Betawi. Ia memulainya dengan  mengkreasikan tenun dan songket Betawi. Ia mengakui, terciptanya tenun Babe juga atas inisiasi dari Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Soni Soemarsono, tahun 2017. Sebagai tokoh dan pelopor tenun Nusantara, Anna senang bereksperimen membuat disain yang memuat corak bernafas baru. Ia lalu menciptakan disain dengan sentuhan budaya Bali dan Betawi (Babe) dalam selembar kain 

Fashion show tenun dan songket Betawi karya Anna Mariana di Kampung Betawi Jagakarta. (Dok. Pribadi)
Fashion show tenun dan songket Betawi karya Anna Mariana di Kampung Betawi Jagakarta. (Dok. Pribadi)
tenun.

Sejak dulu budaya Betawi tumbuh dan berkembang dari beragam akulturasi antara Cina, India, Arab dan Melayu. Menurutnya  akan memberikan khasanah pluralisme Jakarta dan memperkuat NKRI. Motif tenun Babe yang memadukan dua daerah itu memperlihatkan ikon Betawi seperti Monas, Sirih Kuning, Ondel-Ondel, Tanjidor dan Elang Bondol. Sedangkan ikon Bali yang muncul berkisar pada Tari Pendet, Barong dan Pura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun