Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Malam Anugerah FFI di Kota Banyak Aksi

16 Desember 2017   10:01 Diperbarui: 16 Desember 2017   10:07 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama dua tahun berturut-turut, Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut) menjadi tuan rumah event perfilman Nasional. Pada tahun 2016 Manado menjadi tuan rumah Apresiasi Film Indonesia (AFI) dan tahun 2017 ini, tepatnya 11 November lalu menjadi tempat Penganugerahan Piala Citra untuk insan film berprestasi versi Festival Film Indonesia (FFI).

Sebagai tuan rumah, sesuai komitmen Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Badan Perfilman Indonesia (BPI), Pemprov Sulut akan menanggung seluruh pembiayaan selama kegiatan berlangsung di Manado, termasuk membiayai 400 orang rombongan dari Jakarta yang terdiri dari Juri FFI, artis dan karyawan film, seniman dan budayawan, juga wartawan.

Biaya yang dianggarkan Pemprov Sulut untuk menjadi tuan rumah FFI 2017 ini menurut sumber mencapai Rp.10 milyar. Kemunginan dari APBD. Jadi kegiatan di Sulut menggunakan dana pemerintah.

"Jadi kalau pemerintah memberangkatkan orang, tidak mungkin orang itu hanya dikasih ongkos dan hotel saja. Tentu saja ada yang namanya lump sum, biaya yang dibutuhkan untuk seseorang yaag dikirim pemerintah selama di luar kota atau luar negeri," kata Kepada Pusbang Perfilman DR. Maman Wijaya kepada penulis.

Pada tanggal 9 rombongan berangkat dari Jakarta menggunakan Garuda Indonesia, tetapi dengan jadwal berbeda. Tiket sudah disiapkan (PP) oleh panitia lokal. Transportasi lokal dari Bandara Sam Ratulangi ke hotel masing-masing juga disediakan panitia, termasuk transportasi massal dari hotel ke tempat acara, yakni acara Gala Dinner di Kediaman resmi Gubernur Sulut pada tanggal 10 dan dari Hotel ke tempat acara puncak di Grand Kawanua City Internasional, pada 11 November 2017.

Di luar itu seolah panitia lepas tangan. Lump sum yang dijanjikan sebelum rombongan berangkat dari Jakarta tidak pernah ada. Ketika sampai di Bandara Sam Ratulangi, boarding pass semua anggota rombongan diminta, sebagai bukti keikutsertaan. Dengan itu Pemprov Sulut akan memberikan "hak" anggota rombongan.

Soal lump sum ini sempat jadi perbincangan hangat, walau sebagian besar anggota rombongan terkesan tidak ingin meributkan, karena merasa kalau menuntut "haknya" akan sangat memalukan. Jadi lebih baik diam sambil menahan dongkol.

Sebagai rasa tanggungjawab karena banyak juga yang menanyakan padanya, Ketua Pelaksana FFI 2017 sempat "menagih" ke penanggungjawab keuangan panitia lokal, dalam hal ini Kepala Dinas Pariwisata Sulut, Dr. Drh. Fredrik Rotinsulu. Yang terjadi adalah dialog panas melalui WA oleh keduanya.

Sebagaimana ditulis oleh balaikita.com (5/12/2017) Dr. Fredrik Rotinsulu mengatakan  Pemprov Sulut akan membayar kewajibannya sebelum tanggal 15 Desember 2017, karena semua masih diverifikasi dan akan dibayarkan oleh Bank Sulut.

"Semoga sebelum tanggal 15 (Desember) sudah terkirim semua, empat ratus personil," kata Rotinsulu seperti dikutip balaikita.com.

Hari ini sudah lewat satu hari dari waktu yang dijanjikan. Menurut Ketua BPI Ir. Chand Perwez Servia, kalau sampai tanggal 15 tidak dibayarkan, berarti anggaran itu harus kembali ke negara.

Untuk siapa?

Lepas dari soal kisruh keuangan yang mewarnainya, pelaksanaan acara puncak FFI di Manado juga patut dipertanyakan: untuk siapa FFI di Manado diadakan?

Apakah untuk insan film? Untuk gengsi jajaran pemerintah daerah? Atau untuk masyarakat?

Pelaksanaan pemberian penghargaan FFI 2017 di Manado terkesan sangat eksklusif. insan film yang datang ke Manado seperti berada di Menara Gading, jauh dari masyarakat. Tidak ada kegiatan yang mendekatkan insan film dengan masyarakat, sehingga masyarakat merasa dekat dengan idolanya dan pada gilirannya memberikan apresiasi yang lebih baik bagi film nasional. Satu-satunya kegiatan yang berinteraksi dengan masyarakat adalah kunjungan ke SMK1 Manado oleh beberapa insan film.

Kota Manado pada tanggal 9 -- 11 Desember 2017 tidak menunjukkan tanda-tanda ada event perfilman nasional yang besar bernama Puncak FFI 2017. Spanduk atau baliho tidak ditemui di tengah kota. Penulis hanya melihat sebuah baliho besar dengan wajah isteri Gubernur Sulut  Rita Dodokambey, dan tulisan tentang pelaksanaan FFI di Manado. Selebihnya tidak terlihat.

Beberapa anggota masyarakat yang ditemui penulis mengaku tidak tahu banyak tentang kegiatan FFI di Manado. Mereka juga nampaknya tidak terlalu ingin tahu.

Menurut Ketua Panpel FFI 2017 Leni Lolang, panitia lokal sempat meminta agar diadakan Pawai Artis, tetapi ketika Leni mengatakan artis perlu dibayar untuk mengikuti kegiatan itu, panitia setempat tidak bersedia mengeluarkan biaya, sehingga kegiatan itu ditiadakan.

Gubernur Sulut Olly Dodokambey dalam wawancara dengan wartawan di tempat kediaman resminya mengatakan event perfilman nasional sangat besar manfaatnya untuk mempromosikan Sulut. Dengan kegiatan itu diharapkan masyarakat di luar Sulut akan lebih mengenal Sulut.

Perfilman, kata Gubernur Sulut, berhasil mempromosikan Sulut ke dunia luar, sehingga pariwisata Sulut meningkat 1000 persen! Pertumbuhan ekonomi Sulut mencapai 6,2 persen, di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.

Dibutuhkan kajian yang lebih mendalam terhadap korelasi pelaksanaan AFI / FFI terhadap peningkatan kunjungan wisatawan ke Sulut. Apalagi dalam kegiatan FFI di Manado, Pemprov Sulut tidak memanfaatkan kedatangan artis nasional untuk mempromosikan pariwisata di Sulut.

Beberapa daerah lain yang menjadi tuan rumah FFI sebelumnya melakukan itu. Pemprov Riau mengajak rombongan FFI tahun 2017 ke Siak, Pemkot Batu pada FFI 2018 mengajak ke berbagai obyek wisata di Batu, Pemprov Sumsel pada FFI 2014 membawa wartawan ke Kompleks olahraga Jakabaring. Pemprov Sulut tidak melakukan apa-apa.

Jika melihat persoalan lump sum yang sampai saat ini entah ke mana rimbanya dan situasi di Kota Manado sendiri pada saat pelaksanaan acara puncak FFI berlangsung, perlu dipertanyakan, apakah Pemprov Sulut benar-benar mampu (serius) menjadi tuan rumah event perfilman nasional.

Jangan sampai kesediaan menjadi tuan rumah hanya sekedar menunjukkan "aksi" (gaya-gayaan) semata, seperti ungkapan yang sangat terkenal di Manado "Lebih baik kalah nasi daripada kalah aksi". Padahal kegiatan itu sangat memberatkan APBD Sulut. Maju Terus Film Indonesia! (why16661@gmail.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun