Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pariwisata: Jangan Gembira dengan Bebas Visa

10 Juli 2015   10:37 Diperbarui: 10 Juli 2015   10:43 3108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Pariwisata Arief Yahya bersama sutradara dan produser asal Perancis, Alexandre Debanne (hw)

Baru-baru ini, dalam acara berbuka puasa di hotel mewah bersama wartawan, Menteri Pariwisata Arif Yahya mengumumkan bahwa pada tahun 2015 Indonesia akan menerapkan bebas visa untuk 30 negara. Sementara saat ini baru 15 negara. Dengan bertambahnya jumlah negara yang mendapatkan fasilitas bebas visa tersebut, diharapkan kunjungan wisatawan ke Indonesia pun akan meningkat. Jika tahun 2015 ini kunjungan Wisman baru mencapai 4,12 juta orang, maka pada tahun 2018 diharapkan menjadi 8,06 hingga 10,8 juta orang.     

Harapan Menteri Pariwisata memang tidak berlebihan. Sebab peraturan untuk mengurus visa bagi seseorang yang akan berkunjung ke negara lain, kadang mengendurkan niat seseorang bepergian. Mengurus visa bukan hanya menghabiskan waktu dan uang, tetapi ada negara yang menerapkan ketentuan lain yang kadang memberatkan.

Maka dengan penerapan bebas visa itu, niat turis asing berkunjung ke Indonesia akan lebih kuat, karena tidak perlu lagi mengurus tetek bengek administrasi dan ketentuan lain yang harus ditaati. Maka target 10,8 juta wisatawan pada tahun 2018 rasanya tidak berlebihan. Selama ini pariwisata Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara tetangga Malaysia, Singapura dan Thailand.                                                      

Namun hitung-hitungan di atas kertas itu bisa benar bisa juga tidak. Karena kunjungan seseorang untuk menjadi wisatawan ke negara lain, tidak semata-mata karena kemudahan mengurus atau bahkan bebas visa. Yang paling utama adalah apa yang ingin dilihat dan dirasakan di negara tujuan. Secara garis besar adalah beberapa hal yang diinginkan oleh wisatawan dari negera yang ditujunya yakni: Keindahan, keunikan, kenyamanan, keamanan dan kemudahan.      

Keindahan itu biasanya terkait dengan panorama alam atau peninggalan masa silam yang mencerminkan hasil karya cipta manusia. Dan Indonesia memiliki panorama alam yang dindah di berbagai tempat, serta berbagai peninggalan masa lalu yang luar biasa, seperti Candi Borobudur.                                   

Yang kedua keunikan. Bangsa Indonesia yang terdiri dari ratusan etnis dan subetnis, memiliki keragaman dan keunikan budaya yang sangat kaya. Sebagian besar masih bisa dilihat sampai hari ini, walau pun tidak sedikit masyarakat yang sudah meninggalkan adat budayanya.                                                    

Yang ketiga kenyamanan. Hal inilah yang sulit diperoleh oleh turis mancanegara di Indonesia, karena sebagian besar masyarakat di Indonesia masih kurang disiplin menjaga kebersihan dan ketertiban, sehingga turis mancanegara dari negara-negara maju yang biasa hidup disiplin dengan lingkungan bersih, kerap merasa terganggu melihat kenyataan di Indonesia.                       

Di banyak tempat sampah terlihat di mana-mana. Bahkan Pantai Kuta yang sudah terkenal ke mancanegara juga tidak terjaga kebersihannya. Hal lain yang membuat turis merasa tidak nyaman adalah kehadiran para pengasong maupun pengamen, yang sampai saat ini menjadi fenomena umum di Indonesia. Bahkan pemerintah sendiri kewalahan menghadapi hal ini, sehingga sebagian Pemerintah Daerah membiarkan fenomena itu terjadi. Selain itu sulitnya menemukan tempat peturasan (toilet) yang sangat dibutuhkan oleh wisatawan, membuat rasa nyaman itu semakin jauh dari harapan.                                                           

Faktor keamanan juga masih menjadi persoalan yang harus ditangani dengan serius jika ingin turis asing merasa enjoy berada di Indonesia. Sayangnya sejauh ini faktor keamanan masih menjadi persoalan yang serius di beberapa tempat di Indonesia, sehingga walau pun daerah tersebut memiliki potensi wisata yang baik, wisatawan masih enggan datang. Bahkan di Lombok saja yang pariwisatanya mulai berkembang, keamanan terhadap turis asing masih belum terjamin sepenuhnya. Kita masih ingat peristiwa penodongan yang dialami oleh turis asing di kawasan Kuta Lombok, beberapa waktu lalu.

Yang terakhir adalah kemudahan. Mulai dari kemudahan untuk mendapatkan transportasi, akomodasi maupun konsumsi untuk turis mancanegara, masih belum memadai. Banyak tempat di Indonesia tidak memiliki hotel-hotel atau penginapan yang memadai untuk wisatawan. Kalau pun ada banyak yang tidak terawatt sehingga terkesan kotor dan kumuh.                 

Transportasi juga masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Infrastruktur yang buruk dan sulitnya menemukan transportasi umum yang baik, kerap menyulitkan wisatawan yang ingin menuju ke tempat-tempat tertentu di sebuah kota. Bagi turis yang membawa uang cukup mungkin tidak masalah karena bisa menyewa kendaraan dari berbagai tempat penyewaan yang kini banyak ditemui di tanah air, tetapi bagi turis yang memiliki bekal tidak terlalu banyak, hal itu memberatkan. Sejauh ini transportasi publik memang kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah.                                                       

Ketersediaan makanan yang cocok dengan lidah bangsa asing juga masih sangat kurang di banyak daerah di Indonesia. Persoalan ini memang terkait dengan hukum demand and supply (permintaan dan penawaran). Jadi memang tidak ada yang mau berinvestasi untuk menyediakan rumah makan untuk turis asing – terutama dari negara-negara Barat – jika tidak ada turis yang datang dengan jumlah yang memadai.                                                                                          

Ketiga faktor terkahir itulah yang sampai saat ini masih belum ditangani secara serius oleh pemerintah. Pemerintah pusat merasa bahwa faktor kenyamanan, keamanan dan kemudahan adalah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah yang memiliki asset wisata dan berpotensi dikunjungi oleh turis mancanegara. Sementara pemerintah dareah karena anggaran terbatas dan keterbatasan wawasan akan pentingnya kehadiran wisatawan ke daerahnya, juga abai akan hal tersebut.                                                                                                      Kementerian Pariwisata yang diberi tugas untuk mendorong pertumbuhan pariwisata di Indonesia sejauh ini masih menjalankan pola-pola lama, yakni melakukan promosi pariwisata, meminta anggaran lebih untuk kegiatan promosi itu, dan mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan bebas visa bagi wisatawan asing. Langkah yang belum kreatif.                                                

Kebijakan bebas visa itu jangan hanya dilihat dari sudut kepentingan pariwisata saja. Harus juga diperhitungkan dampaknya. Bagaimana jika dengan kebebasan visa itu yang datang bukan hanya turis yang ingin berlibur dan menghabiskan uangnya di Indonesia? Bagaiman jika kebijakan bebas visa itu dimanfaatkan oleh sindikat penjahat internasional yang ingin beroperasi di Indonesia? Atau masuknya tenaga kerja illegal ke Indonesia, terutama bila Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau perdagangan bebas di tingkat yang lebih tinggi diberlakukan.                                                                                    

Saat ini saja tanpa kebijakan bebas visa, Indonesia berulangkali kebobolan. Indonesia merupakan negara yang mudah ditembus oleh sindikat perdangan narkoba internasional. Memang banyak yang tertangkap, tetapi lebih banyak lagi yang lolos. Indikasinya, peredaran narkoba di Indonesia masih tinggi. Dan sebagian besar narkoba datang dari luar Indonesia.                                                

Yang kedua adalah masuknya tenaga kerja illegal ke Indonesia. Hal ini bukan sesuatu yang aneh. Kita mungkin sering mendengar ditangkap-nya PSK dari Tiongkok maupun Uzbekistan dari tempat-tempat hiburan di Jakarta. Mereka datang menggunakan visa turis, tetapi kenyataan bekerja di Indonesia. Dan banyak lagi pekerja illegal yang tertangkap oleh pihak imigrasi atau kepolisian karena melakukan tindak kejahatan di Indonesia.                              

Masih banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah terkait kebijakan bebas visa bagi warganegara asing. Jadi, jangan terlalu gembira dulu dengan kebijakan bebas visa. Sebab yang baru diperhitungkan sekarang hanya manfaatnya, belum mudaratnya. Jangan-jangan mudaratnya bisa lebih banyak kalau pemerintah tidak cermat dan menerbitkan aturan lain untuk berjaga-jaga.

Ini bukan xenopobhia, tetapi kita tetap harus waspada. Perkuat dulu system keamanan dan pertahanan kita, sebelum kebijakan bebas visa itu diberlakukan. Keamanan bangsa lebih penting dari sekedar devisa. (hw16661@yahoo.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun