Peran Keluarga
Keluarga memegang peranan penting dalam pertumbuhan generasi muda. Keluarga merupakan unsur terkecil dalam  masyarakat, namun merupakan dasar utama bagi terbentuknya sumber daya manusia yang dapat memengaruhi keadaan masyarakat. Teori Struktural Fungsional memperkuat pemahaman ini bahwasanya tiap-tiap anggota  keluarga  harus  menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya. Teori ini menekankan tentang bagaimana memahami masyarakat sebagai suatu sistim yang saling berhubungan dan mengakui adanya keanekaragaman dalam kehidupan sosial (Talcott Parson).
Dengan demikian, pendekatan kepada kaum muda dalam hal ini milenial menjadi hal mendesak untuk dilakukan. Strateginya dengan terus menerus dan secara sistimatis melalui institusi pendidikan formal maupun non formal guna menumbuhkan kesadaran terhadap bahaya radikalisme serta mengajak siswa untuk memperkuat jati diri  bangsa, meningkatkan ketahanan mental dan ideologi negara. Sekolah-sekolah perlu kembali secara berkala melakukan upacara Kenaikan Bendera tidak hanya saat peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI, dimana siswa ditanamkan nilai-nilai Pancasila secara konsisten.Â
Mekanisme pengajaran Pencasila harus dilakukan dengan cara yang baru sesuai kondisi era digital saat ini, dikemas sedemikian rupa agar menarik tak hanya untuk dihafalkan, melainkan interaktif dan kreatif menurut golongan usia atau tingkat pendidikan. Misalnya, dibuat terbitan seri dalam bentuk karikatur atau game, namun tidak keluar dari koridor dan semangat nasionalisme. Merangkul para youtuber, blogger milenial untuk menyisipkan semangat kebhinekaan dalam konten-konten yang inspiratif.
Peran orangtua dalam keluarga juga tak kalah penting, bagaimana mengajar dan memberi teladan kepada anak-anak dalam hidup berdampingan dengan masyarakat yang multikultural. Misalnya dengan mengajak anak-anak berkunjung ke tetangga pada hari-hari raya, bersilaturahim, atau menolong mereka yang kesusahan. Secara bersama dalam komunitas menanamkan sikap saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda, toleran dan menghilangkap sikap diskriminasi. Hubungan emosional yang erat antara orangtua dan anak-anaknya juga akan membentengi anak-anak dari perilaku intoleran kepada teman-temannya, dikarenakan mereka belajar mengasihi mulai dari dalam keluarga. Sekiranyapun mereka sedang mengalami persoalan, anak-anak akan mencari orang terdekat dalam hal ini ayah, ibu atau kakak untuk mengutarakan masalah yang dihadapi dan mencari solusi terbaik bersama-sama.
Dalam banyak kasus yang diberitakan di media massa, kejahatan narkoba, perdagangan manusia dan pelecehan seringkali berawal dari penggunaan media sosial, dimana kaum remaja begitu mudah melakukan  'curhat' di media sosial yang kemudian ditanggapi oleh pihak lain tak dikenal secara negatif. Dalam hal ini pemahaman literasi media sangat perlu dilakukan sejak usia dini mulai dari dalam lingkungan keluarga, sehingga anak-anak dapat menggunakan media sosial secara lebih bermanfaat dan bertanggungjawab.
Tangungjawab Bersama
Strategi penanggulangan radikalisme dan intoleran dengan membangun kerukunan mulai dari masyarakat akar rumput yakni keluarga dan komunitas RT/RW perlu dilakukan secara bersama dan bukan hanya merupakan tanggungjawab  Pemerintah. Terkait dengan bagaimana mengotimalkan era Bonus Demografi, perhatian terhadap kaum milenial sebagai generasi penerus tak dapat ditunda lagi. Rekomendasi  terhadap hal tersebut, pertama pembentuk Team Cyber Anti Radikalisme termasuk juga Anti Narkoba, kemudian menyeleksi kegiatan yang tak prioritas dengan kegiatan Anti-Radikalisme dalam dunia pendidikan.Â
Disamping itu, perlu dibangun  kemitraan yang kuat melalui dialog dan pertemuan berkala antar tokoh agama, masyarakat serta menjalin koordinasi lintas Ormas keagamaan. Adanya penyempurnaan modul pendidikan agama yang secara khusus membahas akses yang dapat menimbulkan paham radikal tersebut sebagai kewaspadaan nasional. Dalam kaitan dengan kebijakan pemerintah, sebagaimana diutarakan Presiden RI, Joko Widodo tentang pemberantasan terorisme, dibutuhkan kombinasi penggunaan hard power dan soft power. Pendekatan hard power adalah mengaji ulang Undang-Undang Terorisme untuk penguatan payung hukum menghadapi terorisme.Â
Selain peran dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, masyarakat perlu secara bersama mengimbangi banjirnya hoax dan ujaran kebencian dengan tulisan, konten yang bersifat damai, positif dan inspiratif dari berbagai aspek kehidupan. Konten di media sosial perlu dipenuhi dengan nilai-nilai budaya Indonesia dan kearifan lokal agar generasi muda tak mudah lupa terhadap hati diri bangsa.