Etika dan Nilai
Di samping berwibawa dan percaya diri, kerendahan hati merupakan salah satu unsur yang dapat menarik simpati masyarakat. Dalam debat semalam tampak seorang calon mengemukakan dengan tegas bahwa ia setuju dengan pendapat yang dikemukakan Capres lainnya. Ini menyatakan sikap terbuka yang positif bahwa dalam debat bukan cuma soal kalah menang dan siapa yang paling benar.
Mengakui pendapat yang benar adalah sebuah bentuk keberanian untuk jujur. Dalam sebuah kompetisi seperti ini tentu tidak mudah untuk mengakui pendapat yang benar dari lawan, yang sering muncul adalah saling menjatuhkan atau mengorek kekurangan lawan. Seyogianya pada debat tingkat presiden lebih mengedepankan apa strategi atau kiat mereka terkait dengan tema jika terpilih menjadi presiden, kemudian dukung dengan taktik yang membumi bukan yang sifatnya normatif.
Bagaimana halnya dengan janji-janji manis?
Ini sah-sah saja namanya juga promosi diri, sama halnya dengan iklan. Bedanya, kalau iklan jika pembeli menemukan produk tidak sesuai dengan iklan atau gambar yang tertera, dia bisa complain atau bahkan bisa minta uang kembali. Tetapi janji Capres sekali kita termakan dengan 'bujuk rayu' ya konsekuensinya penyesalan sepanjang hayat. Kita tak bisa membatalkan kertas yang sudah kita coblos, bukan?
Namun begini, masyarakat sekarang ini sudah sangat kritis, cerdas, sehingga dalam berjanji perlu realistis. Kemajuan teknologi informasi memungkinkan masyarakat mempelajari rekam jejak/digital Capres. Aspek ini berkaitan dengan unsur yang diangkat oleh salah satu calon yakni 'etika'. Ini pertanyaan bagus, tetapi perlu diingat bahwa soal etika itu bukan tentang definisi atau konsep belaka, melainkan tentang selaraskah apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuat.
Etika itu juga berkaitan dengan nilai diri. Orang dapat mengetahui kita beretika atau tidak dari apa yang orang lihat, rasakan dan dengar tentang kita. Mengapa orang begitu mudah melanggar etika karena berbeda dengan melanggar hukum yang sudah ada pasal-pasalnya, maka melanggar etika kita dihukum secara sosial. Misalnya, anak anda merebut makan temannya, maka orang akan berkata begini: "Anak siapa sih tuh?" atau melarang anaknya bergaul dengan anak tersebut karena dianggap tidak beretika.
Kesimpulannya, yang harus dimiliki oleh Capres adalah Kompetensi Etis. Pengertian sederhana dari Kompetensi Etis adalah kemampuan melakukan sesuatu dengan benar sesuai hati nurani untuk kepentingan bersama dalam hal ini bangsa dan negara Republik Indonesia berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Kebhinekaan. Di sinilah letak kekuatan moral, nilai diri seorang pemimpin dan merupakan asset pribadi yang tak dapat diganggu, ditiru bahkan dicuri.
Semoga Debat Capres semakin meyakinkan kita dalam memilih Presiden yang paling tepat untuk NKRI. (Mathilda AMW Birowo)
***
Acuan: