Branding adalah elemen penting dalam komunikasi strategis. Branding dari seorang Capres adalah yang membedakan dia dengan Capres lainnya dan bagaimana Tim Suksesnya menghubungkan sosok Capres dengan masyarakat khususnya target suara melalui berbagai program dan publikasi.
Bagaimana jika kemudian image (citra) yang diperbincangkan itu cenderung negatif?
Di sinilah kekuatan media, terutama media sosial yaitu sharing tanpa proses editing seperti layaknya berita dalam media mainstream (media massa seperti TV, Radio, Koran). Dalam media sosial setiap orang dapat mengumbar pemikiran dan kesannya begitu saja. Kenyataannya, bagi masyarakat pesan-pesan di media sosial terasa lebih mudah dicerna dan enak untuk dibahas.
Potongan-potongan komentar atau video dari salah satu calon yang menggelitik kemudian dibungkus sedemikian rupa menjadi tayangan segar yang menempel dipikiran publik. Bahkan, menjadikan sesuatu yang selalu diingat/top of mind, sehingga saat masuk ke bilik pemilihan bisa saja nama itu yang dicoblos. tanpa memandang kredibilitas calon.
Ibaratnya, jargon dari sebuah iklan produk yang terus ada dalam benak kita, (maaf harus menyebut merek): "di komiks aja!" atau "Indomie seleraku", juga "apapun makanannya teh botol minumannya".
Penulis mengalami hal yang sama ketika anak-anak masih bayi dan menggunakan popok sekali pakai, maka ketika menanyakan dimana rak dari produk tersebut kepada sang pramuniaga, penulis menyebut pampers (merk popok sekali pakai). Nama ini lebih akrab ditelinga dibanding popok sekali pakai. Walaupun, saat sampai di rak yang dituju, yang penulis beli adalah merk lain.
Demikian halnya dengan Odol, sebutan banyak orang untuk membeli pasta gigi. Odol itu sendiri asalnya sebuah merk produk pencuci mulut yang dikeluarkan pengusaha Jerman, Karl August Lingner pada tahun 1892. Merk tersebut tidak beredar lagi di Indonesia saat ini, meski namanya tetap populis.
Debat Capres kedua ini juga menghasilkan beberapa cetusan baru yang hangat diperbincangkan di banyak WA Group seperti "omon-omon"; "ayo kita teruskan diskusi..." Ini merupakan pernyataan yang serius dari seorang Capres menanggapi apa yang dikemukakan seorang capres lain.
Selanjutnya, celetukan ini dapat saja berkembang menjadi sebuah 'Anekdot" yakni tanggapan terhadap fenomena sosial atau sebuah kisah menarik yang mengacu pada kejadian sebenarnya. Sama halnya dengan celetukan "ayo kita selesaikan secara kekeluargaan" atau "kita selesaikan secara jantan di luar" yang sebetulnya sebuah candaan berdasarkan tanggapan dari sebuah obrolan. Untuk asyik-asyikan ini juga tak masalah.
Post Truth
Di samping hal-hal tersebut, dalam forum debat kedua Capres masih tampak emosi yang keluar melalui narasi, pertanyaan ataupun bahasa tubuh. Seorang Capres masih sering terpicu atau tersinggung dengan apa yang disampaikan oleh capres lain.