Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Perempuan Bersatu (Bagian Empat)

28 Juli 2021   17:34 Diperbarui: 28 Juli 2021   18:00 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masing-masing organisasi memiliki kekuatan yang dianggap sebagai fondasi di setiap kegiatan. Lembaga keagamaan Buddha, Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) menjadikan Dharma atau ajaran Buddha sebagai  pilar utamanya dalam membina umat Buddha NSI agar mampu mengaplikasikan dan memperdalam keyakinannya dalam mengarungi bahtera kehidupan. Ada tiga pilar sentralisasi yang di jalankan NSI dari tingkat pusat hingga ranting yaitu perihal kebijakan, keuangan, dan ajaran. 

Tristina Handjaja yang menangani kegiatan-kegiatan perempuan di lingkungan NSI memberi contoh bagaimana dasar itu diterapkan dalam sentralisasi di bidang keuangan. Ketika hendak membangun rumah ibadah di tingkat ranting, penghimpunan dana dari semua lini (ranting, daerah, wilayah, pusat) dilakukan melalui satu pintu secara tercatat. 

Setelah itu pusat akan mengalokasikan kembali ke lini dibawahnya sesuai kebutuhan/penganggaran. Pengelolaan dana untuk kemaslahatan seluruh umat berpedoman pada pemahaman "dana paramita" yang merupakan sumber karma kebajikan dan maknanya berbeda dengan sumbangan.

Terkait dengan kepemimpinan, Nasrin Astani dari kantor Humas dan Pemerintahan Majelis Rohani Nasional Bah' menyebutkan bahwa  kerangka administrasi yang ditetapkan oleh Sang Suci Bah'u'llh (Pembawa Wahyu Agama Bah') begitu kuat, terdiri dari lembaga yang dipilih secara bebas tanpa melalui pencalonan atau kampanye. 

Lembaga ini dikenal dengan sebutan Majelis Rohani yang terdapat pada tingkat lokal dan nasional, yang dipilih setiap tahun. Lembaga-lembaga itu bermusyawarah dan membuat rencana bersama masyarakat demi kesejahteraan, pendidikan rohani, dan perkembangan sosial bagi seluruh masyarakat di lingkup tanggung jawab mereka. Di antara "sifat-sifat yang penting" yang disebutkan oleh Sang Wali adalah kesetiaan yang tidak dapat diragukan, pengabdian yang tidak mementingkan diri sendiri, pikiran yang terlatih dengan baik, kemampuan yang diakui dan pengalaman yang matang. 

Dengan memiliki kesadaran yang lebih besar mengenai tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh badan yang akan dipilih itu, mukmin dapat menilai dengan layak orang-orang yang harus dipilihnya. Kemudian, dari antara kumpulan orang-orang yang diyakini oleh pemilih  memenuhi kualifikasi untuk mengabdi, lalu seleksi dilakukan dengan memberikan pertimbangan yang layak pada faktor-faktor lainnya. Misalnya, usia, keragaman, dan gender. 

Dijelaskan pula, kehidupan masyarakat Bah' mewajibkan setiap mukmin yang loyal dan setia untuk menjadi pemilih yang cerdas, yang tahu tentang keadaan di masyarakatnya, serta bertanggung jawab, dan juga memberinya kesempatan untuk meningkatkan diri. Artinya di sini, mengenal calon pemimpin dengan baik sangatlah perlu agar tidak memilih 'kucing dalam karung'.

Tak sedikit narasumber menegaskan bahwa kekuatan dalam organisasi adalah pada musyawarah bersama, tidak ada pemimpin individu, ketua hanyalah memfasilitasi jalannya musyawarah.  Sistem ini agak berbeda dengan organisasi lainnya seperti Wanita Katolik RI (WKRI) yang menganut Kepresidiuman terdiri dari Ketua Presidium, Anggota Presidium 1 dan Anggota Presidium 2 yang dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan saling berkoordinasi. 

Mereka dipilih melalui Kongres Nasional yang diselenggarakan setiap 5 tahun dan diajukan oleh ranting yang mekanismenya diatur oleh Komisi Pemilihan. Kongres Nasional merupakan forum tertinggi dimana selain pemilihan pimpinan, juga dilakukan pertanggungjawaban dari Dewan Pengurus Pusat (DPP) kepada anggota serta rancangan program kerja ke depan. 

Kaderisasi dan Globalisasi

 Kaderisasi juga merupakan unsur penting yang tak dapat dipisahkan dari kepemimpinan. Pemimpin memiliki kewajiban pula dalam mempersiapkan kader-kader pengganti yang berkualitas. Terkait dengan kaderisasi, hampir seluruh perwakilan organisasi berpendapat bahwa pengurus telah memiliki pegangan baku dalam mempersiapkan para kader.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun