Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indah pada Waktunya

6 Februari 2021   17:57 Diperbarui: 6 Februari 2021   18:01 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berpasangan kalian telah diciptakan
Dan selamanya kalian akan berpasangan
Bersamalah kalian tatkala Sang Maut merenggut hidup. 

Ya, bahkan bersama pula kalian, dalam ingatan sunyi Tuhan.
Namun biarkan ada ruang di antara kebersamaan itu. Tempat angin surga menari-nari di antara kalian.
Kahlil Gibran

Hari ini saya menghadiri secara daring pernikahan dari dua pasangan, indah sekali dan tak sedikitpun berkurang maknanya meski tak dapat hadir secara langsung karena pandemi.  Menyaksikan sebuah perkawinan ibarat sebuah HP yang di-charge, memperkokoh kesetiaan dalam kehidupan rumah tangga kami. Melihat kedua mempelai bersujud kepada orangtua, selalu menggetarkan nurani merasakan betapa kasih Allah melalui ayah bunda yang cinta kasihnya tak pernah pudar hingga menutup mata. 

Perkawinan dulu ....

"I love you without knowing how, or when, or from where. I love you simply, without problems or pride: I love you in this way because I do not know any other way of loving but this, in which there is no I or you, so intimate that your hand upon my chest is my hand, so intimate then when I fall asleep your eyes close." -- Pablo Neruda, 100 Love Sonnets

Sepulang dari berbulan madu, saya dan suami mulai membuka satu persatu hadiah dari para tamu. Agak sulit karena kado-kado itu kami masukkan dalam satu kamar hingga penuh. Maka, kerjasama kami yang pertama setelah menjadi suami isteri adalah membuka kado satu persatu, hingga menghabisi masa cuti kami. Belum termasuk mengaturnya lho! Alhasil kami bisa membuka toko kelontong, mulai dari kulkas, rice cooker, setrikaan, panggangan roti, sprei, taplak, piring gelas dan kawan-kawannya lengkap. Bahkan saat usia pernikahan kami melebihi 28 tahun beberapa barang masih ada tersimpan menunggu giliran digunakan.

Ada satu hadiah unik ....Waktu itu rumah yang akan kami tempati belum masuk jarigan telepon. Kata pak RT gilirannya paling cepat baru tahun depan. Wah refot juga ya, secara ketika itu belum ada tuh hp dan kami berdua bekerja. Kebetulah ada seorang kerabat Bapak, saat itu memimpin sebuah Kementerian. Beliau menanyakan kami, calon pengantin mau hadiah apa? Kami nyeplos aja: saluran telepon! ...Eeh beneran dapet, padahal kita nya becanda loh...uupss.  Namanya juga rejeki anak soleh, berkahnya gak cuma kami, karena tidak sampai 1 minggu saluran telepon masuk di area dimana kami tinggal. Puji syukur, semoga Bapak pemberi hadiah damai di surga (maaf, beliau sudah lama berpulang).

Bagi sahabat-sahabat se-angkatan tentu mengalami hal yang sama. Namun,setelah era Baby Boomers ... adik-adik gen X, Y hingga millennials mengalami perubahan dalam budaya perkawinan. Dulu, mempersiapkan pernikahan bisa sampai 1 tahun lamanya hanya untuk beberapa jam upacara agama dan resepsi. Panitianya seabreg pula mulai dari keluarga dekat, jauh, hingga tetangga, teman kuliah pun komunitas lainnya (terkecuali mantan pacar ya). Ini biasa karena kita ingin melibatkan siapapun yang telah memberi andil dalam kehidupan kita. Merekapun suka-suka aja meski cuma dikasih seperangkat seragam.

Saat itu juga belum lazim yang namanya WO (Wedding Organizer). Semua nyaris dikerjakan oleh calon pengantin, dibantu keluarga tentu. Saya sendiri mendisain kartu undangan kami hingga ke percetakan, Menyusun hingga mengetik buku Misa (sekarang sudah tersedia dalam bentuk soft copy tinggal disesuaikan saja). Blusukan mencari souvenir unik untuk para tamu. Membuat list undangan, menyatukan dengan daftar dari ortu. Ini gak mudah karena pinginnya satu kampung diundang semua... jika ada yang tertinggal tentunya merasa gimana gitu. Selanjutnya, roadshow gedung pertemuan satu dan lainnya, melongok disain baju-baju pengantin...dan pernak pernik lainnya. Asli setelah malam midodareni...saya nyaris tidak tidur karena masih ada aja printilan yang diurusin, padahal pagi-pagi besoknya sudah harus nyalon sebelum pemberkatan di Gereja (terima kasih Sugi, perias saya).  Seorang teman saya iseng nanyain, berapa tuh biaya rias pengantinnya, ketika saya jawab dia ketawa. Kenapa sih? Dia bilang, kamu salah strategi...harusnya jangan bilang rias buat pengantin. Bilang aja make up untuk  acara kondangan pasti lebih murah....aah, dah telat boo! He..he...

Perkawinan sekarang ...

"A successful marriage requires falling in love many times, always with the same person." -- Mignon McLaughlin

Calon pengantin sekarang tidak perlu repot seperti dulu. Pertama, saat ini masyarakat lebih suka yang praktis (kalaupun ada yang mau ribet dengan pesta besar, biasanya ortu bukan?). Tak sedikit mereka beranggapan yang terpenting adalah perkawinan itu resmi secara agama dan negara. Resepsi tidak lagi menjadi yang utama. Kedua, lebih efisien karena para tamu sudah terbiasa memberi hadiah amplop (ada isinya  lho!), ketimbang pake gaun malam bawa-bawa gembolan hadiah.  Bagi kedua mempelai juga lebih happy karena mereka dapat menggunakan dana yang diperoleh dari hadiah untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan. Selain itu, membawa kotak amplop lebih ringkes ketimbang memboyong tumpukan hadiah dari Gedung pertemuan ke rumah. Saat ini juga lazim jika diundangan tertulis: "Kami akan senang jika hadiah tidak dalam bentuk barang". Coba dulu, wah dianggap gak sopran. Ketiga, calon pengantin dapat fokus pada hal-hal yang substantial misalnya nih kelengkapan untuk upacara agama, menjaga kondisi tubuh dan tempat tinggal bagi keluarga baru mereka. Sedangkan masalah resepsi hingga panitia dapat dibantu oleh WO.

Budaya perkawinan saat ini juga memasuki wajah baru dengan adanya Pandemi.  Covid 19 disadari atau tidak telah memberi banyak perubahan dalam tata cara kehidupan masyarakat termasuk hal-hal terkait dengan perkawinan. Dalam perkawinan Katolik misalnya, calon pasangan menikah wajib mengikuti semacam kursus perkawinan yang disebut dengan Membangun Rumah Tangga. Ini semacam pembekalan moral. Aspek-aspek yang diberikan diantaranya memahami dan mempertahankan cinta, komunikasi keluarga, pengelolaan keuangan, dan pengaturan kelahiran. Telah setahun ini kursus dilakukan secara online, kemudahannya adalah bahwa pasangan yang kebetulan berada di luar kota tetap dapat mengikuti kursus ini secara daring. Upacara Penerimaan Sakramen Perkawinan tetap diselenggarakan di Gereja. Namun, karena kondisi pandemi dan peraturan Pemerintah Daerah, tamu yang hadir dibatasi hanya keluarga inti atau tidak melebihi 30 orang sudah termasuk petugas Gereja, paduan suara dan panitia.

Dalam kondisi normal upacara perkawinan di Gereja merupakan sesuatu yang sakral dan nilainya tak dapat dibandingkan dengan sebuah resepsi besar sekalipun, sehingga semakin banyak keluarga dan umat hadir tentunya akan sangat berarti bagi kedua mempelai dan keluarganya. Semakin banyak yang hadir semakin banyak pula yang mendukung dan mendoakan mempelai berdua. Tentunya situasi seperti ini dapat dengan cepat dipahami oleh keluarga mempelai. Mengapa? Sisi baik dari kehadiran daring dalam sebuah perkawinan jika dapat dikatakan begitu,  perkawinan yang dihadiri tamu terbatas memberikan ruang privasi dan kehikmatan tersendiri bagi mempelai dan keluarga. Mereka dapat lebih khusuk menjalani prosesi perkawinan tersebut. Rekaman perkawinan juga dapat diikuti/ulang oleh keluarga atau kerabat yang berada di luar kota bahkan luar negeri yang dalam kondisi normalpun mungkin tak dapat hadir.

e-wedding

"What greater thing is there for two human souls, than to feel that they are joined for life--to strength each other in all labor, to rest on each other in all sorrow, to minister to each other in silent unspeakable memories at the moment of the last parting?"-- George Eliot

Kita telah lebih dulu mengenal e-commerce, online shopping, e-wom (World of Mouth) dan viral marketing.  Kini, nyaris satu tahun 'beraktifitas di rumah saja' hadir istilah e-wedding. Meski situasi terbatas dan protokol ketat karena Pandemi, tetapi selalu ada jalan untuk tetap dapat mewujudkan sebuah perkawinan tanpa menghilangkan nilai keagungannya. Walau  dengan undangan terbatas, keluarga dan kerabat lain tetap dapat mengikuti sebuah upacara perkawinan apakah adat, agama bahkan syukuran melalui internet. Undangan perkawinanpun  didisain demikian manis secara digital, dimana para kerabat tidak hanya dapat mengagendakan tanggal acara, tetapi juga dapat memberikan ucapkan selamat bahkan mengirim hadiah melalui norek yang tercantum dalam undangan. Bagi saya ini merupakan sebuah kemajuan dan kreatifitas manusia di tengah keterbatasan.

Adalah Leonard Kleinrock kelahiran New York, Amerika Serikat, 13 Juni 1934 seorang  insinyur dan ilmuwan yang memungkinkan kita dapat mengikuti upacara perkawinan atau event-event lainnya secara virtual. Ia disebut sebagai Bapak Internet, kontribusinya dikenal dalam dunia jaringan. Pada 29 Oktober 1969 ia memperkenalkan salah satu penemuan terbesar jelang abad modern yaitu Internet. Leonard adalah salah satu pelopor jaringan komunikasi digital.

Internet sebenarnya mengacu pada istilah jaringan, bukan suatu aplikasi tertentu. Oleh sebab itu, Internet tidaklah memiliki manfaat apa-apa tanpa adanya aplikasi yang sesuai. Internet menyediakan beragam aplikasi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. WWW atau yang sering disebut sebagai "web" merupakan aplikasi Internet yang paling populer. Begitu  populernya hingga banyak orang yang keliru mengidentikkan Web dengan Internet.

Secara teknis, web adalah sebuah sistem dimana informasi dalam bentuk teks, gambar, suara, dan lain-lain tersimpan di sebuah internet webserver. Tim Berners-Lee, seorang insinyur Inggris yang menemukan World Wide Web pada tahun 1989, mengungkap sebuah rencana ambisius yang merinci langkah-langkah untuk tata kelola dunia online. Seiring dengan semakin berkembangnya jaringan Internet di seluruh dunia, maka jumlah situs Web yang tersedia juga semakin meningkat. Hingga sekarang, jumlah halaman Web yang bisa diakses lewat Internet telah mencapai angka miliaran.

Hikmah di balik Pandemi

Adalah rahasia Ilahi ketika sepasang kekasih menjadi satu dalam pernikahan.

Bersama menyelami kedalaman lautan cinta, menemukan mutiara hati

Genggam erat dalam kesetiaan jiwa agar kilaunya semakin terang

Karena ia berasal dari sumber kasih, Sang Maha Pencipta yang menyatukan

Dengan adanya teknologi kekinian ini, berbagai keterbatasan di masa Pandemi dapat diatasi sehingga tak ada alasan untuk menjadi galau atau tak dapat berbuat banyak. Kaum muda yang merasa siap untuk membangun rumah tangga, tak perlu harus menunda sekian lama. Perkembangan teknologi telah mengisi ruang bagi calon pasangan menikah untuk tidak perlu menunda perkawinan mereka. Mempelai yang mewujudkan perkawinannya di masa pandemi sebetulnya telah melewati jalan panjang yang tidak mudah. Saat situasi normal, tak jarang keluarga dan calon mempelai menjadi stress karena harus mepersiapkan segala sesuatunya secara detail meski telah dibantu WO. Apalagi saat ini, virus Covid 19 yang 'cerdik' dapat membuat orang semakin tertekan karena ketakutan sekonyong-konyong terkena virus ini.

Ketakutan ini beralasan karena berbeda dengan virus atau penyakit lain, jika ada dari anggota keluarga bahkan seorang dari calon pasangan menikah terindifikasi positif Covid, maka semua yang telah dipersiapkan jauh hari terancam batal. Saya pernah menghadiri dua perkawinan dimana salah satu mempelainya terserang sakit jelang pernikahan, tetapi mereka tetap dapat  menjalani upacara inti dan menyalami tamunya meski tidak dapat hadir hingga acara berakhir. Berbeda tentunya dengan Covid 19, ketika salah seorang terkonfirmasi positif maka meski OTG (Orang Tanpa Gejala) ia harus langsung diisolasi, dan bukan tidak mungkin anggota keluarga lainnya juga terkena.

Kepada para pasangan yang menikah di masa Pandemi saya ucapkan selamat dan sepatutnya kita bersyukur karena sesederhana apapun upacara yang dilakukan, Anda telah melewati jalan panjang yang istimewa. Sampai pada hari H perkawinan Anda berdua dalam kondisi sehat dihadiri orang-orang terkasih adalah sebuah berkat Tuhan yang tak terhingga. Selamat menempuh hidup baru.

Artikel ini menandai bahagia saya atas pernikahan putera/i dari sahabat dan keluarga terkasih di masa Pandemi, belum lama ini di antaranya:

Monica dan Kevin (ananda sahabatku Okky Sahala dan Corina)

Christine dan Yodhi  (ananda sahabatku Kuntjoro dan Sumarini)

Stella dan Raymundus (putera saudaraku Monica Pingkan dan Sugeng)

Gabriella dan Bimoseno (puteri sahabatku drg. Wita Anggraini dan Djohansyah Adiputra)

 

Referensi:

DeVito, Joseph A. , "The Interpersonal Communication", 14thEdition. United States of America: Pearson Education, Inc.

Bandura, A., "Social Cognitive Theory of Mass Communication", Media Psychology 3, 265-299, 2001

Birowo, Mathilda, AMW., "1001 Virus Cinta Keluarga", Grasindo, Jakarta, 2013

Budiargo, Dian, "Berkomunikasi Ala Net Generation", Elex Media Komputindo, Jakarta, 2015

Lea,M., & Spears, R., "Computer-mediated Communication, Deindividuation and Group Decision-Making", International Journal of Man-Machine Studies, 34, 283-301, 1991

(*) Artikel2 lain terkait melalui Google

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun