Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siapa Sesama Kita?

25 Desember 2020   10:33 Diperbarui: 25 Desember 2020   10:35 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Mereka adalah orang-orang yang tidak akan mampu membalas kebaikan kita tetapi mereka juga sesama kita." (Lukas 14, 13)

Kutipan ayat Kitab Suci di atas dalam pikiran yang nakal mungkin terlalu berlebihan, artinya kita harus mengundang orang-orang "tidak penting" lalu bagaimana jadinya nanti perjamuan kita. Kita mengadakan perhelatan kan justru untuk dapat bertemu, canda ria atau mungkin mengambil peluang bisinis dari orang-orang yang kita kenal dan akan memberi benefit buat kita. Tetapi jika kita mau berpikir jernih, mereka itulah yang justru akan memberi arti lebih bagi kehidupan kita. Dalam arti martabat sebagai seorang manusia justru dilihat dari bagaimana kita dapat melakukan sesuatu bagi orang lain sekecil apapun itu tanpa berharap balasan.

Bagaimana kita dapat melakukannya? Kita kan manusia biasa bukan malaikat? Pertama, memiliki komitmen dan konsistensi terhadap keahlian atau bidang yang kita minati sudah mengarah kepada niat yang baik. Mencoba melepas ego dengan meletakkan posisi diri kepada orang yang kurang beruntung, adalah sebuah terobosan. 

Lalu, berani bertindak atas kata hati yang tidak melulu melihat pada kepentingan diri tetapi juga berpeduli pada kesulitan orang lain merupakan kemuliaan diri. Apakah sulit melakukannya? Pasti! Apakah mungkin dilakukan?.... 

Saya tak akan menjawabnya, tetapi ingin mengajak kita melihat karya-karya perempuan biasa, bukan seleb bukan juga tokoh masyarakat, yang telah berbagi tentang aktifitas mereka yang diangkat dalam sebuah webinar memeringati hari Ibu pada Sabtu, 19 Desember 2020 bertema PEREMPUAN PEJUANG KEADILAN. Saya mencoba mengambil benang merah dari peristiwa agung berdekatan di bulan Desember ini yaitu peringatan Hari Ibu dan Natal.

"Kita seharusnya tidak menunggu orang lain datang dan mengangkat suara kita. Kita harus melakukannya sendiri. Kita harus percaya pada diri kita sendiri." 

(Malala Yousafzai, peraih Nobel Perdamaian 2014)

Dalam pengantarnya, Mgr. Kornelius Sipayung OFM.Cap Moderator/Ketua Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) menekankan bahwa peringatan Hari Ibu menunjukkan bahwa perjuangan perempuan Indonesia telah menempuh jalan panjang guna mewujudkan peranan dan kedudukan perempuan dalam berkehidupan, berbangsa dan bernegara. 

Keberhasilan yang telah dicapai selama ini belumlah tuntas dalam mewujudkan Indonesia yang aman, damai, serta adil dan makmur. Kita masih perlu lebih peduli, berjuang dan bekerjasama lintas organisasi dan agama. Maka, kerjasama SGPP KWI dan Komunitas Muda ASRI bimbingan Romo Ignatius Ismartono, SJ dalam penyelenggaraan webinar ini sangatlah tepat.

Dalam berbagai forum internasional, Indonesia menekankan pentingnya peran perempuan dalam perdamaian dunia. Salah satu milestone dalam upaya ini adalah pertemuan menteri luar negeri perempuan pertama yang diadakan di Montreal, Kanada, pada 21 September 2018, yang dihadiri oleh Menlu Retno Marsudi. Topik mengenai mempromosikan perdamaian dan keamanan serta mengeliminasi kekerasan berbasis gender menjadi salah satu agenda penting.

Isu-Isu Seputar Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan yang hingga saat ini masih menjadi persoalan besar adalah terkait dengan persoalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau juga biasa disebut dengan buruh migran yang seringkali dikaitkan dengan isu trafficking. 

Perdagangan orang tidak hanya terjadi pada tenaga kerja yang berada di luar perbatasan Indonesia tetapi juga di dalam wilayah negara Indonesia. Persoalah kemiskinan yang tidak kunjung selesai, membuat masyarakat tidak punya banyak pilihan untuk menyambung hidupnya. Dalam posisi yang serba sulit inilah, sekali lagi perempuan menjadi pihak yang dirugikan.

Indikator perdagangan perempuan di Indonesia menurut laporan Global Aliance Against Traffic on Women (GAATW), terlihat ada tiga aspek yaitu sebagai berikut :

1. Maraknya perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, baik terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri yang bukan atas keinginan atau pilihan bebas perempuan yang bersangkutan, melainkan karena terpaksa atau tekanan situasi berupa kemiskinan dan pengangguran, sehingga timbul keinginan yang kuat untuk memperbaiki nasib;

2. Meningkatnya jumlah perusahaan peyalur tenaga kerja, terutama yang illegal, karena keuntungan yang diperoleh perekrut, penjual, sindikat perusahaan disinyalir sangat besar.

3. Tingginya angka kasus penipuan, diantaranya berupa janji palsu, ikatan utang, perbudakan, pemaksaan, tekanan dan pemerasan.

Masih besarnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan menunjukkan masih belum berpihaknya hukum kepada kaum perempuan. Salah satu tuntutan yang masih diperjuangkan adalah pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan. Aktifis perempuan mendesak bahwa RUU ini krusial untuk segera disahkan dan dijadikan undang-undang secepatnya karena hukum yang ada di Indonesia belum cukup untuk memproteksi perempuan dari kekerasan.

Ketidakseimbangan dalam pemberitaan serta eksposur perempuan melulu sebagai obyek telah menambah bentuk ketidakadilan lainnya.  Bahkan  ketika mereka menjadi korban kekerasan, berlakulah yang disebut bad news is a good news.  Hal ini diperkuat dengan pernyataan   Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) yang menempatkan hal  ini sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Perempuan ditempatkan sebagai subyek yang dipersalahkan dan dipermalukan (blaming and shaming). Perempuan dieksploitasi tubuhnya dan bahkan menjadi objek seksual. Fenomena ini juga terjadi di ranah online dengan implikasi yang bisa membuat perempuan dipermalukan.

Di Indonesia, isu kesetaraan gender menjadi isu yang tidak ada habisnya dan masih sangat perlu di perjuangkan baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan, Keluarga, dan Lingkungan di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menjelaskan kesetaraan antara perempuan dan lelaki masih menjadi pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Kesetaraan antara perempuan dan lelaki tersebut perlu dibangun mulai dari keluarga. Isu perkawinan anak menjadi sangat penting dalam hal kesetaraan karena banyak yang menganggap anak perempuan hanya sebagai aset dan tidak mempunyai kontrol atas dirinya sendiri.

Ketimpangan lain adalah pada kaum disabilitas. Meskipun pemerintah Indonesia telah meratifikasi, yang kemudian terwujud dalam UU No 19 Tahun 2011, serta diperkuat dengan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penyandang disabilitas di Indonesia masih mengalami perlakuan diskriminatif. Bentuk ketidakadilan bagi kaum disabilitas tercermin pada tidak diberikannya kesempatan yang sama bagi mereka untuk beraktivitas secara bebas. Mereka masih sering kesulitan antara lain untuk mendapatkan akses fasilitas publik, peran politik,  ketenagakerjaan, perlindungan hukum, maupun pendidikan. Selain itu, fasilitas jalan dan alat transportasi umum di Indonesia belumlah bersahabat bagi penyandang disabilitas.

Buruh migran hingga jenazah

Suster Laurentina PI (Sister Cargo) berbicara tentang bagaimana upayanya memperjuangkan hak korban perdagangan manusia. Suster yang pembawaannya lembut dan berbadan kecil ini sehari-hari sering menerima jenazah pekerja migran di Terminal Kargo - Bandara El-Tari Kupang, juga mendampingi keluarga dan mendoakan jenazah sebelum disemayamkan atau diterbangkan ke tanah asalnya. 

Tahun 2012, Suster Laurentina berkeliling NTT untuk menyosialisasikan betapa bahayanya perdagangan orang. Suster kelahiran Temanggung Jawa Tengah, berpendidikan akhir STISP Widuri Jakarta. Saat ini menjabat Ketua Yayasan Sosial Pennyelenggaraan Ilahi/YSPI; Koordinator Tim Kargo Bandar El Tari Kupang, dan anggota Badan Pengurus KKPPMP KWI.

Situasi pandemi membuat orang harus tinggal di rumah, halmana memberi dampak bagi meningkatnya kasus perdagangan orang. Latar belakang dan bentuknya bermacam-macam, mulai dari masalah ekonomi karena kehilangan pekerjaan, pengantin pesanan, pekerja seks, ditipu atau diberi daya pikat untuk bekerja di luar negeri. Bagi para pekerja baik legal atau non seringkali diperlakukan secara tidak adil, dan bahkan kemudian kembali ke kampung halaman dalam kondisi tidak bernyawa.

Lebih dari satu dekade ia bekerja untuk mereka yang ditelantarkan. Ia mengurus anak-anak jalanan, korban perdagangan manusia, hingga jenazah buruh migran asal Indonesia yang terkatung-katung. Laurentina berasal dari Konggregasi Penyelenggaraan Ilahi (PI). Karena aktifitasnya yang tak biasa ini tak jarang ia harus berhadapan dengan 'preman' agen atau (maaf) makelar penyalur tenaga kerja termasuk menerobos peraturan pengiriman jenazah dari negara pekerja ke tempat asalnya di NTT.

"Pernah suatu saat, ada jenazah tenaga kerja dari Malaysia tak dapat diterbangkan ke daerah karena sebab kematiannya sakit TBC, dianggap penyakit yang menular." Dia menambahkan juga tentang kepedihan hatinya ketika sebuah jenazah terhambat di cargo karena masyarakat lebih mendahului tempat untuk ikan-ikan, "bagaimanapun kita tetap harus menghargai jenazah meski tak bernyawa, kita perlu merasakan bagaimana hati keluarga yang ditinggalkan. Jangankan jenasah anggota keluarganya, mereka bahkan mengharapkan ada benda peninggalan almarhum untuk disimpan."

Keadilan hukum untuk minoritas

Asfinawati aktif di LBH Jakarta sejak 2000-2009, menjadi Direktur LBH Jakarta 2006-2009. Berlatar belakang pendidikan hukum dan HAM, isu yang digeluti mulai awal di LBH Jakarta adalah perburuhan dan buruh migran serta isu fair trial sebagai turunan advokasi di dalam dan luar pengadilan. Pada tahun 2005 ia mulai berkecimpung dalam isu kebebasan beragama berkeyakinan seiring dengan maraknya kasus-kasus penodaan agama. 

Selesai dari LBH Jakarta beliau masih bekerja pada isu HAM khususnya fair trial serta kelompok minoritas dan rentan dengan melakukan kerja probono (sukarela) dan pengembangan sumber daya hukum masyarakat, juga mengajar. Sebagai advokat, selain bidang hukum ia memiliki ketertarikan dalam musik dan sastra yang menurutnya merupakan bidang penting dalam mengembangkan kapasitas manusia dan pemberdayaan masyarakat. Saat ini ia menjadi ketua umum YLBHI sejak 2017-2021.

Perempuan muda yang pemberani ini  dikenal sebagai pejuang minoritas. Dalam arti luas minoritas bukan hanya terkait dari aspek kuantitas, latar belakang kepercayaan, tetapi dalam banyak hal seperti mereka yang tak memiliki akses terhadap hukum atau yang buta hukum, mereka yang tidak berpendidikan, termasuk juga minoritas karena justru mereka memiliki kekayaan. 

Asfi memandang perempuan dan keadilan ditinjau dari segi hukum yaitu kasus-kasus yang masih belum berpihak bagi kaum perempuan atau warga yang termarginalisasi. Dikatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan seringkali dialami berkepanjangan. "Misalnya, seorang perempuan korban perkosaan, kemudian masih mengalami kekerasan dalam perkawinannya karena sang suami berlaku semena-mena menanggap tokh dia sudah tidak perawan lagi". Dalam banyak hal kaum minoritas ini sangat perlu pendampingan hukum, "kasus yang kami hadapi bisa ratusan dalam sebulan sementara tim kami sangat terbatas," akunya.

Peran organisasi dan masyarakat akar rumput

When Women support women, women win, Emily's List Australia

Kita telah mempunyai basis legal yang menjamin hak - hak dan kesempatan bagi laki -- laki dan perempuan. Hal tersebut terlihat dari Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang di buat oleh PBB pada tahun 1993. Namun, deklarasi ini tampaknya masih perlu terus disosialisaskan agar menjadi acuan dalam kegiatan penyelesaian masalah yang berbasis gender. Kita juga telah banyak memiliki organisasi-organisasi perempuan, tetapi belum terlihat secara tegas sinergi dalam perjuangan bersama.

Wiwin Rohmawati, menyorot ketidakadilan dalam bentuk kesetaraan gender. Strateginya dengan membangun jejaring lintas organisasi dan agama. Ia adalah co-founder Srikandi Lintas Iman (Srili) Yogya. Wiwin telah bekerja di bidang dialog antaragama dan perdamaian selama lebih dari 15 tahun. Di Institute for Interfaith Dialogue di Indonesia (INTERFIDEI), pelopor antaragama di  Indonesia. Ia bekerja sebagai peneliti, pelatih, editor  sekretaris dan staf senior. Dia terlibat sebagai co-fasilitator dalam training tentang resolusi konflik dan pembangunan perdamaian di Pusat Studi dan Pengembangn Perdamaian (PSPP) Universitas Kristen Duta Wacana. Dia menyelesaikan master dalam bidang hubungan antar agama di UIN Sunan Kalijaga.

Pada tahun 2015, ia diterima sebagai fellows di KAICIID (King Abdullah bin Abdulaziz Internasional Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue) berbasis di Wina, Austria. Pada tahun 2015 hingga 2016 ia juga ditunjuk sebagai Konsultan untuk proyek MCC (Multi-religious Collaboration for the Common Good). Ia merupakan penerima beasiswa dari Australia Awards Indonesia (satu Angkatan dengan penulis) untuk program Senior Multi-faith Women's Leadership 2018. Pada pertengahan 2019 ia diundang oleh pemerintah Singapura sebagai peserta Young Leader's Programme dan International Conference on Cohesive Societies. Wiwin terseleksi pula di tahun 2019 mengikuti program Proffesional Fellow on Demand Religious Freedom and Interfaith Dialogue Exchange yang diadakan Kementerian Luar Negeri Amerika di Amerika. Ia yang dosen tetap di Institut Agama Islam Darussalam (IAID), Ciamis dan pada 2017 melanjutkan studi S3 di UIN Sunan Kalijaga dengan kosentrasi Studi Antar Iman. Dengan motto, "bekerja keras, berpikir cerdas dan berhati tulus" ibu tiga anak ini menjadi penggerak kerjasama lintas iman mulai dari komunitas akar rumput sebagai upaya meretas intoleransi di negeri tercinta. Ini pesan untuk kaum perempuan yang menurutnya harus kompak, "mari saling dukung bukan saling tikung, saling rangkul bukan saling pukul, saling bantu bukan saling sikut, saling meneguhkan bukan saling mengendurkan, saling promosi bukan saling iri."

Keadilan bagi kaum Disabilitas

Chatarina Suryanti M. Hum, dosen Universitas Katolik Atmajaya Yogyakarta memaparkan  keprihatinannya tentang hasil temuan di lapangan yang menunjukkan bahwa pandangan mahasiswa tentang gender dan kaum disabilitas masih sempit, dangkal dan bersifat diskriminatif. Sebagian besar mahasiswa menganggap bahwa gender dan peran reproduksi perempuan bersifat kodrat, dan mereka beranggapan bahwa kaum disabilitas tidak bahagia, membawa aib dan beban bagi keluarga. Maka mereka setuju terhadap pengguguran yang dilakukan dengan indikasi janin cacat atau karena kehamilan di luar perkawinan yang dapat menimbulkan aib keluarga.

            Pengurus SGPP KWI yang talah menulis beberapa buku ini mengingatkan ungkapan Paus Fransiskus bahwa dunia dewasa ini adalah dunia yang tuli karena suasana keheningan dan mendengarkan sudah menghilang, digantikan oleh keriuhan media sosial, sehingga dasar kebijaksanaan komunikasi manusia terancam (ensiklik Fratelli Tuti art 48). Paus mengajak kita untuk  mendengar suara Allah, sebab dengan mendengarkan suara Allah, kita mendengarkan suara mereka yang menderita karena kemiskinan dan kelemahannya, serta mendengar suara alam yang sudah semakin tersakiti. Tentang kaum difabel (mereka yang dengan keterbatasan phisik tetap mampu melakukan sesuatu secara mandiri tetapi dengan cara berbeda, penulis), "Paus juga mengatakan bahwa banyak difabel merasa tidak memiliki dan tanpa keterlibatan menjadi orang terbuang yang tersembunyi, sehingga sering dianggap menjadi beban, tak diakui sebagai pribadi bermartabat."

Perempuan dalam berita 

Hermien Y Kleden yang dalam karirnya sebagai jurnalis tidak hanya mengemukakan perjuangan dalam hal keberimbangan pemberitaan tetapi menunjukkan kepada kita pada latar belakang dan makna kedalaman berita dan kaitannya dengan isu-isu yang telah dibahas oleh keempat pembicara lainnya. Hermien asal NTT menempuh karier jurnalistik selama 27 tahun, menduduki posisi-posisi penting diantaranya Chief Editor Tempo English Weekly, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo, Dewan Eksekutif Tempo Media. Wartawan senior ini adalah penerima SK Trimurti Award 2009. Penghargaan diberikan atas sumbangannya terhadap kebebasan pers melalui karya-karya jurnalisme, investigasi serta pendidikan para wartawan Indonesia. Alumna Fakultas Sosial -- Politik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta ini mendalami jurnalisme investigasi di beberapa negara ASEAN, Amerika Serikat, dan Eropa. Wilayah liputannya mencakup 33 negara, terutama di wilayah Eropa Timur dan Balkan.

Hermien memiliki komitmen tinggi pada pendidikan jurnalistik. Menjadi dosen tamu di beberapa universitas di Indonesia mau pun di luar negeri termasuk pada Winter School Chulalangkorn University, Bangkok dan Summer School, Chomnam University, Gwangju, Korea Selatan. Sejak 2014, ia menjadi anggota juri Gwangju Prize for Human Rights, semacam "nobel" tingkat Asia untuk pembela hak-hak asasi manusia di wilayah Asia danTimur Tengah. Hermine juga menjadi Anggota Dewan Etik Komisi Hak Asasi Nasional Perempuan (2017 -- 2022). Delapan tahun terakhir, Hermien aktif menjadi pembicara serta moderator seminar nasional mau pun internasional untuk jurnalisme investigasi, dialog antar-keyakinan, reformasi intelijen, serta hubungan media dan geopolitik Indonesia.

Dalam kapasitasnya sebagai jurnalis ini, Hermien banyak menerobos tembok-tembok yang membelenggu hak asasi manusia termasuk keadilan bagi kaumnya. Kerasnya profesi ini di lapangan telah memperkuat jiwanya yang begitu mencintai dunia komunikasi. "Berbicara tentang pemberitaan (maaf) perkosaan misalnya, saya selalu merasa sangat sedih dan tertekan manakala harus mewawancarai korban. Karena yang dirampas itu bukan cuma phisik tetapi terutama jati diri seorang perempuan." Sehingga tak heran jika ia geram jika mendengar seorang wartawan yang dengan enteng mengajukan pertanyaan seperti ini kepada sumber (korban perkosaan), "bagaimana perasaannya mbak?"  Itu menunjukkan bahwa wartawan tersebut tidak memahami persoalan yang akan ia tulis selain juga tidak etis. Ia yang gemar olah raga lari dan menguasai beberapa bahasa asing ini tidak pernah takut menghadapi 'teror' seputar profesinya.

Semoga sharing dari para pembicara perempuan ini dapat memberikan inspirasi dan makna dalam bagaimana kita mengapresiasi Ibu kita tercinta. Mereka hanya sedikit dari sekian banyak perempuan yang dalam karya dan pengabdiannya menunjukkan kepedulian yang sangat terhadap kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Menutup tulisan ini, berikut hadiah penulis untuk kaum perempuan di hari Ibu:

PEREMPUAN

Kau adalah kesuma yang mengharumkan sekitarmu

Kau adalah pelita yang menerangi hati anak-anak bangsa

Kau adalah kaki kiri yang menyeimbangi langkah belahan jiwa

Kau adalah jendela tempat kami menatap ke luar

Kau adalah Pustaka hidup lintas generasi

Kau adalah oase penyejuk di setiap asa

Kau adalah jembatan tak berujung karena tugasmu tak pernah usai

Masih beribu adalah ...

Karena kau Perempuan

Jakarta, 25 Desember 2020

Mathilda AMW Birowo

Cenderakasih dari Gramedia Widiasarana Indonesia untuk peserta
Cenderakasih dari Gramedia Widiasarana Indonesia untuk peserta

Bahan Acuan: 

Birowo, Mathilda, AMW., "1001 Virus Cinta Keluarga", Grasindo, Jakarta, 2013

_______., "Mengembangkan Kompetensi Etis di Lingkungan Kita", Grasindo, Jakarta, 2016

_______., "Melati di Taman Keberagaman Praktik Kepemimpinan Inklusif di Indonesia dan Australia", Grasindo, Jakarta, 2019

Latif. Judi., "Mata Air Keteladanan Pancasila Dalam Perbuatan" Jakarta, Mizan, 2014

Dan sumber-sumber lain dari webinar, Bulan Keluarga 2020 Komisi Kerasulan Keluarga KAJ, berita/google yang relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun