Mohon tunggu...
Mathilda AMW Birowo
Mathilda AMW Birowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Konsultan PR

Empat dasawarsa menggeluti bidang Corporate Communication di Kompas Gramedia, Raja Garuda Mas Group dan Bank CIMB Niaga. Memiliki pengalaman khusus dalam menangani isu manajemen serta strategi komunikasi terkait dengan akuisisi dan merger. Sarjana Komunikasi UI dan Sastra Belanda ini memperoleh Master Komunikasi dari London School of Public Relations serta sertifikasi Managing Information dari Cambridge University. Setelah purnakarya, menjadi Konsultan Komunikasi di KOMINFO. Saat ini mengembangkan Anyes Bestari Komunika (ABK), dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia; Universitas Multimedia Nusantara; Trainer di Gramedia Academy dan KOMINFO Learning Center serta fasilitator untuk persiapan Membangun Rumah Tangga KAJ; Dewan Pengurus Pusat Wanita Katolik RI; Ketua Umum Alumni Katolik UI; Koordinator Sinergi Perempuan Indonesia (Kumpulan Organisasi Perempuan Lintas Iman dan Profesi). Memperoleh penghargaan Indonesian Wonder Woman 2014 dari Universitas Indonesia atas pengembangan Lab Minibanking (FISIP UI) dan Boursegame (MM FEB UI); Australia Awards Indonesia 2018 aspek Interfaith Women Leaders. Ia telah menulis 5 buku tentang komunikasi, kepemimpinan dan pengembangan diri terbitan Gramedia. Tergabung dalam Ikatan Alumni Lemhannas RI (PPRA LXIV/Ikal 64).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sebelas Hari di Wisma Atlet

23 Desember 2020   08:47 Diperbarui: 5 April 2021   21:05 1520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. Wisma yang menjadi rumah sakit darurat selama pandemi COVID-19. (sumber: Kompas.com/Garry Lotulung)

Wisma Atlet (WA) sebelumnya menjadi salah satu icon dari Pemerintah Daerah Jakarta, kebanggaan warga Ibu Kota tempat dimana para atlit dari berbagai negara bermukim di sini. Sebuah kompleks gedung bertingkat di Kemayoran, Jakarta Pusat. Tempat ini digunakan untuk menginap atlet yang mengikuti Pesta Olahraga Asia 2018 dan Pesta Olahraga Difabel Asia 2018 untuk perlombaan di Jakarta dan sekitarnya. Kompleks ini terdiri dari sepuluh menara dengan 7.424 kamar. Total kapasitas akomodasi sebesar 22.272 atlet melebihi standar Komite Olimpiade Internasional, yang mewajibkan tuan rumah Olimpiade untuk menyediakan kamar bagi 14.000 atlet.

Selama pandemi korona virus di Indonesia, empat dari sepuluh menara digunakan sebagai rumah sakit darurat. Kementerian Keuangan menetapkan kawasan Wisma Atlet sebagai tempat isolasi pasien dengan gejala ringan penyakit COVID-19 sejak Maret 2020. Dengan kapasitas hingga 3.000 ranjang, rumah sakit darurat ini menjadi salah satu yang terbesar di dunia guna penanganan pasien terkait pandemi corona virus. (*)

Perjalanan ke WA

Berawal dari kepulangan putera kami dari Bali setelah 1 minggu berlibur selepas wisudanya. Ia kembali dalam kondisi batuk pilek, katanya di Bali sempat kehujanan ketika sedang keliling naik motor. Hari kedua di rumah ia demam, saya membalurnya dengan minyak angin dan mulai menggunakan masker. 

Kemudian, kami minta dia untuk test swab, hasilnya positif covid 19. Putera kami dirujuk ke WA Kemayoran Tower 7 dengan status Orang dengan gejala (ODG). Setelah itu kami sekeluarga satu rumah melakukan test swab, hasilnya semua negatif kecuali saya. Jadilah saya penghuni Tower 5 Orang Tanpa Gejala (OTG). 

Mulanya terasa galau, terasing, membayangkan WA tempat dikumpulkannya para penderita Covid 19, bagaimana pula kondisi Rumah Sakit Darurat Covid ini? Sempat terpikir oleh kami untuk mengurus mandiri saja, masuk Rumah Sakit yang kami pilih. Tetapi dengan beberapa pertimbangan diantaranya kepingin juga saya merasakan fasilitas yang ditanggung pemerintah ini. Dalam pengobatan yang kami jalani mulai dari swab hingga perawatan di WA  tidak dipungut biaya sama sekali.

Tanggal 10 Desember 2020, hari yang ditentukan petugas Puskesmas Bendungan Hilir tempat kami menjalani test swab, saya diminta hadir sebelum pk. 16.00 untuk bersama penderita lainnya diberangkatkan ke WA. Saya berjalan sendiri karena Puskesmas dekat dengan rumah sekitar 8 menit perjalanan. 

Tas berisi pakaian saya minta suami membawa langsung ke Puskesmas, dengan demikian kami tidak perlu berada dalam satu mobil dengan pertimbangan karena suami sehat. Saya memang tidak merasa ada sesuatu yang tidak enak dalam tubuh saya terkecuali (jarang-jarang) batuk kecil kering. 

Di Puskesmas saya menunggu hingga pk.18.00 baru kami berangkat. Dua jam menunggu dengan perasaan tak enak karena sekeliling orang bergejala semua, banyak nyamuk pula. Alasan Puskesmas karena masih menunggu seorang pasien lagi yang belum datang... pertanyaan dalam benak saya, jika memang berangkat pk. 18.00 kenapa saya diminta hadir sebelum pk.16.00? Kedua, kok ada orang yang masih ngaret dalam kondisi ditunggu orang yang juga sakit? Maklum, ini pertanyaan-petanyaan orang yang sedang sensi, siapa sih yang suka didatangi sang Covid 19?

Insiden di Ambulans

Akhirnya berangkatlah kami bertiga dengan ambulans disertai seorang perawat pria dari Puskesmas dan seorang supir. Format duduk di belakang seperti angkot berhadapan, saya duduk paling depan. 

Antara penumpang dan supir di depan ada partisi kaca. Sejak mulai jalan saya merasa ambulans ini dikendarai dengan begitu cepat, saya masih berpikir mungkin memang ini prosedur bakunya bahwa ambulans harus berjalan cepat agar penderita Covid tidak berlama-lama dalam kendaraan. 

Namun kemudian, saya merasa kecepatan kendaraan sudah berlebihan, selap selip....tangan ini ingin mengetuk kaca pembatas untuk mengingatkan supir agar tidak terlalu kencang...terlambat karena seketika saya melayang ke depan dan dengan keras kepala dan tubuh ini menghantam partisi. 

Dua bapak yang bersama saya juga terdorong maju ke depan. Bapak bertubuh besar yang di dekat saya hampir saja meniban tubuh ini. Kejadian begitu cepat, dengan bersusah saya coba berdiri dan duduk di kursi. Bapak di sebelah saya mencoba membantu karena memang sulit sekali untuk bergerak.

Ambulans tetap melaju, tiba-tiba saya melihat di tangan dan tas ada darah segar. Seketika saya sadar bahwa kepala ini berdarah....lalu saya ketok partisi kaca minta pertolongan yang mengantar. Perawat itupun turun dan menanyakan tentang cidera yang saya alami. Sayapun berkata ,"yang harus bertanya itu saya kenapa jadi begini?" Dia segera melihat luka di kening saya lalu mengobatinya dan memberi plester. Dia katakan ada sedikit sobek diluka itu. 

Kemudian menjelaskan bahwa ada mobil berhenti mendadak di depan sehingga ambulans pun rem mendadak. Saya katakan lagi, "tidak akan terjadi seperti ini jika supir tidak mengendarai kendaraan begitu cepat, bukankah ada aturan lalu lintas untuk menjaga jarak?" Bersyukur kaca mata yang saya gunakan tidak pecah, tak terbayang jika sampai pecah. 

Hanya saja setelah itu kaca mata tidak dapat digunakan dengan baik, menjadi longgar dan jika saya menunduk kacamata jatuh. Saya juga bersyukur lap top yang tertiban tubuh saya tetap dapat digunakan, hanya ada sedikit lecet.  Dua kata ini keluar dari perawat dan supir, mohon maaf. Yah, tentu saya harus memaafkan mereka bukan? Tetapi untuk kebaikan bersama saya merasa wajib memberi laporan, pertama kepada Puskesmas karena ini menyangkut kecerobohan yang membahayakan orang lain dalam hal ini pasien.

Baca Juga: Sembuh dari Wisma Atlet, Lanjut Isolasi Mandiri, Ini Tips dan Panduannya!

Proses Masuk Kamar

Sampai di Wisma Atlet sekitar pk. 18.30, tampak cukup banyak pasien mengantri untuk memperoleh kamar. Saya menunggu sekitar 1 jam dengan kepala berdenyut di bagian luka. Pada giliran saya, nama saya didaftar oleh petugas di meja penerimaan dan mendapat nomor kamar. Setelah itu saya beralih ke seorang dokter jaga untuk sedikit diwawancara tentang apa-apa yang dirasakan. 

Dokter menanyakan kenapa kening saya, sayapun menjelaskan. Dia hanya mengangguk, saya tanyakan bagaimana dengan cedera saya ini. Dokter bilang nanti katakan kepada Suster di atas, dia yang akan menangani.  Sebelum masuk kamar, kami diminta menemui suster yang jaga di lantai terkait. Maka saya katakan lagi kepada suster tentang cedera di kening ini. 

Dia balik tanya, memang dokter di bawah tidak bilang apa-apa?. Saya jawab lagi, "dokter bilang nanti suster yang akan membantu menangani luka ini". Dengan sedikit bingung, akhirnya dia katakan, "Ibu pesan gojek beli Rivanol besok dan minta suster yang jaga untuk membersihkan lukanya." Begitulah, keesokan hari saya bawa Rivanol yang dikirim suami, menghadap suster jaga. 

Perawat pria yang bertugas seperti bingung, lalu dia bilang luka tidak baik dibersihkan setiap hari jadi besok atau lusa saja minta dibersihkan. Walah simpang siur begini, akhirnya saya lakukan sendiri mengganti perban dan mengoles alkohol. Luka itu dekat dengan mata, tepatnya seputar alis. Saya mencoba maklum dan tetap menghargai mereka (para tim medis dan sukarelawan) yang mungkin letih menangani pasien yang tak ada habis-habisnya.

Saya mendapat kamar di lantai 7, ketika masuk sudah ada teman di dalam. Mbak Intan sudah 3 hari berada di Wisma Atlit. Pada hari kedua dalam isolasi mandiri ini saya tidak merasa ada gejala tambahan terkait dengan covid seperti batuk, sesak napas, penciuman berkurang dll. Tetapi yang mengganggu justru akibat benturan di ambulans. 

Hari kedua baru terasa nyeri bagian tubuh samping mulai dari pipi, lengan hingga pinggang, dan nyeri di kening yang terluka. Saya balur dengan minyak gosok ramuan Bali yang saya bawa dari rumah. Ketika membersihkan muka, terkaget saya melihat lebam biru di seputar mata dan pipi. 

Saya pun pergi kepada perawat, dia katakan saya harus ke poli di bawah untuk minta saleb. Ketika di poli, saya bertemu dengan dokter jaga relatif muda, dikatakan mereka tidak punya saleb untuk luka di kening saya termasuk lebam seputarnya. Dokter bilang dikompres saja dengan air hangat. Saya kontak suami minta dikirim saleb untuk lebam dan juga saleb untuk luka agar tidak berbekas, maklum karena cidera pada muka. Kompres tetap saya lakukan.

Bersyukur pada malam pertama meski dengan insiden yang tidak mengenakkan, saya bisa tertidur lelap. Teman di sebelah saya agak batuk-batuk, dan demam sehingga ac saya kecilkan. 

Pada malam kedua saya mendengar dia batuk-batuk begitu sering, pagi hari saya katakan kepadanya apakah sudah ke dokter di bawah? Dia bilang sudah dan dokter memberi  obat batuk, setelah diminum batuk berkurang tetapi kemudian batuk lagi bahkan semalam dia merasa demam. Lalu saya bilang, seharusnya mbak tidak ditempatkan di tower ini tetapi di tower ODG karena di sana akan diberi obat yang memadai. 

Di tower ini untuk OTG yang sifatnya isolasi mandiri. Saya sarankan dia untuk katakan tegas kepada dokter tentang apa yang dialami agar tidak lebih parah. Dan benar, setelah dia kembali dari poli dia mengatakan akan dipindah ke Tower 7.  Mbak Intan yang sudah hari ke 5 di WA dipindahkan ke Tower 7 dan hari perawatan dimulai dari 0 lagi.  

Hari-hari di WA

Malam ketiga saya sendiri di unit itu, hari selanjutnya baru masuk orang baru dengan status OTG. Mbak Ningrum dirujuk setelah dirawat di sebuah rumah sakit karena gangguan di lambungnya, kemudian karena positif covid maka dilanjutkan perawatan di WA. Ia menempati kamar yang sebelumnya ditempati oleh mbak Intan, karena saya tidak melihat dibersihkan sebelumnya oleh petugas (maaf jika salah), saya ijin pada penghuni baru untuk menyemprotnya dengan sanitizer. Hal ini juga untuk menenangkan saya, jika lingkungan bersih dan teman seunit cepat sehat maka saya juga akan cepat sehat.

Perlahan lebam dan cedera di pelipis ini dapat saya tangani, dan nyeri-nyeri akibat benturan perlahan hilang. Sayapun mulai terbiasa dengan ritme di WA. Pagi hari bangun pk.06.00 siap-siap untuk mengikuti misa pagi online dari Wisma Samadi. 

Kemudian kami sarapan. Di sini pk. 06.30 telah tersedia sarapan nasi kotak lengkap dengan daging, sayur dan buah yang menurut saya sangat cukup, ditambah sekotak snack berisi 2 kue dan minuman kotak juice atau susu. Semua tersedia di depan ruang perawat untuk masing-masing pasien mengambilnya. Juga selalu tersedia botol aqua serta dispenser untuk air panas. Setelah sarapan, saya turun untuk jalan pagi sambil berjemur. 

Biasanya lepas jam 8 hingga jam 10 banyak penghuni yang juga melakukan jalan pagi berjemur, bahkan senam atau bermain volley.  Siang hari pk. 12.00 sudah tersedia lunch box dan sore pk. 18.00 sudah ada makan untuk malam. Bagi saya makanan yang disediakan dari Wisma Atlit relatif bagus dan cukup. 

Bahkan kiriman makanan kecil dari rumah nyaris tak sempat termakan karena sudah tercukupi dari WA. Ketika masuk kami juga diberikan vitamin untuk dikonsumsi  2x sehari hingga hari ke sepuluh serta beberapa masker. Untuk vitamin memang saya menambah sendiri dengan vitamin C dan ramuan herbal untuk daya tahan tubuh.

Di sini saya terhibur karena melihat ada kebersamaan diantara para pasien. Kami seakan melebur dari berbagai usia dan latar belakang. Di setiap lantai suster membentuk WA group, untuk berbagai informasi yang kami perlukan. Setahu saya setiap lantai dibedakan, artinya di lantai kami penghuninya semua perempuan. 

Kami juga jadi saling mengenal teman selantai meski tidak bertemu muka, bahkan juga saling berbagi kiriman makanan dari keluarga. Jika ada yang pingin hangat-hangat, pembalut hingga gunting kuku tinggal bicara di WAG dan pasti ada yang menanggapi. Tak jarang ada yang mendapat kiriman parcel, kemudian diumumkan di WAG untuk mengambil di depan ruang perawat bagi siapapun yang ingin. 

Ada seorang ibu yang setiap pagi menyapu seluruh koridor, katanya sambil olah raga biar berkeringat... Tiap pagi jam 7 di lapangan juga ramai dengan yang senam poco-poco, maumere. Mulanya saya berpikir ada instruktur senam khusus, ternyata inisiatif seorang pasien yang memimpin penghuni lainnya untuk berolah raga. Keren kan!

WFH di WA

Sarana di setiap unit juga memadai, dalam 1 unit terdapat 2 tempat tidur yang dipisah ruangnya, 1 ruang duduk dengan sofa dan 1 kamar mandi yang menurut saya cukup mewah dengan standar apartemen. 

Di luar itu ada semacam pantri menyatu dengan tempat jemuran, tetapi nyaris tidak digunakan karena tidak ada perangkat masak dan memang tidak perlu juga memasak. Setiap hari 3x petugas mengangkat sampah di depan unit, tetapi untuk membersihkan ruang memang kami lakukan sendiri. Tersedia sapu dan pel untuk digunakan. Setiap sore perawat keliling untuk mengecek para pasien dan menanyakan apakah ada keluhan.

Karena saya membawa lap top dan relatif tidak ada keluhan berarti, saya dapat melakukan Working from Home (WFH) dengan memroses pekerjaan kampus maupun organisasi. 

Selama 10 hari dirawat mandiri di WA saya dapat mengikuti beberapa kali zoom meeting, webinar, memeriksa online soal UAS mahasiswa saya. Bahkan saya dapat menjadi moderator untuk sebuah webinar bertema "Perempuan Pejuang Keadilan" memeringati Hari Ibu, 19 Desember 2020 (tayangan ulang di HidupTv atau Youtube Esensi). 

Panitia maupun peserta tidak ada yang tahu jika saya 'siaran' dari WA, semata agar tidak ada yang panik. Mulanya saya ragu kalau jaringan internet di WA tidak stabil, ternyata bagus. Aksesnya juga sangat mudah dibanding yang saya alami di tempat lain bahkan hotel sekalipun. Saat masuk kamar, saya membuka laptop dan akses sudah diarahkan ke nomor unit kamar. 

Dalam hitungan detik saya sudah dapat menggunakan internet. Luar biasa! Listrik, AC dan air semua tercukupi. Malah saya merasa harusnya WA dapat lebih menghemat listrik, karena lampu di semua Lorong terus menyala 24 jam. Di siang hari menurut saya tidak perlu dinyalakan semua sekedar untuk menghemat listrik.

Fasilitas di setiap unit yang relatif nyaman dilengkapi akses internet yang bagus memungkinkan untuk memroses pekerjaan | Dokpri
Fasilitas di setiap unit yang relatif nyaman dilengkapi akses internet yang bagus memungkinkan untuk memroses pekerjaan | Dokpri
Keamanan di sini juga umumnya baik. Kiriman atau pesanan makanan dikumpul di pos pintu depan dan pasien dapat mengambilnya. Di setiap pintu keluar dijaga oleh polisi, dan ketika keluarpun kita harus menunjukkan surat keterangan sembuh yang dikeluarkan dari WA. Nah, memang untuk unit masing-masing kita tetap harus waspada. Ini lumrah bukan? Pengalaman saya, ada 3 orang salah masuk kamar. 

Dua orang perempuan dan menurut saya memang dia salah kamar, karena hanya melongok dan terkaget ketika yang di dalam bukan orang yang dicari. Tetapi ada 1 kali yang 'nyasar' itu seorang pria, pagi-pagi saya masih di tempat tidur tapi sudah terbangun. Orang ini main masuk saja celingak celinguk, terus saya bilang cari siapa pak, saya masih beranggapan mungkin ini perawat pria. 

Sadar bahwa saya sudah terjaga, dia masih katakan sebuah nama yang katanya sudah janjian mau jalan pagi sambil menunjuk kamar sebelah. Saya bilang ini unit perempuan pak dengan setengah membentak, lalu dia ngacir keluar tanpa bilang sepatah pun. Mulai dari situ, karena memang pintu unit tidak ada dan tak boleh dikunci, maka ketika tidur kami mengganjal pintu dengan meja.

Area terbuka untuk berolah raga dan berjemur

Tak terasa hari kesepuluh menjelang. Putera kami yang dirawat di Tower 7 telah menjalani swab ulang dan hasilnya membaik, sehingga dia diperbolehkan keluar sehari setelahnya. Perawatan untuk ODG lebih Panjang yakni 12 hari, hari ke 13 baru diperbolehkan keluar jika hasilnya membaik. 

Jika hasil swab ulang kurang bagus, maka yang bersangkutan tetap harus tinggal hingga kondisinya menjadi lebih baik. Sedangkan kami yang OTG tidak perlu menjalani swab (terkecuali inisiatif melakukan swab mandiri), pada hari kesebelas jika tidak ada keluhan dapat kembali ke rumah. Tepat hari kesebelas yakni tanggal 11 Desember 2020 pagi hari, keluar pengumuman di WAG bagi mereka yang sudah boleh pulang hari itu. 

Nama saya tertera paling atas dari 5 nama yang dinyatakan sembuh atau biasa kami sebut  'lulus'. Sungguh kabar gembira, terutama karena kami dapat berkumpul lagi sekeluarga dan mempersiapkan Natal. Puji syukur kepada Allah dan terima kasih kami kepada Pemerintah di bawah kepemimpinan Bapak Joko Widodo, para medis dan sukarelawan. 

Saya yang mengalami beberapa era pemerintahan, tidak pernah membayangkan perawatan yang begitu baik, proses mudah dan tanpa biaya sama sekali untuk memperoleh fasilitas Kesehatan. Salam sehat, salam Nusantara dan selamat Hari Ibu.

Jakarta, 22 Desember 2020

Mathilda AMW Birowo

Saran untuk Puskesmas dan Wisma Atlet:

  • Sebagai RS darurat WA perlu menyediakan obat2an lain minimal yang darurat/umum selain untuk kebutuhan Covid 19.
  • Adanya mekanisme dan komunikasi yang terintegrasi antara petugas pengantar dari Puskesmas, dokter yang menerima di WA dan suster di lantai yang bersangkutan, juga antar perawat yang bertugas, sehingga keluhan dan kemajuan kesehatan pasien dapat dipantau secara baik.
  • Perlu pengaturan jadwal pengantaran pasien dari Puskesmas, agar tidak perlu menumpuk di waktu yang sama.
  • Buku Pedoman baku yang dipahami seluruh petugas untuk proses penanganan pasien Covid 19 dalam kaitan yang akan dirujuk ke WA. Perlu ketepatan waktu agar pasien tidak perlu menunggu terlalu lama sebelum diberangkatkan, serta menjamin ada sinergi/komunikasi antar bagian.
  • SOP (Standard Operating Procedure) untuk para pelaksana yang mendampingi pasien ke RS rujukan termasuk para pengemudi agar mengutamakan keselamatan penumpang.

Hal2 yang perlu disiapkan pasien untuk isolasi di Wisma Atlet:

  • Obat2an darurat yang biasa digunakan
  • Vitamin tambahan
  • Biskuit/Regal dan susu/teh/kopi untuk cadangan sekiranya kurang cocok dengan makanan yang disediakan
  • Termos untuk air panas (upayakan selalu minum yang hangat2)
  • Piring/sendok/gelas
  • Kebutuhan mandi dan sabun cuci baju/piring
  • Sanitizer (untuk memastikan kebersihan pada bagian-bagian yang digunakan bersama dengan teman seunit misalnya wastafel di kamar mandi)
  • Masker (disediakan di WA tetapi jumlah terbatas)

Kegiatan yang dapat diikuti di WA:

  • Konsultasi psikologi (setiap hari)
  • Konsultasi dokter poliklinik (24 jam)
  • Pengukuran tensi (setiap hari)
  • Pelataran lantai 2, 3 untuk OR mandiri atau berjemur
  • Taman umum untuk jalan pagi, mengikuti senam, main volley
  • Program khusus untuk anak2
  • Acara golden memories untuk lansia

(*) Bahan dari Wikipedia, Google dan berbagai sumber relevan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun