Dalam kuliah Teknik Penangkapan Ikan perdananya di jurusan Perikanan UGM, Dr. H. Suwarman Partosuwiryo, A. Pi., M. M. (24/08/2015) mengakui meskipun tertanda tanggal 22 April 2015 Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah mengadakan pengadaan fish finder yang memakan budget hingga 4,5 M, nelayan Indonesia, khususnya DIY, masih belum mendapatkan edukasi tentang fish finder sehingga mengakibatkan ketika fish findertersebut telah berada di tangan nelayan, nelayan enggan memakainya karena takut rusak. Hal ini diperparah dengan biaya abonemen VMS sebesar enam ratus ribu rupiah pertahun kepada negara.
Apakah fenomena pengadaan fish finder yang tanpa dilandasi peri kemanusian dan peri keadilan, di mana sumber daya manusia perikanan semakin diinjak-injak karena gagap akan teknologi, mahalnya penyewaan alat bantu tangkap ikan, dan permainan harga di pasar ikan oleh sejumlah oknum, adalah benar dan sesuai dengan cita-cita luhur Pancasila? Apapun fenomena di lapangan mengenai Kelautan dan Perikanan Indonesia, sejarah emas kerajaan-kerajaan di nusantara merupaka cermin jernih dan referensi terpercaya untuk melakukan restorasi kejayaan bahari masa silam, guna membangun masa depan Indonesia sebagai Negara Maritim yang unggul[1].
Penutup
Keutamaan (virtus) Pancasila merupakan sebuah jiwa keharusan dalam pembangunan Negara Maritim. Sebagaimana disampaikan melalui Japanese Proverb “virtue is not knowing but doing”, keutamaan Pancasila terverifikasi dalam seluruh tindakan. Dalam hal berbangsa dan bernegara, keutamaan itu dapat menjadi moralitas yang dihidupi dan dihayati. Moralitas Pancasila pada akhirnya dapat dilihat sejauh mana tindakan bermoral Pancasila dapat menjadi habitus. Semuanya akan baru terjadi ketika pemerintah bersinergi bersama masyarakat luas meng-reinternalisasikan nilai-nilai Pancasila dalam rangka pembangunan kembali paradigma Negara Maritim.
Sistem evaluasi yang berkesinambungan akan internalisasi Pancasila dapat terasa secara nyata ketika pemerintah melalui lembaga legislatifnya menciptakan produk-produk hukum yang senantiasa mengedepankan cita hukum (rechtsidee) Pancasila dalam setiap produknya, yang juga senantiasa dibarengi dengan pendampingan secara dini dan teratur dari bidang penyuluhan mengenai produk-produk hukum yang baru tersebut. Pengawasan terpadu terhadap pelaksanaan di lapangan mulai dari wilayah pesisir maupun zona-zona di laut sangat diharapkan dapat meningkatkan kualitas reinternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan kembali paradigma negara maritim.
Bersama pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat mari kita mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim. Mari kita memanfaatkan posisi strategis lndonesia sebagai poros maritim dunia. Penyediaan tempat berlabuh, baik pelabuhan perikanan maupun pelabuhan dagang, yang aman dan nyaman, penyediaan pelabuhan bongkar muat yang efisien, penyediaan galangan kapal yang mumpuni, penyediaan pelayanan pengisian bahan bakar dan air tawar yang kompetitif, mewaiibkan penggunaan pandu bagi kapal-kapalyang melintasi alur sempit agar tidak teriadi kecelakaan yang dapat mengakibatkan tertutupnya alur pelayaran, penyediaan keperluan awak kapal yang reprentatif, penyediaan sistem informasi yang cepat dan terkini, dukungan manajemen yang efektif dan handal, perawatan jalan dari dan menuju pelabuhan, pengadaan alat tangkap ikan dan alat bantu tangkap ikan yang renewable bagi pengusaha tangkap tradisional, penyediaan akses peminjaman modal yang memihak pada pengusaha tangkap tradisional, pemberian akses untuk pemasaran hasil tangkapannya, serta masih banyak lagi peluang yang dapat digali agar laut Indonesia semakin produktif dan bersifat renewable.
[1] M. Taufik & Willy Aditya, Negara Maritim Indonesia : Takdir Sejarah Kita, 22 Januari 2009
[2] HB X, Mengenal Sosok Sultan Agung dengan Mewarisi Api Semangat Patriotismenya, Seminar Dies 40 Tahun UNISSULA, Semarang, 14 November 2002
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H