Akhir-akhir ini ajang Pemilu dan Pemiihan bukan perang gagasan yang diutamakan. Melainkan perang isu hoax dan SARA yang di tonjolkan. Pesta rakyat ini juga menjadi ajang perang para buzzer. Jadi, siapa yang paling banyak buzzer untuk menyebarkan fitnah dan membela jagoannya, dialah kandidat yang di unggulkan.
Mao Zedong (1893-1976), politikus dari Tiongkok mengatakan "Politik adalah perang tanpa pertumpahan darah, sedangkan perang adalah politik dengan pertumpahan darah". Pandangan Mao Zedong sangat kontekstual dengan fakta kekinian.
Suhu politik yang memanas jelang Pemilu dan pemilihan seakan - akan sedang terjadi perang. Perang antar para buzzer, perang perasaan, perang pencitraan, Â perang influencer, perang isu hoax, dan perang gimmick politik. Semuanya di sajikan ke ruang publik.
Para buzzer memanfaatkan ruang publik, media sosial sebagai alat untuk menyerang lawan politik dengan berbagai informasi hoax. Bahkan lawan politik diserang dengan menggunakan isu SARA.
Semestinya Pemilu dan Pemilihan merupakan ruang untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, bukan malah sebaliknya ruang untuk menyebarkan kabar bohong dan SARA. Selain itu, Pemilu dan Pemilihan harus dijadikan sebagai ruang pertukaran ide dan pertarungan gagasan.
Hanya dengan cara demikian demokrasi kita makin berkualitas. Pemilu dan Pemilihan semakin bermartabat dan rakyat makin terdidik sehingga pada akhirnya ketika di bilik suara, rakyat tidak memilih pemimpin seperti kucing dalam karung, tanpa mengetahui rekam jejak, track record, visi misi dan program kerjanya disaat memimpin nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H