Mohon tunggu...
Masyudi Martanipadang
Masyudi Martanipadang Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Medsos

Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andi Djemma Palopo

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sosial Distancing yang Dibarengi Keterbukaan Informasi dan Pengetahuan Kesehatan dapat Melawan Pandemi

22 Maret 2020   16:39 Diperbarui: 22 Maret 2020   21:34 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apapun penerapan aturan dalam melawan pandemik, semua bergantung pada sistem pengendalian dan pencegahan penyebaran virus, lockdown maupun sosial distancing tidak menjadi masalah, asal dapat menekan laju penyebaran.

Sejarah manusia adalah sejarah bertahan hidup. Bertahan dari kelaparan, peperangan hingga bertahan dalam penyebaran Pandemi.

Sepanjang sejarah manusia, manusia tak pernah lekang untuk dapat bertahan dan melawan serangan wabah penyakit maupun pandemi. Sebelum manusia ada, makhluk hidup di muka bumi selalu gagal bertahan alias musnah.

Lockdown menjadi kata yang paling viral di media sosial dan menjadi kata yang tidak terpisahkan dari wabah pandemik, terlepas pro dan kontra nya, penerapan lockdown banyak disuarakan.

Berdasarkan data, saat ini telah menginfeksi lebih dari 100 negara di dunia dan mengakibatkan 6.400 orang meninggal dunia. WHO pun telah menyatakan virus Corona sebagai pandemi, dan diprediksi terus akan bertambah.

Berdasarkan penelitian beberapa ahli virus, Covid-19 adalah virus yang menyerang sistem pernapasan manusia. Virus ini masih berhubungan dengan penyebab SARS dan MERS yang sempat merebak beberapa tahun lalu.

Di Indonesia sendiri, pertanggal 21 Maret 2020, pemerintah mengumumkan pasien yang positif virus Corona telah mencapai 450 kasus, meninggal 38 orang, sedangkan yang telah sembuh sebanyak 20 orang.

Angka kematian dan orang yang terjangkiti semakin tinggi menjadi alasan masyarakat untuk meminta pada pemerintah menerapkan aturan lockdown. Wacana ini muncul seiring dengan kekhawatiran masyarakat pada penyebaran Covid-19 yang cepat, serta pencegahan yang dilakukan pemerintah Indonesia dinilai lamban.

Lalu, betulkah lockdown merupakan solusi pas bagi Indonesia ?

Ekonom dari International Fund for Agricultural Development (IFAD) Dr James Adam, mengatakan 'lockdown' atau penutupan akses total di Indonesia bukan merupakan solusi tepat untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.

Menurutnya lockdown akan sangat berdampak terhadap ekonomi dan sosial, bahkan jika Indonesia akan melakukan lockdown tentu akan berpengaruh terhadap ekonomi nasional, maupun daerah oleh karena semua aktivitas ekonomi tidak berjalan normal.

Bahkan lebih jauh dia menjelaskan jika tidak didukung dengan sistem yang baik, bisa-bisa terjadi rush terhadap bahan kebutuhan pokok, dimana penjual akan kehabisan stok barang akhirnya bisa muncul masalah baru, seperti penjarahan.

Dibeberapa negara maju, seperti Italia, kebijakan lockdown sangat berjalan efektif, sebab ketersedian pasokan makanan dan akomodasi lainnya dijamin pemerintah. Sehingga Italia dapat menekan penyebaran virus corona di beberapa wilayahnya.

Kondisi masyarakat Italia pun juga patuh pada aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, sehingga lockdown bisa berjalan dengan baik.

Berbeda dengan kondisi masyarakat Indonesia, penerapan aturan sosial distancing saja masih belum berjalan dengan seharusnya, karena adanya sikap pembangkangan dikalangan masyarakat dalam menjalankan aturan, tidak hanya masyarakat, ketersediaan alat pun juga salah satu menghambat pencegahan.

Pembangkangan terjadi karena dinilai akan memutuskan pendapatan masyarakat, banyaknya masyarakat yang hidup digaris kemiskinan, membuat penerapan sosial distancing juga sulit diterapkan dengan baik, lalu bagaiman dengan penutupan semua akses, seperti lockdown ?

Berbeda dengan Korea Selatan, meski tanpa menerapkan lockdown, hanya sosial distancing, aksi preventif pemerintah Korsel terbukti ampuh dalam menekan laju penyebaran Covid-19, dan mampu melewati masa kritis.

Sejak kasus pertama diumumkan pada 20 Januari silam, pemerintah Korea Selatan kerap mengumumkan angka kesembuhan lebih sering dibandingkan angka kasus infeksi baru.

Korea Selatan menerapkan sistem drive-thru-clinics, walau masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa, tenaga medis siap melaksanakan tes massal hingga belasan ribu dalam sehari.

Dalam satu hari, sekitar 15 ribu warganya dites, sehingga meminimalisir penularan baik masih berupa gejala ringan apalagi gejala berat. Layanan drive-thru-clinics ini juga dapat mengurangi beban rumah sakit dan mengurangi risiko kesehatan petugas medis.

Korsel juga melakukan penulusuran pasien yang terjangkit dengan mengakses data individu, termasuk data CCTV, GPS tracking dari gawai dan mobil, rekaman kartu kredit, hingga informasi dari imigrasi.

Terdapat pula kamera pengecek suhu di tiap pintu masuk gedung dan petugas berpakaian pelindung di tempat umum untuk mengingatkan warga agar mencuci tangan mereka.

Walau mendapat tentangan karena bersifat privasi, tingginya kepercayaan publik pada pemerintah Korsel merupakan dukungan pada pemerintah dalam melakukan pencegahan.

Meningkatnya kepercayaan publik pada pemerintah Korsel, disebabkan gencarnya komunikasi dan keterbukaan informasi yang didalamnya terdapat riwayat perjalanan pasien, update cara penanganan, serta pengadaan fasilitas kesehatan yang cepat, yang dilakukan pemerintah.

Terdapat pula kamera pengecek suhu di tiap pintu masuk gedung dan petugas berpakaian pelindung di tempat umum untuk mengingatkan warga agar mencuci tangan mereka.

Melihat keberhasilan Korea Selatan dalam menekan laju penyebaran pandemik tersebut, ilmu pengetahuan dan keterbukaan informasi menjadi kuncinya, hal ini juga dapat kita lakukan dengan adanya kedisiplinan masyarakat mengikuti aturan.

Sejarawan Israel yang menjabat sebagai profesor di Departemen Sejarah Universitas Ibrani Yerusalem, Yuval Noah Harari juga menekankan ilmu pengetahuan dan keterbukaan informasi dalam melawan pandemik.

Penulis buku Sapiens: A Brief History of Humankind (2014) dan Homo Deus: A Brief History of Tomorrow (2015) ini mencatat keberhasilan manusia dalam melawan pandemik yang sejalan dengan tingginya pengetahuan dan keterbukaan informasi dilakukan manusia.

Pada 1979 misalnya, WHO mengumumkan kemenangan ilmu pengetahuan melawan wabah penyakit cacar yang sempat menginfeksi 15 juta orang dengan kematian sebanyak hampir 2 juta jiwa.

WHO juga pada saat itu mewajibkan semua orang di semua negara untuk divaksinasi. Jika satu negara enggan memvaksinasi penduduknya, mereka dapat membahayakan seluruh umat manusia.

Yuval Noah Harari berpendapat bahwa dalam perang melawan virus, manusia hanya perlu menjaga jarak dengan cermat, perbatasan antar negara atau isolasi bukan pula hal cermat.

Sebab, di masa lalu pun, ketika manusia begitu berjarak dari satu daerah ke daerah lain akibat ketiadaan akses, teknologi, dan transportasi, pandemi justru membunuh lebih cepat.

Terlebih, bumi tak hanya menjadi tempat tinggal manusia, tapi juga parasit semacam virus yang tak terhitung jumlahnya. Virus tersebut terus berkembang dan mengalami mutasi genetik.

Pada masa pandemik black death (maut hitam) contohnya, ketika wabah penyakit ini melanda Eropa lalu menyebar ke belahan dunia lainnya. Pembawa wabah ini ialah bakteri dalam kutu di badan tikus yang pindah ke tubuh manusia.

Manusia pada waktu itu, banyak kalah dalam pertarungan karena mereka bahkan tidak mengenal siapa musuh mereka. Mereka baru mengenal apa itu bakteri, virus dan infeksi, sekitar 300 tahun setelah Black Death berakhir. Bahkan, manusia baru menemukan antibiotik pada abad ke-20.

Yuval menekankan pada Ilmu pengetahuan, yang merupakan satu-satunya solusi bagi pandemik dan segala ancaman infeksi. Lebih dari itu, sesungguhnya ilmu pengetahuan tentang kesehatan akan menjadi penawar, dan segala bentuk informasi tersebar secara merata.

Jika akses informasi saja susah kita dapati, kita akan kesusahan akan memahami musuh yang sedang kita hadapi, sehingga membahayakan kita. Dengan adanya keterbukaan informasi dapat dijadikan sebagai akses terhadap pengetahuan masyarakat perihal kesehatan dasar, tentu juga diharapkan agar masyarakat dapat mengurangi penyebaran informasi yang bias, di ruang publik dan media sosial.

Melihat penanganan pemerintah Indonesia dalam menekan angka kematian dan penyebaran virus corona ini, dengan penerapan sistem sosial distancing serta pemeriksaan massal atau skrining massal, patut kita dukung dan optimis bahwa bersama pemerintah kita bisa melewati masa kritis dari virus Corona.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun