Saya sering mengajukan pertanyaan tentang bacaan yang diminati siswa. Dari 20 orang siswa, hanya 4 orang yang rutin membaca. Begitulah gambaran terkecil angka tentang jumlah pembaca aktif di Indonesia.
What book has inspired you ?
Kebanyakan siswa-siswi yang saya ajarkan berasal dari latar belakang keluarga berbeda. Hampir 99% dari mereka lahir dari keluarga berada dengan koleksi smartphone canggih.Â
Biaya kursus bahasa Inggris yang dibayar orangtua hampir setara dengan harga satu smartphone flagship. Jadwal mereka begitu padat; pagi-siang ke sekolah, sore kursus bahasa Inggris dan terkadang malam hari masih harus 'belajar' di rumah.
Seberapa seringkah mereka mengalokasikan waktu untuk membaca buku?
Sangat sedikit!
Seringkali mereka bingung ketika ditanyakan buku apa yang terakhir mereka baca. Persis seperti saat diminta jawaban rumus matematika.Â
Berbeda ketika ditanyakan filem apa yang terakhir mereka tonton atau game favorit pelengkap harian. Jawaban bisa muncul tanpa harus berpikir panjang.Â
Beberapa siswa bahkan dengan mudah menjawab 4-6 jam waktu mereka habis untuk game favorit. Hanya 10% waktu mereka dipakai untuk belajar di luar jam sekolah.Â
Kurangnya minat membaca di tengah arus deras teknologi adalah sebuah malapetaka. Generasi sekarang terbuai dengan kemudahan, lalu lupa mengasah diri dengan bacaan. Sungguh miris!
Tidak heran jika kemampuan kognitif semakin melemah. Otak jarang diasah dengan membaca buku, sehingga daya nalar semakin memburuk. Hal-hal sederhana sulit dipecahkan karena terjadinya penurunan fungsi kognitif.
Kebiasaan menghabiskan waktu di depan layar smartphone menyita 80% dari waktu siswa. Di luar kelas, mereka tidak mampu memanfaatkan waktu pada hal-hal positif.
Orangtua sebenarnya dapat menerapkan 2 langkah aktif untuk melahirkan generasi pembaca. Namun, orangtua perlu aktif membersamai anak sampai mereka terhubung dengan buku.
1. Membaca Bersama di Rumah