Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Membesarkan Anak dengan Pola Pikir "Out of the Box"

16 Januari 2025   20:16 Diperbarui: 16 Januari 2025   20:17 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Out of the box|sumber:freepik.com


Pikiran adalah gerbang pertama hadirnya sebuah tindakan. Kebiasaan berpikir menjadi modal besar dalam membuat keputusan. Pikiran positif identik dengan solusi, sementara pikiran negatif akar dari munculnya masalah.

Dalam konteks membesarkan anak, orangtua punya dua pilihan. Mendidik anak dengan cara berpikir biasa (ordinary) atau berpikir di luar kebiasaan (out of the box).

Napoleon Hill dalam bukunya Think and Grow Rich menekankan betapa pentingnya cara berpikir. Seorang anak yang terlahir dalam keluarga miskin membawa cara berpikir berbeda tentang konsep uang. 

Frasa dan kalimat negatif seringkali membatasi cara berpikir seseorang. Pun demikian, kekuatan kata-kata kadangkala diabaikan oleh orangtua. Akibatnya, anak tumbuh dengan cara berpikir sederhana atau mungkin saja dominan ke arah negatif.

Pembiasaan anak dalam rumah bukan hanya penting sebagai modal awal mendisiplinkan anak, namun juga berfungsi sebagai media menanam konsep berpikir lebih besar (think bigger) kedepannya.

Analogi dari cara berpikir sama seperti dua orang petani yang hendak menggarap sawah. Petani A mengikuti kebiasaan sebagian besar petani, menabur benih, mencabut, lalu menanam baru kemudian diberi pupuk. Petani B melakukan dengan cara berbeda. Ia menyeleksi benih, memperbaiki unsur hara tanah, baru selanjutnya menabur benih.

Kedua petani ini memiliki tujuan yang sama, yaitu menanam padi. Namun, cara berpikir mengarahkan kepada dua jalan tempuh berbeda. Ketika petani B mencobanya dengan cara yang tidak lumrah, bukan berarti caranya salah. 

Kadangkala, cara berpikir berbeda memberi ruang untuk hasil yang lebih besar. Dengan kata lain, sebuah inovasi adalah buah dari cara berpikir out of the box. 

Henry Ford dikenal sebagai penemu mobil Ford. Ia memiliki cara berpikir berbeda dalam hal otomotif. Ford pernah menyuruh para insiyur untuk menghasilkan mesin dengan 6 silinder di dalamnya. 

Ide Ford awalnya dianggap gila. Tidak ada yang mampu menghasilkan mesin yang ia mau. Namun, tetap saja Ford yakin dan meminta para insiyur tetap melanjutkann eksperimen. 

Setahun berlalu, para insiyur menemukan jalan keluar dan akhirnya berhasil membuat mesin sebagaimana permintaan Ford. 

Sebuah ide "gila" memberi ruang berpikir out of the box. Inovasi sulit hadir dengan pola pikir konvensional. Keberanian untuk mencoba boleh jadi datang karena cara berpikir unik.

Gaya Asuh dan Tipe Anak

Gaya asuh dalam keluarga pada umumnya terbentuk melalui pengulangan. Artinya, pengalaman masa lalu terbawa pada generasi selanjutnya. 

kekurangan dari pola asuh konvensional adalah cara pandang yang yang cenderung statis. Anak cenderung dibesarkan dengan cara berpikir yang sama, sehingga mereka sulit untuk berpikir lebih besar.

Membesarkan anak dengan pola pikir out of the box mengharuskan orangtua terlebih dahulu berpikir kritis. Ini tidak berarti orangtua harus cerdas, melainkan terbuka untuk hal baru atau berani mencoba sesuatu yang berbeda dari kebanyakan orang. 

Setiap generasi besar dengan pengalaman berbeda. Rentetan pengalaman hidup membentuk sudut pandang beragam. Oleh karenanya, cara berpikir setiap generasi merujuk pada bagaimana gaya asuh pada zaman tersebut.

Menjadi orangtua cerdas mengharuskan seseorang untuk berpikir dari sudut pandang lain. Tidak semua nilai-nilai yang diwariskan dari generasi sebelumnya layak untuk diteruskan. 

Pola mendidik anak sangat mungkin disesuaikan dengan keadaan yang berlaku di zamannya. Jika tidak, orangtua sejatinya sedang membesarkan anak dan membatasi cara berpikir mereka. 

Walaupun pada kenyataannya orangtua tidak sepenuhnya menyadari cara berpikir apa yang sedang diwariskan pada anak.  Kebiasaan harian dalam rumah melahirkan tipe anak dengan kemampuan berpikir bagaimana.

Kebiasaan tentang waktu. Dalam keluarga, pemahaman waktu belum benar-benar dipahami dengan baik. Hal ini terlihat dari pembiasaan kegiatan harian anak. 

Contoh paling sederhana adalah pembiasaan tidur telat dan bangun di waktu berbeda. Pola seperti ini menyebabkan anak membentuk cara berpikir salah tentang makna waktu. 

Berbeda jika orangtua memberi pemahaman baik tentang waktu pada anak. Kenapa anak harus tidur lebih cepat dan bangun lebih awal? pertanyaan seperti ini memberi ruang bagi anak untuk membangun sudut pandang positif mengenai cara kerja waktu.

Dengan begitu, anak lebih mudah diarahkan pada konsep berpikir positif perihal manajemen waktu. Jadi, orangtua punya inisiatif untuk membesarkan anak dengan gaya asuh berpikir out of the box sejak anak masih kecil.

Pembiasaan mengerjakan satu hal dengan alokasi waktu tertentu membuat anak terbiasa untuk memanfaatkan waktu. Misalnya, membiasakan bermain dengan alokasi waktu yang disepakati. Dengan sendirinya anak membentuk kesadaran bermain dengan standar waktu.

Membiarkan anak bermain terus menerus bukanlah cara baik mendidik tentang waktu. Orangtua perlu mengajarkan aturan dengan konsep positif agar anak belajar konsekuensi dari sebuah tindakan. 

Orang dewasa yang menghabiskan waktu sia-sia diawali oleh pembiasaan yang salah di waktu kecil. Manajemen waktu sulit dipelajari kecuali dengan pembiasaan benar di waktu kecil. 

Konsekuensi dari pembiasaan salah saat kecil berdampak pada kepribadian di waktu besar. Saat kecil dibiasakan hidup tanpa aturan, ketika dewasa terbiasa menghabiskan waktu pada hal-hal tidak bermanfaat.

Nilai tanggung jawab juga terbentuk dari pembiasaan. Orangtua dengan gaya asuh acuh tak acuh mewarisi anak dengan kepribadian apatis. Padahal, memberi anak tanggung jawab sejak kecil membuka pikiran akan tanggung jawab.

Kenapa harus cuci piring?, kenapa harus menyapu rumah?, kenapa harus menolong orang tua?

Pertanyaan sederhana mematik pikiran anak untuk menemukan jawaban. Begitu pula nilai-nilai kejujuran mudah dipahami saat anak diberi sebuah kepercayaan.

Bentuk kepercayaan dimulai dari pemberian tanggung jawab pada anak. Tanggung jawab kebersihan kamar, mengerjakan tugas sekolah, atau sesederhana piket membersihkan rumah.

Terlihat kecil, tapi dampaknya besar ketika dewasa. Sebaliknya, membiarkan anak hidup bebas tanpa aturan, tanggung jawab, dan kedisiplinan malah melahirkan generasi yang mudah menyerah dan hidup tanpa arah.

Berpikir out of the box dalam mendidik anak menjadi pilihan positif di zaman serba canggih. Anak besar dengan selalu berpikir tentang makna hidup dan gampang untuk diajarkan nilai-nilai positif sebagai modal di kemudian hari.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun