"Books are the plane, and the train, and the road. They are the destination, and the journey. They are home"Â by : Anna Quindlen
Menumbuhkan minat baca pada anak tidaklah mudah. Sebagai salah satu negara dengan jumlah pemakai smartphone terbanyak, Indonesia berada di urutan terbawah dalam hal literasi.Â
Indonesia berada di urutan ke 70 dari total 80 negara dalam standar Program for International Student Asessment (PISA). Literasi bukan hanya sekedar mampu membaca, namun juga mengambil kesimpulan dari apa yang dibaca.
Tingkat literasi sebuah negara berbanding lurus pada kemampuan menyerap informasi. Ini bermakna, semakin baik level literasi, maka semakin baik pula kualitas generasi sebuah negara.
Keluarga dan Kebiasaan Membaca
Mengajak anak membaca atau membiarkan mereka lelap di depan layar smartphone adalah sebuah pilihan. Orangtua memiliki peran penting menumbuhkan minat baca anak dari dalam rumah.
Kebiasaan membacakan buku pada anak memberi ruang tumbuhnya minat baca anak. Dari dalam rumah, orangtua sejatinya mampu melahirkan generasi pembaca sejak dini.
Anna Quindlen, seorang jurnalis dan penulis Amerika mengilustrasikan buku sebagai sebuah moda transportasi yang mengantarkan kita pada tujuan.Â
Tanpa sebuah tujuan yang jelas, kita tidak akan pernah tiba pada tempat yang dituju. Orangtua yang tidak memiliki tujuan jelas ketika membesarkan anak, sejatinya mereka sedang menuju sebuah tempat tanpa pemberhentian.
Seberapa banyak keluarga yang ingin melahirkan generasi pembaca?
Untuk menjawab pertanyaan ini, cukup perhatikan kebiasaan orangtua dalam sebuah keluarga. Adakah mereka memberi contoh baik seperti membaca di depan anak, atau menghabiskan waktu memegang smartphone ketika membersamai anak?
kebiasaan membaca menjadi awal mula munculnya benih pembaca. Generasi pembaca tidak lahir dari rumah yang menyalakan televisi sepanjang waktu, melainkan kebiasaan orangtua menghabiskan waktu membacakan buku untuk anak.Â
Saya aktif membacakan buku pada anak sejak kecil. Setiap malam sebelum tidur, saya rutin membacakan cerita. Kebiasaan ini terus berlanjut bertahun-tahun sampai saat ini.
Sesibuk apapun, saya akan menyisakan waktu untuk mengajak anak berkunjung ke pustaka seminggu sekali. Kami memilih 2-4 buku untuk dibawa pulang. Setiap dua bulan sekali, saya berkunjung ke toko buku untuk membeli 2-3 buku terbaru.Â
Cara ini cukup ampuh menumbuhkan minat baca pada anak. Setiap kali hendak tidur, anak terbiasa untuk menyerap informasi dari buku dan menambah wawasan tentang dunia.
Kebiasaan membaca harus direncanakan. Orangtua hendaklah mencontohkan terlebih dahulu di depan anak. Sebisa mungkin tidak menggunakan smartphone ketika sedang bersama anak.Â
Saya sering mengamati orangtua yang dengan mudahnya menggunakan smartphone di depan anak. Bahkan, sebagian ada yang sengaja memberikan smartphone agar anak 'gampang diatur'.
Lalu, mungkinkah anak tertarik membaca ketika otak mereka sudah terpenjara oleh algoritma video-video Youtube?
Keinginan membaca sulit hadir ketika anak terbiasa menghabiskan waktu di depan smartphone. Melimpahnya hormon dopamin akibat rangsangan smartphone melemahkan fungsi otak.Â
Otak anak berkembang pesat di umur 1-7 tahun.Oleh karenanya, membacakan buku pada anak pada rentan umur ini memberi dampak positif pada perkembangan otak.Â
"We discovered that reading for pleasure in early childhood was linked with better scores on comprehensive cognition assessments and better educational attainment in young adolescence." [read here]
Otak anak ibarat sebuah busa yang mampu menyerap apa saja. Saat kecil, anak menyimpan informasi ke dalam otak dari pembiasaan dalam rumah. Fungsi kognitif pada otak anak ditentukan oleh kebiasaan menghabiskan waktu.
Anak yang terbiasa menghabiskan waktu dengan smartphone memiliki kemampuan kognitif yang rendah. Sebaliknya, mereka yang terbiasa dibacakan buku oleh orangtua dan membiasakan membaca saat kecil mempunyai kemampuan kognitif jauh lebih baik.Â
Fungsi kognitif adalah kemampuan mental yang berkaitan dengan proses pengolahan informasi, pemahaman, dan pengambilan keputusan. Fungsi kognitif merupakan modal utama manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Nah, dengan fungsi kognitif yang baik, anak mudah untuk diarahkan dan mampu mengambil keputusan terbaik. Membaca buku bukan sekedar memindahkan informasi secara visual, lebih dari itu membaca adalah sebuah aktivitas yang menyehatkan otak.
Orangtua mungkin tidak menyadari betapa smartphone membuat otak anak melemah. Membiarkan anak mengakses informasi dari smartphone sama hal melemahkan fungsi kognitif anak.Â
Tidak heran jika hari ini kita menyaksikan banyak anak-anak yang bermasalah. Kemampuan mengatur emosi semakin buruk dan kemampuan memusatkan pikiran pada satu hal juga melemah.
Semua berawal dari pembiasaan orangtua dalam rumah. Seorang ayah yang abai terhadap tumbuh kembang anak, atau seorang ibu yang terlalu sibuk dengan media sosial.Â
Tanpa sebuah tujuan jelas, orangtua sedang tidak membesarkan anak. Mereka hanya menjalankan rutinitas yang sama setiap hari. Lebih buruknya lagi, banyak orangtua yang sekedar membesarkan anak tanpa tujuan berarti.
Anak-anak besar dalam keluarga yang jarang membaca. Mereka gagal memanfaatkan waktu berharga untuk menambah wawasan. Buku menjadi barang langka yang sulit ditemukan di dalam rumah.Â
Lantas, bagaimana generasi pembaca hadir jika orangtua tidak lebih dulu menuliskan sebuah tujuan akhir dari perjalanan anak?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H