Keumalahayati akhirnya memberi ijin bagi Inggris untuk melewati selat Malaka. Hubungan diplomasi inilah yang membuat Lancester mendapatkan julukan knighthood, sebuah hadiah dari ratu Elizabeth I karena keberhasilan membuka hubungan diplomasi antara Aceh dan Inggris.Â
Kekuatan maritim Aceh di bawah kendali kesultanan memiliki pengaruh besar terhadap jalur perdagangan Eropa. Portugis, Inggris dan Belanda beberapa kali harus berhadapan dengan tentara Aceh ketika melewati selat Malaka.Â
Peran Petugas LapanganÂ
Jika bukan karena kekuatan diplomasi dan politik di zaman kesultanan Aceh, Eropa tidak pernah mampu membawa pulang kekayaaan dari hasil impor rempah. Pun demikian, keuntungan perdagangan jalur laut bangsa Eropa telah membuka warisan sejarah nusantasa di masa lalu.
Cornelis the Houtman pernah menulis bagaimana transaksi rempah terjadi. Dalam gambarannya, terdapat empat pemimpin dengan panggilan harbormaster. Mereka memiliki tanggung jawab besar, termasuk mengontrol pasar dan lokasi gudang untuk menyimpan barang untuk diekspor.
Pun demikian, mereka juga menentukan skala dan besaran barang transaksi serta memberi saran mengenai mekanisme perdagangan di wilayah tersebut. Lebih lanjut, empat orang ini ditugaskan untuk menentukan besaran pajak terhadap jenis barang dan keuntungan yang diperoleh kerajaan.
Berkat peran mereka mengelola perdagangan jalur laut, pendapatan yang didapat tentu besar. Disisi lain, Uleebalang bertugas memungut pajak pada area tertentu sebagaimana tertulis pada Kanun Meukuta Alam.
Kerajaan juga memberi tanggung jawab khusus pada Uleebalang untuk membangun masjid, sekolah, dan fasilitas umum seperti dayah tempat pengajian.Â
Uleebalang menugaskan tim yang bertanggungjawab di lapangan. Pemasukan dari pajak ini lalu dikumpulkan dan diserahkan pada sultan. Semua hasil pajak dikelola di istana Daruddunya.Â
Nah, Cukup sekian dulu tulisan tentang kekuatan maritim Aceh. Tulisan berikutnya akan fokus pada pajak barang pada transaksi pasar di jaman kerajaan. stay tuned!
***
Penulis,