Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejarah Banda Aceh dan Transformasi Budaya Eropa melalui Perdagangan Lada

21 Desember 2024   12:10 Diperbarui: 22 Desember 2024   21:21 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banda Aceh merupakan sebuah kota kecil dengan sejarah panjang. Marco Polo pernah menginjakkan kakinya di kota ini pada 1292. Bahkan, Ibn Battutah pernah singgah disini tahun 1345.

Abad ke 17 Banda Aceh menjadi pusat kesultanan di bawah kepemimpinan sultan Iskandar Muda. Belanda menguasai Banda Aceh tahun 1873. Perang Belanda dan Aceh bertahan sampai 1903.

Pada awalnya, kota ini dikenal dengan sebutan Bandar Aceh Darussalam. Bandar berasal dari bahasa Persia yang berarti pelabuhan. Di kota ini dahulunya adalah pusat pemberangkatan haji melalui jalur laut. Tidak heran, Banda Aceh dikenal juga dengan sebutan Serambi Makkah. 

In the 13th century Aceh became the first Muslim stronghold in the Indonesian archipelago.

Aceh kaya akan rempah. Kekayaan Aceh menarik banyak 'pengunjung' dari luar. Sejak abad ke 15, banyak kapal laut asing yang melewati selat malaka. 

Kesultanan Aceh memiliki hubungan bilateral yang kuat di masa itu. Turki Usmani pernah membantu kerajaan Aceh melawan Portugis dari awal abad ke 15 sampai abad 16.

Samudra Pasai bahkan sudah dikenal sebagai kesultanan islam terkuat pada abad 13. Pasai berperan penting dalam pengawasan perdagangan jalur laut melewati selat Malaka.

Kekuatan perairan Aceh kala itu sangat diperhitungkan. Kapal asing yang masuk ke kawasan Aceh harus siap siaga. Ambisi Portugis menguasai kawasan Malaka melahirkan gejolak politik.

Tidak terkecuali dengan kerajaan Aceh yang menolak pengaruh Portugis di wilayah Asia. Kedatangan Portugis tahun 1519 memicu konflik berdarah. 

Sultan Ali Mughayat Syah memimpin pasukan berjumlah 1.000 orang dengan 15 gajah. Serangan pada pasukan Portugis terjadi pada 1522, menewaskan 35 orang termasuk komandan. Pasukan Portugis akhirnya menuju Pasai.

Portugis berlaku bengis pada Aceh. Tahun 1529 Fransisco de Mello berlayar dengan persenjataan penuh. Dalam perjalanannya, ia berjumpa kapal Aceh yang membawa 300 orang beserta 40 warga arab. Kapal ini dalam perjalanan pulang dari Mekah setelah menunaikan haji.

Pihak Portugis mengebom kapal tersebut dan menenggelamkannya. Mereka yang selamat pun dibunuh oleh Portugis. Perlakuan Portugis ini akhirnya memicu balas dendam.

Malaka abad 15|sumber gambar: https://en.wikipedia.org
Malaka abad 15|sumber gambar: https://en.wikipedia.org

Pasukan Aceh mematahkan perlawanan Portugis tahun 1575. Kapal-kapal Portugis di bawah pasukan Joao Pereira, Bernadim da Silva, and Fernando Pallares kalah telak.

Tiga kapten Portugis tewas dalam perlawanan. Armada Aceh datang membawa 113 kapal dan membunuh 75 pasukan Portugis. Lima diantaranya berhasil kabur dengan berenang.

Penguasa Aceh tidak pernah berkompromi dengan Portugis. Segala bentuk penyerangan diusahakan agar Portugis mengangkat kaki dari tanah Aceh. Turki turut membantu kerajaan Aceh kala itu, baik dengan mengirim pasukan atau perlengkapan perang.

Kota Banda Aceh pernah menjadi saksi kekuatan kerajaan Aceh. Jauh sebelum belanda, Bandar Aceh Darussalam menjadi basis kejayaan. Uang produksi kerajaan bahkan pernah ditemukan, berikut pedang dan beberapa peninggalan masa lampau.

Sebagaimana nama yang melekat, Banda Aceh sejatinya merupakan pusat pelabuhan perdagangan dunia. Selat malaka pernah berjaya di masa kerajaan Aceh. Kapal-kapal asing dipercaya membawa kekayaan ke Eropa.

Lada sicupak adalah simbol hubungan diplomatik Turki dan Aceh di masa lalu. Selat Malaka menjadi saksi bisu bagaimana Eropa 'merampas' hasil alam Aceh. Lada dan rempah Aceh.

"The existence of Aceh as a world pepper port is not an empty message. Aceh's pepper trade has achieved success that no other country or kingdom can match. Aceh was the main supplier of about half of Europe's pepper needs in the 1550s." [cited from:https://voi.id/]

Pelabuhan Aceh terbukti berhasil mentransformasi budaya Eropa. Setengah pasokan lada ke Eropa berasal dari Aceh. Abad ke 15 Aceh memainkan peran strategis dalam perdagangan laut. 

Peta Banda Aceh masa lalu|sumber gambar: https://www.atlasofmutualheritage.nl
Peta Banda Aceh masa lalu|sumber gambar: https://www.atlasofmutualheritage.nl

Tidak hanya Eropa, sebuah kota di Amerika sampai hari ini mencatat sejarah rempah Aceh. kapal-kapal Amerika memonopoli perdagangan rempah selama 40 tahun lebih. 

"The pepper ports known to the Salem merchants--Qualah Batoo (now Kuala Batee), Muckie, Soosoo, Pulo Kio--are located in what is now known as the Aceh Province. In the years between 1799 and 1846, 179 ships sailed between Salem and Sumatra, with even more landing their cargoes in other American or European ports." [cited from:https://www.masshist.org/]

Mereka menyebutnya Salem merchants. Puluhan kapal asal Salem memuat hasil alam Aceh berupa lada. Kapal Rajah datang ke Aceh dengan misi lada yang tertunda. 

Di bawah kendali Jonathan Carnes, kapal rajah berangkat pada Desember 1795 dan kembali 18 bulan setelahnya ke kota Salem membawa lada Aceh. Carnes mendapat keuntungan 700% dari transaksi lada tersebut. Salem mencatat sejarah lada dalam lambang kota mereka. 

Lambang kota Salem menggambarkan perjalanan ke Aceh mencari lada. Tertulis "To the farthest port of the rich East". Dalam halaman situs kota Salem tercatat:

 "It is estimated that the cargo of pepper that came to Salem aboard the Rajah was valued at about $125,000 (in 1797), meaning in today's value the shipment would be worth about $1.5 million"

Lambang kota Salem|sumber gambar: https://www.salem.org
Lambang kota Salem|sumber gambar: https://www.salem.org

Ya, nilai keuntungan dari perjalanan kapal memuat lada kala itu setara dengan 1.5 juta dolar Amerika. Kota Salem mengakui jika hasil pajak dari kapal-kapal mereka telah merubah segalanya.

George Peabody adalah pewaris kapal dagang yang mendesain lambang kota Salem pada 1839. Hubungan dagang antara Amerika dan Aceh terjadi di abad ke 18 melalui kapal-kapal dari kota Salem. 

Bahkan, untuk mengenang perjalanan terbaik mereka, Peabody sengaja membuat gambar seseorang yang mereka namai a Sumatran merchant dengan latar kapal dagang Amerika asal kota Salem sebagai rujukan sejarah asal muasal transaksi lada pertama di Amerika.

Tampak kota Banda Aceh masa kerajaan|sumber gambar:https://www.atlasofmutualheritage.nl
Tampak kota Banda Aceh masa kerajaan|sumber gambar:https://www.atlasofmutualheritage.nl

Banda Aceh bukan sekedar kota untuk menikmati kehidupan. Di kota ini, ratusan atau bahkan ribuan kesatria lahir di bawah kepemimpinan sultan.

Hubungan dagang pedagang Aceh telah terbentuk ratusan tahun lalu. Di kota kecil paling utara Sumatra, kapal-kapal Eropa dan Amerika membawa rempah dan lada terbaik. Selat Malaka dipenuhi kisah heroik yang luput dari penulisan.

Saya sengaja menulis kembali sejarah masa lalu yang sudah lama tenggelam. Portugis memang telah pergi selamanya dari Aceh. Namun, si mata biru dan rambut pirang bukan sekedar legenda, tapi benar adanya. 

***

Written by:

Masykur

Referensi bacaan :

[1]https://www.masshist.org/object-of-the-month/objects/salem-and-the-sumatra-pepper-trade-2012-08-01 [read here]

[2]https://en.wikipedia.org/wiki/Acehnese%E2%80%93Portuguese_conflicts [read here]

[3] https://en.wikipedia.org/wiki/Pedir_expedition_(1522) [read here]

[4] https://www.salem.org/blog/salem-ma-city-seal/ [read here]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun