Di sudut kota Banda Aceh, sebuah pustaka mini telah menghidupkan semangat membaca anak-anak. Saya rutin membawa anak dan keponakan mengunjungi dan meminjam buku-buku menarik.
Hari ini sembari mengembalikan buku anak, saya menuju sebuah rak yang dipenuhi buku-buku lama. Sebuah buku menarik perhatian dengan judul berbentuk peringatan layaknya lokasi yang telah dipasangi police line.Â
Saya mencoba membuka beberapa lembar, lalu membacanya sejenak. Sambil menunggu anak-anak mencari buku untuk dibawa pulang, fakta-fakta menarik tentang rokok seketika membuat aliran darah berhenti.
Satu halaman memaparkan fakta tidak terbantahkan, ada lebih dari 4.000 jenis bahan kimia terkandung dalam rokok. Tidak berhenti disana, zat kimia tersebut berpotensi menyebabkan kanker.
Siap membaca beberapa halaman, proses peminjaman buku baru selesai. Saya dan anak-anak keluar untuk kembali ke rumah. Betapa mengejutkan, tepat di depan pustaka mini ini tujuh remaja sekolah duduk santai sambil merokok.
Kebetulan toko kelontong di sebelahnya menjual rokok. Beberapa kali saat ke pustaka mini, saya melihat remaja usia sekolah mangkir untuk merokok.Â
Pemandangan seperti ini sungguh tidak layak untuk dipertahankan. Di usia remaja, anak-anak sekolah telah terpapar rokok dalam jumlah tidak sedikit. Pergaulan dengan para perokok memancing nafsu untuk mencoba, lalu terperangkap dalam lingkaran pertemanan.
Perilaku Merokok
Jumlah perokok usia sekolah terus meningkat. Lingkungan sekolah ternodai dengan perilaku buruk siswa perokok. Fungsi sekolah sebagai tempat transfer ilmu seringkali gagal memfilter perilaku buruk siswa.Â
Siswa usia remaja sangat rentan mengikuti perilaku buruk. Lingkar pertemanan menentukan arah perilaku siswa. Perilaku merokok tidak hanya menganggu proses belajar, tapi berakibat pada masa depan siswa di kemudian hari.
Sebuah studi tentang perilaku merokok pada usia remaja di Indonesia menunjukkan fakta mengejutkan. dari 347 responden, sebanyak 162 siswa usia sekolah katagori perokok berat tergolong siswa berperilaku buruk.Â
Artinya, terdapat korelasi antara perilaku siswa dan tindakan merokok. Golongan perokok berat memiliki tendensi untuk berperilaku buruk dibanding mereka yang tidak merokok.Â
Jika demikian, bukankah perilaku merokok merugikan siswa dan mereka yang terpapar?
Bayangkan seorang ayah perokok, bukankah zat racun bersarang dalam paru-paru anak seumur hidup. Asap-asap rokok berterbangan di udara, sementara anak-anak sejak kecil berpotensi mengidap penyakit berbahaya.
Tahukah orangtua jika asap rokok yang bersarang di paru-paru anak pada usia di bawah 10 tahun akan selamanya berada disana?
Pada rentan usia 1-10 tahun, organ tubuh tidak memiliki kemampuan untuk mengeluarkan racun. Paparan asap rokok dan kontaminasi mikroplastik telah menyebabkan ancaman penyakit serius pada anak.Â
Hal ini bermula dari perilaku buruk mereka yang merokok. Apakah itu ayah perokok, remaja usia sekolah, atau orang dewasa yang mengibarkan asap di tempat umum.
Siapa yang paling dirugikan?
Ibu-ibu hamil beresiko mengalami kecacatan pada janin, atau melahirkan bayi dengan imun tubuh yang buruk. Embrio yang sedang berkembang dalam perut seorang ibu dapat tertular ragam penyakit akibat perilaku buruk perokok.Â
Sebuah jurnal dengan judul "dampak kesehatan anak pada periode embrio, janin, bayi, dan usia sekolah dengan ayah perokok"Â cukup untuk membuka mata perokok.Â
Hasil penelitian menunjukkan kemungkinan keguguran, persalinan prematur atau berat badan rendah pada bayi dengan ibu terpapar rokok saat hamil.Â
Para ayah perokok aktif seringkali abai akan peringatan berbahaya. Padahal, paparan asap rokok memungkinkan penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan ketika anak memasuki usia remaja.Â
Perilaku merokok memang jarang dihiraukan dan terus memakan korban. Korban-korban perokok adalah anggota keluarga yang juga menanggung beban berat saat perokok berakhir di rumah sakit.Â
Begitulah fakta di lapangan. Banyak perokok yang begitu egois, seakan perilaku merokok tidak merugikan orang lain. Dengan begitu, mereka tanpa ragu membenarkan perilaku merokok di tempat-tempat keramaian.
Tempat-tempat terbaik seperti sebuah pustaka pun menjadi area menakutkan bagi anak-anak. Perilaku merokok anak usia sekolah jelas-jelas sebuah kebodohan yang dipertontonkan.
Aturan SekolahÂ
Perilaku merokok mudah dihentikan dengan aturan sekolah. Di setiap tahun ajaran baru, sekolah mewajibkan siswa baru untuk menyetujui aturan tidak merokok.Â
Agar aturan ini efektif, orangtua mesti menandatangani kebijakan sekolah. Jika siswa melanggar, mereka bersedia menanggung konsekuensi yang disepakati.
Oleh karena itu, kepala sekolah perlu merumuskan poin-poin tentang lingkungan sekolah bebas asap rokok. Semua siswa, tanpa pengecualian, wajib mengikuti aturan yang berlaku.
Perilaku merokok tidak boleh ditolerir dan dibiarkan begitu saja. Guru-guru memiliki kewajiban mendidik dan juga membimbing siswa untuk menghindari perilaku merokok.
Pun demikian, pemerintah mesti mendukung sekolah dengan menerbitkan kebijakan bebas rokok di area sekolah. Kementerian pendidikan idealnya mengeluarkan kewajiban berpihak pada perilaku baik.
Jika perlu, anak usia sekolah yang merokok tidak berhak menerima ijazah. Aturan dan kebijakan sewajarnya saling menopang dengan tujuan membebaskan racun dari generasi muda. Dimulai dari anak usia sekolah dan aturan di area publik.Â
Mungkinkah lingkungan sekolah terbebas dari asap rokok? semoga saja!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H