Nah, saat melamar beasiswa, setiap pelamar diminta untuk menuliskan esai, bukan? lalu, di dalam esai tertulis kontribusi yang hendak dilakukan saat kembali ke Indonesia.Â
Berapa persentase penerima beasiswa yang sungguh-sungguh membuktikan kontribusi yang mereka tulis?Â
Penerima beasiswa seringkali menabur bunga di esai agar bisa diterima. Itu wajar! siapa yang tidak ingin dipertimbangkan dengan esai yang menarik. Makanya, untuk menulis esai yang to the point, calon pelamar tidak sekedar berhalusinasi.
Mereka berpikir keras untuk menuangkan ide dan kemudian mencari benang merah permasalahan , lalu mengaitkan dengan bidang studi dan kontribusi yang kelak ingin diberikan.
Faktanya, seberapa relevankah kontribusi yang diberikan sepulangnya dari negara tempat menuntut ilmu? atau, mereka tenggelam dalam arus birokrasi yang lama.Â
Itulah yang sering dikeluhkan oleh penerima beasiswa. Mereka tidak sepenuhnya mampu membuktikan kontribusi yang sudah ditulis saat melamar beasiswa karena terbentur dengan banyak hal.Â
Contohnya, mereka yang kuliah di bidang sains boleh jadi terhalang laboratorium untuk melakukan penelitian. Lalu, jalan keluarnya adalah melamar pekerjaan yang tersedia, semisal pegawai negeri atau pegawai swasta.Â
Kalaupun laboratorium tersedia, dana risetnya tidak mencukupi. Bahkan, ide risetnya bagus, namun tidak tertutup kemungkinan harus melawan arus birokrasi. Antara mempertahankan tekad kuat yang ada, atau bertahan dalam sistem yang sama.Â
Lupakan ilmu kuliah yang dulu sempat dipelajari di luar negeri. Ikuti arus dengan melakukan tugas pokok dan tenggelam dalam rutinitas. Jika peluang ada, mereka kemudian kembali melamar beasiswa ke jenjang berikutnya.Â
Apakah ini bermakna ilmu mereka tidak terserap? jawabannya sangat tergantung! jika mereka kreatif, maka banyak kesempatan untuk berbagi ilmu, mungkin tidak 100% ideal dengan apa yang diharapkan sepulang dari luar negeri.Â
Sementara itu, tidak sedikit alumni lpdp yang mungkin terbawa mimpi untuk bekerja di luar negeri. Mereka ingin belajar lebih banyak dan menyerap ilmu dari para ahli, sekaligus merasakan gaji yang besar.Â
Jika demikian, kemana arah kontribusi yang dulu mereka buburi pemanis pada esai?