Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden Baru dan Tantangan Geopolitik Indonesia

22 Oktober 2024   21:41 Diperbarui: 22 Oktober 2024   21:41 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tantangan geopolitik Indonesia|freepik.com

Ekonomi Indonesia berada di tangan baru. Kepemimpinan Prabowo-Gibran 2024 di bawah kabinet merah putih menjadi corong perubahan arah perpolitikan. 

Akankah Indonesia mampu memainkan peran di kancah internasional atau terlelap dalam hutang lebih besar ?

Pandangan publik pada sosok Prabowo-Gibran belum sepenuhnya tergambarkan. Sebagian menganggap kabinet baru di bawah presiden prabowo terlalu gemuk dan berpotensi menghisap anggaran negara lebih banyak.

Kedepannya, Indonesia harus bersiap menghadapi isu krisis pangan dan perubahan iklim. Dalam kancah internasional, Prabowo diharapkan lebih terlibat aktif dalam isu perdamaian dunia.

Namun demikian, dimensi perpolitikan Indonesia kelihatannya berputar dalam skema kebijakan baru dan beberapa janji politik. Arah kebijakan Prabowo-Gibran mungkin saja mengatasnamakan kepentingan partai politik pengusung. 

Jika ini terjadi, maka anggaran besar rawan kebocoran di tengah jalan.

Persaingan politik, ekonomi dan kekuasaan di tingkat regional menempatkan Indonesia pada posisi strategis. Indonesia tidak boleh gegabah mengeluarkan pernyataan di tengah pergeseran arah kekuasaan dunia. 

Suara Indonesia tidak hanya menentukan kedaulatan wilayah dan kekuatan ekonomi, namun juga cerminan arah geopolitik jangka panjang.

Di satu sisi, Indonesia memiliki letak strategis di persimpangan Asia Tenggara dan Samudra Hindia. Peluang memimpin dunia terbuka lebar dengan tantangan yang harus dihadapi oleh pemimpin baru. 

Sumber daya melimpah dan peluang meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi adalah kunci perubahan poros ekonomi regional. Dalam artian, Indonesia benar-benar dihadapkan dalam arus pusaran geopolitik baru. 

Kabinet Merah Putih dan Nasib Bangsa

Kabinet merah putih terdiri dari 48 menteri. 23 diantaranya berasal dari partai politik. Dengan demikian, arah kebijakan Prabowo-Gibran berada pada jurang besar, antara mengakomodir kepentingan suara partai atau mengedepankan nasib bangsa dan kesejahteraan rakyat.

Tentu saja sulit memetakan arah perpolitikan di masa awal jabatan. Realisasi janji-janji politik di masa 100 hari kepemimpinan akan menghiasi berita televisi dan media sosial. 

Terutama janji makan siang gratis yang sudah terlanjur memasuki alam bawah sadar masyarakat kelas menengah ke bawah. Anggaran yang digelontorkan memungkinkan munculnya polemik baru dalam masyarakat.

Selain itu, isu keberlanjutan berbagai proyek peninggalan presiden Jokowi selayaknya diperhitungkan. Rakyat ingin memastikan apakah arah kebijakan Prabowo-Gibran condong melanjutkan program masa lalu atau mengedepankan kemajuan ekonomi secara merata. 

Sekilas melihat, Indonesia di bawah kekuasaan Prabowo menampilkan peta geopolitik berbeda. Penunjukan beberapa staf khusus presiden menimbulkan tanda tanya akan blueprint ekonomi dalam negeri. 

Akankah hasil alam Indonesia mampu mensejahterakan rakyat, atau mungkinkah arah investasi hasil tambang kembali dinikmati segelintir orang pemegang kekuasaan?

Hasil alam Indonesia sudah seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan perkembangan teknologi dan investasi. Dalam hal ini, ketergantungan Indonesia pada dunia perlahan dikurangi.

Pembangunan infrastruktur sebaiknya dirumuskan kembali. Stafsus kepresidenan jangan sampai sekedar hiasan belaka. Mereka hendaknya melakukan kajian dan analisa mendalam tentang arah infrastruktur dengan skema anggaran negara.

Perkembangan teknologi dan investasi sulit diwujudkan jika masih mengandalkan negara asing. Indonesia harus lebih cerdik memanfaatkan unsur alam sebagai sumber kekuatan bangsa. 

Jangan sampai hasil alam terus dikeruk asing, sementara rakyat menikmati ekosistem alam yang rusak.  Di era kepemimpinan Jokowi, isu tambang mencuat dan persentase kerusakan alam meningkat.

Bagaimana dengan isu kesejahteraan rakyat?

Media The Conversation mengeluarkan headline berjudul "Jokowi was once seen as Indonesia's 'new hope'. Instead, he leaves a legacy of democratic backsliding". Gambaran ketenaran Jokowi dengan slogan "blusukan" berhasil menghipnotis warga kelas menengah ke bawah. 

Di akhir masa jabatan Jokowi, media internasional menyorot isu dalam negeri Indonesia. Terlebih pada aspek korupsi dan pelemahan hukum. 

Pembangunan infrastruktur selama 10 tahun masa kepemimpinan Jokowi seakan menutupi kerusakan hukum dalam dan melemahnya peran pemberantasan korupsi.

Walaupun sebelumnya Prabowo berada di bawah kabinet Jokowi, arah kebijakannya sebagai presiden baru diprediksi masih terikat pada 'janji' masa lalu. Artinya, kabinet merah putih kemungkinan besar masih menuju gerbang yang sama sebagaimana arah kepemimpinan sebelumnya.

Pun demikian, sosok Prabowo dengan naluri militernya dipercaya jauh lebih disegani oleh negara asing. Kekuatan baru Indonesia di tangan Prabowo sedikit tidak merefleksi kepemimpinan presiden Soeharto dahulu kala. Terlebih dengan kemampuan bahasa Inggris yang baik, negoisasi politik luar negeri jelas lebih berkelas. 

Banyak yang berharap Indonesia lebih berdaulat di tangan Prabowo. Sebagai mantan prajurit sekaligus perwira tinggi militer, jiwa pemimpin sudah lama menyatu dalam darah. Idealnya, Prabowo sigap membawa Indonesia bersaing dengan negara maju. 

Hanya saja, lingkaran kekuasaan menentukan langkah yang diambil. Kebijakan prorakyat mesti dikedepankan dengan melenyapkan kepentingan partai politik. Prabowo memang 'berhutang' budi pada partai politik pengusungnya, namun nasib bangsa berada di setiap kebijakan yang disetujuinya.

Perubahan besar sulit terwujud jika kabinet merah putih dibentuk dengan landasan tujuan politik. Indonesia kedepan menghadapi tantangan besar di tingkat global. Dunia memperhitungkan pergerakan ekonomi Indonesia. 

Meskipun demikian, gejolak politik Indonesia bakal menjadi tolak ukur keterlibatan Indonesia di kancah internasional. Lima tahun masa kepemimpinan Prabowo memberi indikasi kuat akan kemajuan Indonesia. 

Kalau pengolahan hasil alam bersinergi dengan kebijakan inovasi teknologi dalam negeri, perkembangan teknologi sangat mungkin melaju cepat. Pakar teknologi dalam negeri dan diaspora Indonesia di luar negeri bersatu untuk kepentingan negara. Tentu saja dengan mengedepankan keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Anggaran dana pusat penelitian sewajarnya dinaikkan dan kualitas perguruan tinggi berbasis penelitian lebih ditingkatkan. Di samping itu, guru dan dosen diseleksi lebih ketat guna menghasilkan kualitas pengajar kelas dunia. Jika perlu, undang para pakar dunia untuk mendidik calon generasi unggul sebagaimana Jepang berbenah paska bom atom.

Isu kelestarian lingkungan jangan sampai diabaikan. Kabinet merah putih bertanggung jawab penuh menjaga kestabilan iklim dalam negeri. Segala hal yang mengancam kelestarian lingkungan hidup, meskipun berpotensi menambah devisa negara, wajib masuk dalam rumusan kebijakan sebelum dijadikan proyek strategis negara.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, kerusakan hutan akibat tambang sungguh memprihatinkan. Tak terkecuali pada habitat alam, proyek strategis nesional juga mengancam wilayah warisan geologi. Pembangunan jalan tol banyak memunculkan masalah baru karena mengabaikan analisa kerusakan alam.

Untuk itu, proyek strategis nasional di tangan Prabowo diharapkan melibatkan pakar pemerhati lingkungan. Tentu saja bukan sekedar menghadirkan para pakar, namun mendengar dan menerapkan cetak biru pembangunan sejalan dengan konsep alami. Tidak merusak hutan dan menjaga keseimbangan iklim alam. 

Semoga kabinet merah putih sepenuhnya bertekad menjalankan amanat rakyat. Generasi Indonesia ke depan sangat tergantung pada arah kepemimpinan Prabowo-Gibran. 

Program makan siang gratis menjadi cerminan seberapa kuat anggaran negara menopang gizi rakyat. Apakah kemudian kabinet merah putih disibukkan dengan pembagian porsi 'lauk-pauk'? mari kita lihat bersama!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun