Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Isu Ekspor Sampah, Apakah Sebaiknya Indonesia Belajar Manajemen Sampah ke Denmark?

17 Oktober 2024   14:44 Diperbarui: 18 Oktober 2024   10:33 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola manajemen sampah yang buruk menghasilkan tumpukan sampah liar di berbagai wilayah. | KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2023, per 24 Juli 2024 hasil input dari 290 kab/kota se Indonesia menyebutkan jumlah timbunan sampah nasional mencapai angka 31,9 juta ton [sumber: baca disini]

Saat mengantar anak ke sekolah, pandangan saya tertuju pada sekelompok burung merpati yang sedang mengais makanan di permukaan tanah. 

Paruh-paruh burung tersebut mematuk sampah plastik yang berserakan. Sesekali mereka melahap plastik-plastik kecil untuk dimakan. Hewan mungil ini seperti kelaparan dan sulit mencari makanan di alam bebas. 

Burung merpati memakan plastik | Dok. pribadi
Burung merpati memakan plastik | Dok. pribadi

Manusia setiap harinya menyebar sampah di berbagai permukaan bumi. Keberadaan sampah plastik yang berserakan sungguh memprihatinkan. Tidak hanya berbahaya bagi manusia, namun sampah plastik ini juga merusak ekosistem rantai makanan bagi hewan. 

Sebagaimana kita pahami bersama bahwa hewan hidup bergantung pada alam. Sama halnya seperti manusia yang sepenuhnya bersandar pada alam untuk bertahan hidup di atas bumi.

Sampah-sampah plastik telah merubah ekosistem alami, yakni air dan darat. Rantai makanan hewan putus di tengah jalan bersebab keserakahan manusia.

Hutan yang ditebang menyebabkan habitat hewan terganggu. Sumber makanan pun hilang dari alam dan tidak sedikit hewan buruan terancam punah. Ekosistem alami sejatinya harus dipelihara, dijaga dan dilestarikan.

Faktanya, manusia setiap tahunnya merusak alam dengan menebang kayu, menggali tanah, dan merusak ekosistem liar. Akibatnya, hewan tidak lagi dapat bergantung pada alam dan terpaksa memakan 'apapun' untuk bertahan hidup.

Produksi plastik setiap tahunnya meningkat tajam. Bukankah ini sumber petaka bagi alam?

Tahun 2019 produksi sampah plastik di Indonesia sekitar 175.000 ton per hari. [Badan Informasi Geospasial] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun