Kedepannya, mereka adalah agen perubahan di seluruh sekolah di Indonesia. Mereka bertanggung jawab mendidik siswa dalam kelas mempelajari jenis bencana, potensi dan mitigasi dalam konteks individu dan lingkup masyarakat.Â
Untuk itu, kurikulum kebencanaan wajib ada dan didesain melibatkan pakar bencana (gempa, longsor, banjir, dll). Intinya, rancangan kurikulum kebencanaan tidak digagas oleh orang-orang yang tidak paham tentang bencana dan bebas dari unsur kepentingan alokasi anggaran.
Indonesia tidak hanya rawan bencana, tapi jauh dari itu rawan korupsi.
Penting bagi pembuat kebijakan dan pemangku jabatan untuk berpikir jernih. Alokasi anggaran dalam hal kebencanaan sewajarnya tidak dipangkas atau dibuat sekedarnya. Dampak bencana sangatlah luas. Ekonomi terganggu, aktivitas sosial terhambat, dan psikologis masyarakat terkikis.Â
Dengan wacana kurikulum kebencanaan, diharapkan masyarakat lebih mudah membangun kesadaran akan bencana. Dimulai dari sekolah melibatkan guru dan siswa melalui kurikulum terorganisir, aplikatif dan preventif. Kurikulum kebencanaan juga penting dirancang mengikuti kearifan lokal yang sudah diwariskan turun temurun oleh masyarakat adat di beberapa daerah. Â
Oleh karenanya, sudah sepatutnya pemerintah berlaku adil. Pembangunan daerah perlu diimbangi dengan pemahaman potensi bencana alam. Elit pemerintah melalui anggota dewan terpilih jangan sekedar berpikir perihal ekonomi semata dan menjunjung tinggi anggaran pembangunan daerah.Â
Bukalah mata dan lihatlah gunung-gunung yang terus dikeruk, sungai yang bebatuannya dikuras, sampah yang tertumpuk menyumbat aliran air, hingga jalan-jalan yang merusak ekosistem alam.Â
Semua bencana alam berakar dari nafsu serakah manusia. Pembangunan masif telah merusak ekosistem alam. Pohon ditebang, gunung diledakkan, lalu muncullah banjir.Â
Rumah-rumah dan bangunan megah bersandar pada alam. Teknologi tinggi berimbas pada penggalian unsur bumi pada skala besar. Akibatnya, tanah kehilangan kesimbangan berefek pada kualitas air minum dan kebutuhan rumah tangga.
Kita mengejar kehidupan yang wah, lalu menunggu datangnya bencana. Rumah besar, teknologi canggih, dan hidup menyenangkan. Disisi lain, sebagian besar masyarakat kelas menengah ke bawah menanggung bencana silih berganti karena ulah tangan segelintir manusia serakah.
Apakah bencana datang menghampiri hanya untuk sebagian orang saja? tentu tidak!Â
Semua menanggung akibatnya. Hanya saja, kita tidak menyadari sisi akibat mana yang sudah, sedang atau akan kita hadapi kedepannya. Suhu bumi terus meningkat, cuaca kian ekstrim, dan pola hidup manusia telah berubah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!