Pagi ini saat mengantar anak ke sekolah, saya berjumpa seorang wali murid yang juga kebetulan seorang guru di kota Banda Aceh. Sebuah kabar duka datang dari seorang murid Sekolah Dasar (SD) di salah satu sekolah di kota Banda Aceh. Murid kelas enam meninggal dunia akibat terkena serpihan atap yang dibawa angin kencang.
Mendengar berita duka ini, saya seakan tidak mempercayainya. Aceh dalam beberapa hari ini sedang dilanda angin kencang, terutama di kawasan kota Banda Aceh. Saya menyaksikan sendiri puluhan pohon tumbang, tiang listrik berjatuhan, dan mobil yang tertimpa pohon.
Angin kencang disertai hujan lebat sangatlah berbahaya. Ketika mengajar di lantai atas sebuah bangunan, saya melihat dahan pohon seakan tidak mampu menahan kuatnya dorongan angin. Bahkan, saat sedang mengendarai motor, saya harus berhati-hati agar tidak terhempas ke parit.
Kurikulum Kebencanaan
Indonesia sebagai negara tropis dikelilingi pegunungan dan lautan memiliki potensi bencana dengan skala besar. Terlebih, isu gempa megatrust bersebab lempengan bawah laut patut diantisipasi.Â
Sayangnya, pemerintah belum sepenuhnya maksimal mengenalkan potensi musibah dan mekanisme pencegahan pada publik. Gunung meledak membawa dampak serius bagi penduduk, sama halnya dengan longsor, banjir, dan angin kencang.
Negara maju seperti Jepang sering mengalami musibah gempa. Namun, mitigasi bencana mereka sangat terstruktur dan boleh dikatakan perfect. Jepang tidak hanya membangun bangunan anti gempa, melainkan mempersiapkan kurikulum bencana dengan sempurna.
Kita sering melihat bencana tsunami di jepang dan gempa besar yang merusak jalanan. Dua hal ini memang sudah menjadi langganan Jepang. Uniknya, pemerintah Jepang siap siaga dalam antisipasi bencana, sehingga jumlah korban begitu minim dan pemulihan paska gempa cepat dilakukan.Â
Artinya, mereka berhasil menerapkan antisipasi bencana dari dua arah. Pertama, pemerintah serius memetakan bencana, lalu masyarakat teredukasi tentang perihal kebencanaan dan mampu mengikuti arahan dengan sangat terukur.Â
Ketika berada di Taipei, Taiwan, saya juga melihat langsung bagaimana antisipasi bencana di Taiwan menyerupai Jepang. Berita kemungkinan bencana datang lebih awal di media televisi dan kampus, diikuti dengan maklumat larangan berpergian atau instruksi keselamatan.
Masyarakat di Taiwan sangat teredukasi tentang bencana dan sigap menghadapi kemungkinan terburuk kapan saja berkat peran pemerintah mengenai kurikulum kebencanaan.Â
Bagaimana dengan Indonesia?
Jika melihat sekilas, pemerintah Indonesia belum maksimal dalam mempersiapkan antisipasi bencana. Pengumuman tentang kemungkinan cuaca buruk memang mudah didapat, tapi masih datang terlambat.Â