Contoh lainnya adalah karya Yukuwa Design Lab di kota Sakai provinsi Osaka, Jepang. Arsitek ini membangun sebuah pustaka yang menggabungkan konsep indoor dan outdoor bersamaan.Â
Nah, pustaka anak ini sengaja dibangun dengan jendela besar menghadap ke taman. Tujuannya agar anak-anak tidak terperangkap dalam bangunan bersekat. Mereka diajak membaca sambil menikmati panorama alam di luar bangunan.
The building's orientation optimises views of the neighbouring park to create a "calm and comfortable" learning space for the children.
Taman kota menjadi sumber ketenangan dan kenyamanan untuk tempat belajar anak. Arsitek benar-benar paham cara menyatukan alam dan bangunan sebagai ruang transfer ilmu.
Kedua contoh desain pustaka di Jepang ini sepatutnya menjadi sumber inspirasi bagi para arsitek Indonesia. Kita perlu mendesain pustaka ramah anak di desa-desa dengan konsep menyatukan alam dan bangunan.
Pemandangan alam Indonesia jauh lebih menyenangkan dan menyegarkan. Menghadirkan ruang terbuka sebagai tempat belajar dengan ribuan koleksi buku bukanlah hal sulit.
Sayangnya, kandidat bupati atau gubernur di setiap provinsi jarang yang berpikir untuk membangun pustaka ramah anak. Rata-rata program yang ditampilkan hanya menyentuh faktor ekonomi.
Akankah pemerintah Indonesia mampu meningkatkan literasi anak menyamai Jepang ? let's see!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H