Begitupula pemerintah dengan segala kebijakannya. Penyebaran makanan dan minuman berpemanis harus dikontrol ketat. Pabrik-pabrik pembuat minuman berpermanis mesti diberi ultimatum dan diperketat aturan produksi.Â
Kesadaran hidup sehat perlu diusahakan secara kolektif. Dimulai dari ranah terkecil, yaitu keluarga. Kemudian disokong oleh aturan peredaran minuman berpemanis dengan kebijakan dari pusat, daerah sampai unsur terkecil masyarakat.Â
Khususnya bagi sekolah, kantin-kantin seharusnya tidak menfasilitasi minuman dengan kadar pemanis di dalamnya. Mereka yang berjualan pada lingkungan sekolah wajib mengikuti protokol kesehatan dari pihak sekolah.
Untuk itu, sebuah kerjasama mutlak dibutuhkan antar pemangku kebijakan di sekolah, pihak pemasok makanan dan minuman, serta peran aktif guru-guru sekolah.
Anak-anak mustahil membangun kesadaran sendiri. Tanpa peran guru yang membimbing dan memandu siswa memilah dan memilih makanan sehat, rantai konsumsi makanan dan minuman tidak sehat akan terus berlanjut.Â
Pun demikian, kerjasama yang solid antara orang tua dan guru sekolah menjadi kunci keberhasilan. Orang tua semestinya memulai gaya hidup sehat dari dalam rumah sebelum menuntut sekolah menfasilitasi makanan dan minuman sehat.
Kebijakan yang baik melahirkan aturan yang mudah dijalankan. Selanjutnya, aturan yang sudah terbentuk tinggal diaplikasikan melalui aparatur sekolah yang berwenang.
Batasi Gula dan Pemanis Buatan
Tidak mudah mengontrol asupan gula dalam tubuh. Jajajan serba manis memenuhi rak-rak supermarket. Diperparah lagi dengan minuman kemasan seribuan yang murah meriah dan paling disukai anak.Â
Banyak korban minuman berpemanis yang tidak memperhatikan kadar gula dalam minuman. Jangankan melihat lebel yang tertera, anak-anak condong memilih makanan dan minuman yang menarik.Â
Buruknya lagi, hampir mayoritas besar makanan murah dengan gambar mencolok menghiasi rak-rak utama di toko jajanan anak. Cukup mengeluarkan uang dua ribu rupiah, minuman sudah berpindah tangan dari penjual ke tangan anak-anak.Â
Seberapa banyak orang tua yang membatasi asupan gula anak?