Disini, jelas terlihat bahwa ketika berhubungan dengan dunia kerja, hal terpenting adalah EQ. Penilaian pada IQ Hanya 30% dari total penilaian. EQ yang tinggi memperlihatkan kemampuan memimpin yang baik (leadership skill).
Simpelnya, posisi penting dan tertinggi dalam perusahaan seringnya diduduki oleh mereka yang EQ-nya sangat baik. Kandidat dengan IQ tinggi biasanya menjadi bawahan mereka yang level EQ-nya lebih baik.Â
Jadi, kenapa kurikulum sekolah masih saja berstandar pada IQ?
Ya, kembali pada unsur politik dan kepentingan. Selama dua hal ini masih menghiasi kepemimpinan sebuah bangsa, maka jauh lebih sulit melakukan transformasi pada ranah pendidikan.Â
Kita lebih bangga dengan banyaknya pelajaran di sekolah. Bahkan, ada yang beranggapan semakin banyak pelajaran, maka semakin banyak pengetahuan anak di berbagai bidang.
Fakta dan kenyataan dilapangan bertolak belakang dengan teori. Pelajaran yang terlalu banyak membuat fokus anak terpecah. Alhasil, siswa belajar lebih sedikit dari apa yang seharusnya dikuasai.
"emotionally intelligent people are expected to be good at social interaction"
Sebuah studi terkini yang dipublikasi oleh mahasiswa magister di University of Sydney berjudul" The Relationship between Emotional Intelligence and Emotion Regulation", memberi indikasi bahwa ada keterkaitan antara EQ dan SQ. [baca disini]
Maknanya, individu dengan level EQ bagus mudah berinteraksi dengan orang lain dalam hal mencari bantuan. Sederhananya dipahami, kemampuan mengekspresikan emosi erat kaitannya dengan level EQ seseorang.
Oleh karena itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kesuksesan seseorang lebih mudah ditentukan oleh EQ daripada IQ. Idealnya, dunia kerja membutuhkan orang dengan level EQ yang baik untuk mengisi posisi terbaik.Â
***
Sekian dulu pembahasan kali ini. Dua jam sudah saya menulis, waktunya menjemput anak di sekolah.