Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Label Kandungan Gula dan Membangun Pola Hidup Sehat dalam Keluarga

16 Juli 2024   10:07 Diperbarui: 16 Juli 2024   10:12 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidup sehat dari dalam rumah|freepik.com

Seberapa banyak orang yang mengindahkan label pada makanan dan minuman? hanya segelintir orang yang benar-benar tergerak untuk membaca label kandungan gizi pada makanan dan minuman.

Sebuah label hanyalah formalitas. Kegunaan label pada makanan dan minuman sebatas regulasi. Pada kenyataannya, orang akan tetap membeli barang yang sudah terekam di otak mereka. 

Sedikit dari kita yang memahami jika otak merekam makanan dan minuman yang rutin kita konsumsi. Indra penciuman dan perasa menjadi gerbang data bagi otak manusia. 

Kita tergerak untuk membeli makanan yang sama karena otak mengirim sinyal pada anggota tubuh. Itulah alasannya mengapa rasa manis berlebih atau bau yang khas memberi kesan berbeda dan terekam kuat pada memori di otak.

Jika anda pernah masuk ke toko roti ternama seperti, katakanlah, Rotiboy atau lainnya, bau khas roti yang baru siap dipanggang sangat terasa di indra penciuman. Tanpa kita sadari, bau roti melekat kuat di otak kita. 

Sama halnya seperti rasa manis yang dicicipi lidah. Pertama kali mencoba terasa begitu nikmat, seterusnya otak akan memerintahkan untuk mencobanya lagi dan lagi.

Makanya, gula memberi efek sama pada otak seperti narkoba. Terlalu banyak konsumsi gula membuat orang 'candu' pada makanan manis seperti donat, es krim, dan beberapa lainnya. Efek lainnya adalah munculnya rasa malas. 

Orang yang sering mengkonsumsi makanan dan minuman bergula atau berpemanis condong minim bergerak. Tidak percaya? silahkan liat fenomena tersebut di sekitar kita. Akhirnya, pankreas harus bekerja ekstra untuk memproduksi insulin.

Bukan hal baru jika penyakit diabetes menyerang anak-anak. Konsumsi minuman kemasan dengan pemanis buatan sudah melampaui batas normal. Ditambah gaya hidup konsumtif dan malas bergerak, terbentuklah sel kanker.

Label Kandungan Gula

Bagi saya pribadi, menyertakan label kandungan gula di kemasan minuman tidak menawarkan solusi jangka panjang. Masalah utamanya ada pada kesadaran tentang hidup sehat. Edukasi tentang perilaku hidup sehat masih sangat dangkal.

Kalau pun label kandungan gula diberlakukan, konsumsi makanan dan minuman bergula masih relatif tinggi. Sama seperti menulis "JANGAN BUAH SAMPAH DISINI", perilaku membuang sampah tetap berlanjut walau sebesar apapun spanduk tercetak.

Bagaimana mengajarkan anak-anak tentang hidup sehat?

Nah, perilaku hidup sehat perlu dibentuk sedari kecil. Peran keluarga sangat penting untuk menghadirkan kesadaran akan makanan dan minuman sehat dari dalam rumah. 

Konsumsi makanan dan minuman seorang ibu yang sedang hamil menjadi fondasi awal bagi janin dalam kandungan. Bayangkan jika seorang ibu terbiasa makan tidak sehat, bagaimana pola konsumsi makanan dalam rumah?

Seorang ibu dengan pola makan sehat mewariskan perilaku hidup sehat bagi anak. Benarkah demikian? saya tidak mengada-ngada! Jika saja seorang ibu rajin memasak sayur dan rutin mengkonsumsi buah dan masakan sehat, anak mana yang tidak betah berada di rumah?

Sebaliknya, jika konsumsi makanan di rumah serba instan, dikit-dikit pesan gofood, apa yang dipelajari anak? perilaku hidup sehat dimulai dari dapur. Ibu yang cerdas tidak membiarkan anak makan di luar.

Ah, sekarang kan jamannya serba mudah. Benar! semakin mudah hidup seseorang, maka semakin rentan ia terkena penyakit. Semua orang punya pilihan, apakah mau berusaha lebih untuk kualitas kesehatan terjaga, atau nikmati kemudahan namun bersiap untuk menyambut penyakit.

Kurikulum Kesehatan

kapan kita mulai belajar tentang arti hidup sehat?

Jujur saja, kebanyakan dari kita baru mengenal makna sehat setelah merasa sakit. Sekolah tidak memberi ruang pada anak-anak untuk membangun wawasan tentang makanan dan minuman yang sehat.

Buruknya lagi, kantin-kantin sekolah'sengaja' menfasilitasi makanan dan minuman kemasan berpemanis. Apakah guru-guru tidak memahami efek gula dan pemanis buatan pada tubuh, lantas membiarkan anak didik membeli jajanan di sekolah?

Adakah sekolah berfungsi untuk mendidik anak mengenal jenis makanan yang baik bagi tubuh?

Pertanyaan ini penting untuk dijawab oleh pendidik di sekolah. Pelajaran tentang kesehatan tidak masuk ke dalam prioritas kurikulum. Padahal, semua anak bisa merdeka dari penyakit diabetes kalau saja mereka tahu jenis jajanan tidak sehat.

Di universitas, banyak mahasiswa yang tertarik mengambil jurusan ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu gizi. Pemahaman tentang kesehatan dipahami oleh segelintir orang saja, sementara rumah sakit kewalahan menampung pasien dengan keluhan yang sama.

Mata pelajaran khusus tentang makanan dan minuman sehat sewajarnya masuk ke sekolah melalui kurikulum merdeka. Jangan sampai anak merdeka belajar, tapi mereka masih dijajah oleh makanan dan minuman kemasan.

Masyarakat tidak mungkin menutup pabrik minuman dan makanan kemasan. Tentu itu mustahil dilakukan! Namun demikian, perilaku hidup sehat yang sudah terbentuk membuat pabrik-pabrik makanan dan minuman berbenah.

Kalau mereka tidak mengikuti pola konsumsi masyarakat, maka bersiaplah menutup pabrik selamanya. Jadi, hukum ekonomi jelas berlaku, supply and demand. Kalau permintaan makanan dan minuman tidak sehat masih besar, pabrik tetap akan memproduksi dalam skala besar.

Ini adalah tugas kolektif dan kerja kolaboratif. Orangtua, guru, masyarakat sama-sama perlu membangun kesadaran hidup sehat. Dimulai dari merubah pola pikir ke arah yang lebih baik dengan tidak lagi mengkonsumsi minuman kemasan yang merugikan tubuh.

Lantas, apa peran pemerintah?

Ya, seperti yang saya utarakan di atas. Hadirkan mata pelajaran kesehatan di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. Membangun kesadaran hidup sehat butuh waktu dan kerjasama semua pihak. Jangan berharap banyak pada obat-obatan jika mau terhindar dari penyakit ganas.

Rubah kebiasaan hidup dan bijaklah dalam memilih makanan. Perhatikan jajanan anak dan berikan pemahaman yang baik tentang makanan dan minuman sehat pada anak. Mulai dari rumah dan sekolah, lalu secara kolektif bersatu bersama masyarakat.

Label kandungan gula bukan solusi jangka panjang. Ayo mulai dari keluarga, diawali dari ayah dan ibu. Ingat! pabrik makanan dan minuman kemasan akan terus memproduksi barang untuk mencapai target keuntungan.

Siapa yang dirugikan?

Ya, mereka yang tidak memahami fungsi organ tubuh dan makna kesehatan. Toh, label kandungan gula tidak menghentikan operasional pabrik makanan dan minuman kemasan. 

Intinya, perbaiki perilaku dan bangun kesadaran serta pemahaman hidup sehat dari sekarang. Jangan menunggu penyakit datang baru kemudian tergerak untuk mencari tahu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun