S.J Scoot & Barrie Davenport menulis sebuah buku dengan judul Declutter your mind. How to stop worrying, Relieve anxiety, and eliminate negative thinking.Â
Buku ini sangat cocok dibaca untuk memahami cara kerja pikiran manusia. Declutter dalam bahasa Indonesia bermakna membuang segala hal yang tidak diperlukan.Â
Dalam konteks rumah, declutter merujuk pada pola hidup minimalis dengan hanya menyimpan barang sesuai fungsinya.
Nah, apa hubungan declutter dengan pikiran?
Pikiran terbentuk dari dua hal, segala sesuatu yang kita lihat dan dengar. Semenjak lahir, setiap kita sudah mengisi otak dengan berbagai informasi. Semua informasi yang kita peroleh dari orang terdekat dan lingkungan sekitar menjadi database pikiran.
Pikiran manusia memiliki dua kecenderungan, positif dan negatif. Pikiran posiif terbentuk dari sumber positif. Sebaliknya, pikiran negatif relatif berbanding lurus dengan database negatif.
Nah, kedua pikiran ini menjadi 'sampah' yang perlu dibersihkan secara berkala. Ibarat rumah dengan banyak barang, membuang sebagian barang yang tidak diperlukan memberi ruang cukup untuk keperluan lain.Â
Mengolah pikiran dengan memilah mana yang perlu dan mana tidak bukan perkara mudah. Konsumsi digital beberapa tahun belakangan begitu besar. Anak-anak, remaja, dan orang dewasa 'dipaksa' untuk menyimpan informasi yang tidak dibutuhkan otak.
Konsumsi digital datang dari sumber bervariasi, termasuk media sosial, berita dan tontonan. Ketiga hal ini tanpa kita sadari menjadi wadah terbentuknya pikiran negatif.Â
Penumpukan informasi yang terus menerus menjadi sampah pikiran. Jika tidak dibersihkan, maka otak kehilangan kemampuan fokus dan membuat keputusan akurat dengan tepat.
Konsumsi DigitalÂ