Nah, guru penggerak punya tugas untuk berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas. Timbul pertanyaan, komunitas apa yang dimaksud? apakah dari sekolah atau luar sekolah.
Hubungan guru dan orang tua jelas penting. Orang tua harus dilibatkan dalam ekosistem sekolah. Bukan semata perkara rapat komite sekolah atau undangan perpisahan, tapi lebih kepada perkembangan anak didik di sekolah.
Tidak semua guru mampu melakukan ini karena membutuhkan skil komunikasi yang baik. Pun demikian, setiap guru semestinya memiliki skil mendengar yang baik dan berkomunikasi dengan lancar.
Jadi, terlepas dari beban guru penggerak yang relatif besar, guru biasa pun harus sigap untuk berinteraksi dengan orang tua. Wali murid dirangkul untuk berpartisipasi dalam hal diskusi, berbagi opini dan informasi mengenai kepribadian anak.
Guru mencatat dan menyelaraskan dengan transaksi pembelajaran dalam kelas. Murid dengan tipe pendengar difasilitasi dengan media ceramah, murid tipikal visual disedikan materi berbentuk gambar atau video, dan murid suka bergerak diajarkan dengan cara eksperimen.Â
Begitulah konsep kolaborasi yang berujung pada kontribusi. Untuk mewujudkan itu tidak harus menunggu guru penggerak. Semua guru di sekolah adalah penggerak.Â
Kepala sekolah sebagai motor penggerak utama untuk menjembatani perubahan dalam sekolah. Ekosistem pendidikan yang baik dimulai dari dalam rumah, lingkungan dan sekolah.Â
Kurikulum yang baik mewarisi siswa berkualitas. Kalau semua guru bisa bersinergi bergerak, bersatu, dan berempuk untuk melahirkan ekosistem pendidikan yang berkualitas, apakah harus menunggu guru penggerak untuk bergerak?
***
[Masykur -Â guru penulis]
Friday, 17 May, 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H