Makanan cepat saji yang mudah diperoleh dimana saja merubah pola hidup dan kualitas makanan. Para remaja terperangkap dalam ekosistem makanan yang sulit dicerna usus.
Lantas, kerja organ tubuh seperti pangkreas, hati, ginjal semakin berat. Belum lagi kebiasaan malas bergerak memperparah metabolisme tubuh.
Memilih dan memilah makanan sehat tidaklah cukup, tubuh butuh bergerak untuk mampu berfungsi maksimal. Proses detoksinasi berjalan lancar disaat kita rutin bergerak setiap hari.
Kalau selesai makan langsung tidur,bayangkan bagaimana beratnya kerja organ tubuh. Pola hidup serba instan menjadikan remaja terbelenggu dalam ekosistem makanan tidak sehat.Â
Lapar tinggal pesan makanan via online. Gampang dan mudah dilakukan sambil rebahan. Kebiasaan kecil berlanjut dan berubah menjadi pola hidup.
Standar hidup sehat susah dijadikan pegangan karena kebiasaan salah yang terus dijalankan. Dalam lingkup keluarga, orang tua semakin sedikit yang mengupayakan hidup sehat dengan rutin memasak untuk anak.
Tuntutan hidup serba instan menghasilkan pola hidup instan. Semua berasal dari bungkusan. Praktis, murah, dan mudah didapat. Akibatnya, kemampuan tubuh melawan bakteri atau virus menurun drastis.Â
Pertahanan tubuh melalui peran imun mulai mengkhawatirkan. Â Anak-anak dan kebanyakan remaja rentan sakit karena imun tubuh tidak lagi dapat memproteksi serangan dari luar.
Pilihan ketika sakit adalah obat-obatan seperti antibiotik. Padahal, penggunaan antibiotik juga berdampak pada berkurangnya bakteri baik dalam usus yang berfungsi untuk memproteksi tubuh dari ragam penyakit.
Muncullah penyakit autoimun yang berawal dari masuknya makanan tidak sehat ke dalam usus. Kerja usus semakin berat, gizi yang masuk malah berkurang. Asupan makanan untuk bakteri baik malah hilang.
Nyatanya ada milyaran mikroorganisme baik dalam tubuh yang memerlukan asupan. Mereka adalah tentara tidak terlihat yang bertugas 24 jam memproteksi tubuh dari serangan musuh berupa bakteri dan virus.Â