Ketika hendak berpindah dari satu moda transportasi ke moda lainnya juga relatif sangat mudah. Misalnya, saya bisa menggunakan sepeda sejauh 4-5 kilometer, kemudian berpindah ke bus umum dekat halte sepeda.
Setelahnya, saya tinggal menggunakan kereta api cepat sejenis MRT untuk menuju destinasi yang lumayan jauh. Tarif yang ditawarkan cocok dengan kantong siapa saja sesuai keperluan.
Para lansia mendapatkan diskon khusus untuk penggunaan transportasi publik, begitupula mahasiswa dikenakan tarif murah dengan akumulasi poin. Semakin sering menggunakan transportasi publik, semakin banyak pilihan diskon yang didapat.
Bukankah itu menggugah siapa saja untuk terus menggunakan transportasi publik?
Pemerintah Indonesia sebaiknya terlebih dahulu berpikir tentang konsep transportasi publik. Bagaimana kedepannya warga negara dapat menggunakan sepeda, bus, kereta api tanpa khawatir soal harga, keamanan dan kenyamanan.
Satu hal lagi, jangan hanya bernafsu untuk membangun, tapi estimasi biaya perawatan secara berkala. Ini bukan soal gagasan, tapi masa depan bangsa yang berpatokan pada pengurangan emisi untuk menghindari polusi.
Ketika membangun jalur sepeda, sekaligus menghitung anggaran perbaikan dan perawatan. Jangan sampai setelah dibangun jalur pesepeda, kemudian berubah jadi area jualan atau parkir sehingga rentan kerusakan.
Pejalan kaki dan pesepeda harus terjamin haknya akan fasilitas yang disediakan. Negara wajib menjaminnya dengan konsep fasilitas umum yang matang.
Kalau sekedar gagasan membangun, siapa saja bisa bersuara. Namun, adakah konsep yang jelas secara hukum melalui kebijakan terstruktur dari pusat ke daerah?
Sekali lagi, jangan terlalu berambisi untuk menghabiskan anggaran, tapi pada kenyataannya miskin konsep dan terkesan untuk mengekor negara lain.Â