"cepat, waktu kita tinggal 17 jam sebelum oksigen habis" teriak Adam, kepala tim evakuasi.
Adam diutus langsung dari ibu kota untuk memimpin proses evakuasi. Keahliannya tidak diragukan, dia tim ahli untuk proses evakuasi darurat kawasan tambang.
"Pak, bagaimana mungkin menggali sampai kedalaman 40 meter ke bawah,?" tanya salah satu tim pesimis dengan keadaan.
"Waktu kita sedikit, apapun caranya akan kita coba. Satu sinyal terdeteksi dari dalam, artinya tim yang terjebak di dalam kemungkinan besar masih hidup" jawab Adam meyakinkan.
Pekerja tambang dibekali alat pengirim sinyal dalam keadaan darurat. Hanya kepala tim yang berhak menekan tombol untuk mengirim sinyal ke permukaan.
Adam tahu betul kalau pekerja yang tertimbun masih bisa diselamatkan. Namun, biaya evakuasi cukup besar karena kedalaman yang harus dijangkau membutuhkan peralatan khusus.
Lokasi tambang di pelosok membuat evakuasi lebih lama karena alat terbatas. Dua mesin penggali sudah mencoba, batu-batu besar masih menutupi jalan masuk.
"Hanya ada satu pilihan" ucap Adam kepada semua yang sedang berkumpul.
Mencari alternatif jalan masuk baru hanya akan memperlambat proses evakuasi, sementara jarum jam terus bergerak cepat. Sisa waktu 14 jam lagi.
Dua jam sudah tim evakuasi mencoba, hasilnya nihil. Bebatuan terus menutupi jalur evakuasi, ditambah gempa susulan yang bisa berakibat fatal bagi tim.
Jika harus menunggu alat berat lain datang membantu, sisa oksigen tidak akan cukup. Memaksa untuk terus menggali bukan pilihan yang tepat.
Gempa susulan yang terus terjadi tidak mustahil memperburuk keadaan. Permukaan tanah mudah saja ambruk seketika.
Annisa masih berharap keajaiban. Walaupun terdengar mustahil, proses evakuasi ini menentukan nasib bayi yang sedang dikandungnya.
Heru, teman akrab Kardi, juga bergabung bersama tim evakuasi. Baginya, keselamatan Kardi sangat berarti. Sebenarnya, mereka berdua sudah berencana untuk pulang ke desa tiga hari lagi.
Nasib buruk menimpa Kardi, rencana pulang terkubur dalam tambang. Annisa tidak tahu jika suaminya sudah memesan tiket untuk pulang, Heru dan Kardi sengaja tidak mengabarkan istri mereka.
Tim evakuasi kini mulai pesimis. Hari mulai gelap, hujan lebat datang menyapa. Menggali di malam hari jauh lebih sulit, apalagi dalam keadaan basah.
"Bagaimana, pak?" anggota tim evakuasi menunggu instruksi Adam.
Walaupun sudah puluhan kali Adam dipercaya memimpin proses evakuasi, raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan apa yang ia sedang pikirkan.
Tanpa pencahayaan yang cukup dan alat yang memadai, menemukan pekerja dalam keadaan bernafas dalam waktu lima jam lagi sungguh mustahil.
"Baik! waktu kita tidak banyak, hanya ada satu pilihan. Kita harus menggunakan ini, mengarahkan telunjuknya ke sebuah dinamit" lanjut Adam.
Resikonya besar, tapi waktu yang tersisa hanya sedikit. Memasang dinamit pada koordinat baru memungkinkan tim untuk lebih cepat menemukan jalur baru agar bisa menjangkau sumber sinyal.
Apakah Adam akan menggunakan cara ini atau pasrah pada keadaan?
Apapun itu, ada seseorang yang sedang menanti kabar baik datang. Annisa tidak berhenti berdo'a di atas sajadah tempat Kardi bersujud ketika masih berada bersamanya.
Nina trus menguatkan Annisa. "Allah maha kuasa, teruslah berdo'a"
Malam semakin gelap, jarum jam berada di angka 12. Annisa belum ingin berpindah dari sajadah, sementara Nina tertidur pulas di atas kursi tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H