Agar mudah dipahami, perhatikan tingkah laku dan emosi anak-anak atau remaja yang sering menggunakan smartphone dengan mereka yang sangat jarang memegang smartphone.Â
Perbedaan yang mencolok adalah adanya keterikatan atau ketergantungan pada smartphone berlebih. Dalam waktu 30 menit, seseorang yang terbiasa memegang smartphone akan terlihat 'gelisah' jika tidak mengakses secara berkala.Â
Kecenderungan memegang dan mengakses informasi pada smartphone membentuk jaringan atau synapses pada otak. Semakin sering diulangi, maka semakin kuat jaringan tersebut.
Hal inilah yang membuat seseorang akan sangat sulit melepas adiksi pada smartphone. Sehingga, dalam waktu lama kemampuan fokus atau konsentrasi akan menurun perlahan.Â
Anak-anak yang sering diberikan smartphone akan menangung akibat ketika masuk pada fase remaja dan dewasa. Kemampuan fokus pada sesuatu hal melemah, sehingga sulit untuk fokus pada suatu pekerjaan dalam waktu lama.Â
Lantas, kenapa ini penting diketahui dan dipahami?
Pertama, kecendrungan pada smartphone secara tidak langsung melemahkan otak dalam jangka waktu lama. Pada saat anak mengakses smartphone berlebihan, hormon kebahagiaan diproduksi dalam jumlah yang tidak wajar.Â
Jika itu terus menerus terjadi, maka otak akan kehilangan kemampuan untuk membedakan antara yang alami dan tidak. Maksudnya begini, secara normal hormon kebahagiaan itu muncul karena rangsangan alami dari aktivitas fisik.
Akses pada smartphone menjadikan seseorang diam atau sangat minim bergerak. Akibatnya, otak membentuk jaringan baru dengan cara yang tidak 'wajar' dalam jumlah besar.
Misalnya, penggunaan smartphone untuk game, menonton atau media sosial memicu hormon kebahagiaan 'palsu'. Oleh karenanya, rasa senang/bahagia sesaat menjadi sesuatu yang disukai otak.Â
Remaja yang sering lengket bersama smartphone condong menarik diri dari lingkugan atau kontak sosial. Hal ini wajar terjadi karena otak tidak mendapatkan rasa nyaman ketika berinteraksi dalam kehidupan nyata.
Hormon kebahagiaan atau yang sering dikenal dengan sebutan hormon endorfin memiliki peran penting bagi seseorang. Buruknya, kehadiran smartphone telah merusak jalur munculnya hormon ini.Â
Dengan aktif menggunakan smartphone, pada hakikatnya anak-anak dan remaja telah membuat koneksi baru di otak. Koneksi ini akan membentuk sebuah habit atau kebiasaan, dimana interaksi dunia maya terasa lebih menyenangkan.Â