Sebuah video berjudul "Dirty Vote" telah menarik 3.5 juta view dalam waktu relatif singkat. Sebuah angka fantastis untuk kategori video dokumenter dengan durasi 1 jam 57 menit.Â
Film yang dikemas apik melibatkan tiga pakar, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari, memberi sudut pandang tentang perjalanan politik dalam sebuah taktik.
Sejak kehadiran teknologi dan media sosial, banyak hal berubah. Arus perputaran informasi semakin cepat, sehingga akses kebenaran tidak lagi tertutupi dinding kekuasaan secara konvensional.
Film yang sudah mendulang 37 ribu komen dan 263 ribu like ini seakan menggambarkan gejolak politik kepentingan yang terus bergema di negeri ini.Â
Walaupun banyak ragam komentar yang berlabuh, Dirty Vote cukup memberi ilustrasi sebuah perjalanan politik dalam taktik. Ada kebenaran yang harus diungkap dan biarkan penonton memberi penilaian.
Hukum di Indonesia memang telah lama tumpul. Tentu saja ini bukan hal baru, perkara demi perkara hanya menguntungkan segelintir orang yang duduk di bangku kekuasaan.Â
Suara rakyat kian berharga. Faktor kepentingan mudah saja dibalut dalam kemasan untuk kemudian dijadikan konsumsi media. Lalu, media menjual dengan pernak-pernik baru.
Ya, begitulah politik! Kalau tidak ada taktik tentu sulit untuk meraih suara. Masalah cara seringkali tidak diindahkan. Bahkan, hati nurai sekalipun bisa digadaikan demi kekuasaan.Â
Lantas, bagaimana rakyat harus percaya?
Tahun politik selalu ditunggu-tunggu, setidaknya bagi mereka yang punya kepentingan. Kemunculan Dirty Vote di puncak menjadi sorotan tajam media dalam beberapa jam terakhir.Â