Saya diharuskan mengikuti satu tahap akhir, yaitu tes TOEFL IBT. Visa sudah di tangan, satu kesempatan baru terbuka di depan mata. Apakah melanjutkan S2, atau ke Amerika untuk mengajar bahasa Indonesia.Â
Pilihan tersulit yang harus dibuat dengan cepat kala itu. Saya memutuskan untuk melanjutkan S2 dan berharap bisa melanjutkan proses beasiswa ke Amerika ketika berada di Taiwan.
Nah, suatu ketika sedang mengikuti perkualiahan, sebuah E-mail datang dan undangan untuk tes TOEFL terpampang jelas. Dalam hati, bisa jadi ini pertanda baik.
Saya membalas E-mail dan memberitahu jika sedang tidak di Indonesia dan kiranya diberi kesempatan untuk ikut TOEFL IBT di luar negeri. E-mail balasan mendarat dan akan dikonfirmasi kemudian hari.Â
Ternyata, beberapa hari kemudian E-mail masuk dan jawabannya, TIDAK DIBOLEHKAN!
Apa boleh buat, saya tidak bisa melanjutkan tahap akhir dan harus mengundurkan diri secara tertulis melalui E-mail. Semua sudah tertulis demikian!
Dengan beasiswa kampus di Taiwan, saya menyelesaikan kuliah tepat waktu. Saya tidak mengandalkan sepeserpun uang negara dikala itu.Â
Beasiswa kampus di beberapa negara memang tersedia. Namun dari itu, butuh usaha untuk mencarinya dan berusaha bersaing bersama ratusan atau bahkan ribuan pelamar dari negara lain.
Di Amerika sendiri, untuk program S3 ada alokasi dana riset yang difasilitasi kampus. Artinya, siapa saja bisa melamar S3 kesana asalkan syarat terpenuhi. Beasiswa full dengan sistem assistantship, yakni mengajar sambil kuliah.
Kalau di Swedia, S3 malah dianggap bekerja dan diberi gaji yang besar. Keluarga boleh dibawa serta walau pada awalnya harus menanggung biaya sendiri.