Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menilik Kenaikan Pajak Hiburan dan Masa Depan Generasi Penerus Bangsa

15 Januari 2024   16:09 Diperbarui: 15 Januari 2024   16:27 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenaikan pajak hiburan. Ilustrasi |freepik.com

Wacana kenaikan pajak hiburan ke angka 40-75% ditanggapi negatif oleh pelaku usaha hiburan. Inul Daratista mengeluarkan cuitan pada akun X  yang kemudian memancing awak jurnalis menjadikan headline berita di media nasional.

Kalau saja yang mengeluarkan cuitan masyarakat biasa, mana mungkin jadi topik nge-trand. Kenaikan pajak hiburan boleh jadi bermanfaat untuk mengalirkan uang ke kantong negara, namun kemana uang tersebut bakal digunakan?

Bagaimana jika jenis usaha hiburan dikaji ulang dan dipetakan kembali. Mana hiburan yang mencerdaskan bangsa dan mana yang melemahkan otak para remaja. 

Tempat-tempat hiburan semestinya memiliki blueprint yang baik. Jangan sekedar dibiarkan tanpa evaluasi dampak negatif bagi anak-anak dan remaja. 

Sekarang ini kita melihat betapa menjamurnya tempat hiburan yang tidak mendidik. Asal pajaknya masuk kas negara, semua dibolehkan. Negara diuntungkan, tapi generasi dilemahkan. 

Lantas, bagaimana seharusnya pemerintah menelurkan kebijakan berkaitan dengan pajak hiburan?

Saya pribadi setuju dengan ide pemerintah menaikkan pajak hiburan. Namun, perlu ada klasifikasi jenis hiburan apa dengan tarif pajak berapa.

Sebagai contoh, jenis hiburan yang membawa dampak negatif sebaiknya dinaikkan pajaknya, sementara jenis usaha hiburan yang mendidik dan fokus pada mencerdaskan anak bangsa pajaknya diturunkan atau dihilangkan. 

Sisi positifnya, pelaku usaha hiburan tergerak untuk berpikir kreatif membangun tempat hiburan untuk mendidik anak-anak dan remaja, sehingga sambil bermain anak-anak bisa belajar.

Lalu, pemerintah juga sebaiknya melabeli usaha hiburan dengan standar menghibur dan mendidik dan ramah anak. Misalnya, lebel A+ untuk jenis hiburan yang sangat disarankan untuk anak lima tahun ke bawah.

B+ untuk hiburan bagi remaja dan C- untuk klasifikasi hiburan dewasa. Pelabelan bukan hanya berguna untuk memisahkan jenis hiburan berdasarkan mutunya, namun juga memudahkan orang tua untuk memilih jenis hiburan yang bermanfaat.

Bioskop dibagi menjadi empat kelompok umur: 5-10 tahun, 10-15 tahun dan 16-25, serta 26-40. Tujuannya adalah, mengklasifikasi jenis tontonon berdasarkan kesiapan umur dan unsur pendidikan yang diperoleh.

Dengan begitu, pelaku usaha bioskop tidak boleh lagi menyatukan penonton dan diharuskan untuk menyeleksi jenis tontonan yang layak sesuai umur.

Kedepannya, orang tua tidak perlu khawatir jika harus membolehkan anak ke bioskop dan memilih tontonan. Harga tiket pun dibuat berbeda, semakin mendidik tontonan, maka semakin murah tiket bioskop.

Kalau perlu, pemerintah memberi subsidi pada tontonan anak yang mendidik dan membantu pelaku usaha untuk menyediakan tontonan edukasi. 

Kalau sudah begini, semua merasa terbantu. Orang tua tidak cemas lagi untuk membiarkan anak ke bioskop dan semua orang akan mampu mengakses tontotan yang mendidik. 

Nah, kenapa pemerintah selalu fokus pada keuntungan negara, sementara lupa untuk mendidik generasi?

Ya, mungkin saja pemerintah memilih cara instan untuk menambah kas negara. Padahal, banyak cara lain yang efektif dan kreatif untuk diterapkan.

Apa contoh lain? artis-artis papan atas dan para influencer dikumpulkan untuk diajak untuk membuat tontotan yang edukatif. Ajak mereka untuk tidak sekedar membuat konten hiburan, tapi dorong untuk berkolaborasi mendidik anak-anak bangsa melalui tontonan mendidik.

Apakah negara mampu melakukannya?

Kalau meminjam frasa bang Adrian, saya hakkulyakin pemerintah bisa mempolopori terciptanya tontonan yang lebih berkelas da memiliki nilai moral tinggi.

Pertanyaannya, pemerintah mau fokus pada uang besar melalui pajak atau bergerak serius mendidik generasi masa depan melalui standarisasi tontotan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun